Google

Loading

PKB 2011-2013


MUKADIMAH
ATAS RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA


Bahwa pembangunan sistem ketenagakerjaan di Perusahaan  harus diatur sedemikan rupa sehingga hak-hak normatif karyawan/calon karyawan dapat dilindungi secara hukum dan pengembangan bisnis Perusahaan dapat diwujudkan dengan kondusifnya hubungan industrial di Perusahaan.

Bahwa Perjanjian Kerja Bersama yang merupakan hasil dari musyawarah dan mufakat antara serikat pekerja dan Perusahaan pada hakekatnya juga merupakan wujud nyata dari partisipasi para pekerja dalam mengembangkan bisnis Perusahaan.

Bahwa fungsi Perjanjian Kerja Bersama adalah untuk mengembangkan:

a.     Semangat kerja
1)   Perjanjian Kerja Bersama akan menciptakan kepastian kerja dan kepastian usaha dalam suatu hubungan industrial yang harmonis antara pekerja dan Perusahaan.
2)   Perjanjian Kerja Bersama memberikan iklim kerja yang kondusif melalui pemenuhan hak dan kewajiban pekerja dan Perusahaan dalam syarat-syarat kerja yang telah disetujui bersama.

b.     Kepastian dalam bekerja
1)   Perjanjian Kerja Bersama menjamin pemenuhan hak dan kewajiban pekerja dan Perusahaan untuk mencapai tujuan bersama.
2)   Perjanjian Kerja Bersama menjauhkan dari berbagai ketidakjelasan di dalam hubungan kerja.

c.      Peningkatan produktivitas
1)   Perjanjian Kerja Bersama menciptakan ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha.
2)   Perjanjian Kerja Bersama menekan timbulnya perselisihan hubungan industrial di Perusahaan.

PERJANJIAN KERJA BERSAMA
ANTARA
PT POS INDONESIA (PERSERO)
DENGAN
SERIKAT PEKERJA POS INDONESIA (SPPI)

NOMOR :PKS.110/DIRUT/0911
NOMOR : 462/DPP SPPI/III/0911

PERIODE TAHUN 2011-2013


Pada hari Jum’at tanggal enam belas bulan September tahun dua ribu sebelas bertempat di Bandung,  para pihak yang menandatangani Perjanjian Kerja Bersama ini, yaitu:

1.    PT Pos Indonesia (Persero) yang akta pendiriannya tercantum dalam Akta Notaris Sutjipto, S.H. Nomor 117 tanggal 20 Juni 1995 sebagaimana telah beberapa kali diubah dan disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 2007 tentang Perseroan Terbatas berdasarkan Akta tanggal 15 Agustus 2008 nomor 164 dibuat dihadapan Notaris Sutjipto, S.H. Atas Anggaran Dasar tersebut telah dilakukan ubahan terakhir dengan Akta Notaris Nomor 204 tanggal 27 Juli 2010 yang dibuat dan disampaikan oleh Aulia Taufani, S.H. sebagai pengganti  Notaris Sutjipto, S.H., berkedudukan di Jalan Banda No. 30 Bandung 40115, dalam hal ini diwakili oleh Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) yang selanjutnya disebut "Perusahaan”.

2.    Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) adalah serikat pekerja yang telah terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja R.I. dengan Nomor Pendaftaran : 198/SPPI/DFT/BW/X/2000 yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. Nomor KEP.664/M/BW/2000 tanggal 19 Oktober 2000 dan telah tercatat pada Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung dengan Nomor Bukti Pencatatan : 75/DPP.SPPI/CTT/1/X/8/2001 tanggal 3 Agustus 2001 yang ditetapkan dengan surat Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung tanggal 3 Agustus 2001, berkedudukan di Jalan Brigjen Katamso No. 21 Bandung 40122,  dalam hal ini diwakili oleh Ketua Umum DPP SPPI yang selanjutnya disebut " Serikat Pekerja".

Sepakat membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang tertuang dalam pasal-pasal dan ayat-ayat sebagai berikut :

BAB I
KETENTUAN UMUM
                                                 
Pasal 1
Pengertian Istilah
                                                                      
Kecuali didefinisikan lain dalam pasal yang bertalian, semua istilah dalam perjanjian ini memiliki arti sebagai berikut:
  1. Perusahaan adalah PT Pos Indonesia (Persero).
  2. Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya
  3. SPPI adalah serikat pekerja yang telah dicatatkan pada Departemen Tenaga Kerja R.I. dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. tanggal 19 Oktober 2000 Nomor KEP.664/M/BW/2000 dan Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung dengan surat Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung tanggal 3 Agustus 2001 Nomor 75/DPP.SPPI/CTT/1/X/8/2001, berkedudukan di Jalan Brigjen Katamso No. 21 Bandung 40122.
  4. Kantor Pusat adalah Kantor Pusat PT Pos Indonesia yang berkedudukan di Bandung.
  5. Kantor Divisi Regional disingkat Divre adalah unit kerja yang bersifat profit center dengan tugas menjalankan fungsi manajemen bisnis secara operasional di lingkup wilayahnya serta mengendalikan seluruh sumber daya yang diperlukan dengan tujuan mencapai kinerja laba.
  6. Kantor UPT disingkat UPT adalah unit organisasi di bawah Divisi Regional yang melaksanakan tugas-tugas pelayanan pelanggan, operasional, proses dan jaringan, kegiatan pendukung dan administrasi.
  7. Karyawan adalah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh Perusahaan dengan hubungan kerja yang bersifat tetap dan diatur melalui Keputusan Direksi.
  8. Pekerja waktu tertentu, disingkat PKWT, adalah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh Perusahaan dengan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu atau yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan dengan syarat-syarat kerja yang diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis.
  9. Tenaga Kerja Profesional Perusahaan, disingkat TKPP adalah Pekerja yang memiliki keahlian dan atau pengalaman kerja tertentu yang dibutuhkan Perusahaan yang dipekerjakan dengan perjanjian kerja waktu tertentu.
  10. Tenaga Kerja Outsourcing, disingkat TKO adalah pekerja dari perusahaan penyedia tenaga kerja yang ditempatkan dilingkungan Perusahaan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perjanjian antara Perusahaan dan perusahaan penyedia tenaga kerja.
  11. Pekerja Harian Lepas, disingkat PHL adalah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh Perusahaan dengan hubungan kerja dalam waktu tertentu untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan dengan syarat-syarat kerja yang diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis. 
  12. Karyawan yang dikaryakan adalah karyawan yang ditugaskan Perusahaan untuk melaksanakan tugas pekerjaan secara penuh pada badan afiliasi Perusahaan dengan mendapat gaji dan benefit dari dari badan afiliasi.
  13. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
  14. Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimun Kota (UMK) adalah upah minimun yang menjadi standar pengupahan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat pada periode waktu tertentu.
  15. Gaji adalah gaji pokok dan tunjangan tetap.
  16. Benefit adalah sejumlah uang atau dalam bentuk lain yang diberikan Perusahaan.
  17. Tunjangan Konjungtur selanjutnya disebut TUKON adalah sejumlah uang yang dibayarkan kepada karyawan setiap bulan dan bersifat tetap untuk membantu karyawan dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
  18. Keputusan Direksi, disingkat KD, adalah produk hukum yang dibuat Perusahaan dan berisi aturan-aturan yang berlaku umum sebagai pedoman pelaksanaan bagi ketentuan-ketentuan yang diatur maupun tidak diatur dalam PKB,  termasuk Surat Edaran, petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direksi.
  19. Surat Peringatan adalah Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Perusahaan dan disampaikan kepada karyawan yang telah melakukan pelanggaran peraturan tata tertib dan disiplin kerja di luar kesalahan berat.
  20. Mangkir Tidak Sah adalah ketidakhadiran karyawan untuk melaksanakan pekerjaan tanpa alasan yang sah atau bertentangan dengan peraturan yang berlaku di Perusahaan.
  21. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara Perusahaan dengan pekerja atau serikat pekerja karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja.
  22. Perselisihan hak adalah perbedaan pendapat berkaitan dengan pelaksanaan hak-hak normatif karyawan yang bersumber pada ketentuan dalan peraturan perundang-undangan, Perjanjian Kerja Bersama dan atau Keputusan Direksi. Subyek perselisihan hak adalah karyawan secara individual dan atau Serikat Pekerja dan Perusahaan.
  23. Perselisihan kepentingan adalah perbedaan pendapat berkaitan dengan pelaksanaan hak-hak normatif yang bersumber pada ketentuan dalan peraturan perundang-undangan dengan subyek perselisihan adalah Serikat Pekerja dan Perusahaan.
  24. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah perbedaan pendapat yang terjadi karena adanya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Perusahaan. Subyek perselisihan PHK adalah karyawan secara individual dan Perusahaan.
  25. Pensiun adalah berakhirnya hubungan kerja antara Perusahaan dan karyawan ketika karyawan telah mencapai usia pensiun dan batas usia pensiun.
  26. Masa kerja aktif adalah masa kerja yang dianggap dijalani karyawan pada periode tertentu termasuk masa ketidakhadiran yang dijalani karyawan yang diatur dalam PKB ini kecuali Cuti di Luar Tanggungan Perusahaan (CLTP).
  27. Pengurus serikat pekerja adalah Ketua, Sekretaris dan Bendahara, Ketua Bidang dan Ketua Departemen untuk tingkat Pengurus Pusat, Ketua, Sekretaris dan Bendahara untuk tingkat Pengurus Wilayah dan Cabang.
 Pasal  2
Ruang Lingkup Kesepakatan

Perjanjian Kerja Bersama ini memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban dalam hubungan kerja di Perusahaan serta berlaku dan mengikat Perusahaan, seluruh serikat pekerja dan  seluruh karyawan di Perusahaan


 Pasal 3
Hak dan Kewajiban Pihak-pihak


(1)    Kedua belah pihak berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakan sebaik-baiknya ketentuan yang terdapat dalam Perjanjian Kerja Bersama ini.

(2)    Kedua belah pihak berkewajiban untuk menjaga, membina dan meningkatkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

(3)    Kedua belah pihak berkewajiban untuk mensosialisasikan secara bersama-sama isi Perjanjian Kerja Bersama ini kepada seluruh karyawan.

(4)    Perusahaan berhak:
  1. Mengelola Perusahaan dan mengatur para karyawan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Perjanjian Kerja Bersama ini.
  2. Memberikan sanksi kepada karyawan yang melanggar peraturan tata tertib dan disiplin kerja.
  3. Mengajukan keberatan/gugatan hukum kepada pihak Serikat Pekerja apabila terjadi pelanggaran atau cidera janji (wanprestasi) atas Perjanjian Kerja Bersama ini.
  4. Menetapkan jabatan-jabatan yang dianggap dapat menimbulkan pertentangan kepentingan antara Perusahaan dengan serikat pekerja yang pejabatnya tidak boleh menjadi pengurus serikat pekerja sebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian Kerja Bersama ini.

(5)    Serikat Pekerja berhak:
  1. Mengatur organisasi serikat pekerja dan anggotanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Membela dan melindungi anggotanya dari pelanggaran hak-­hak dan kepentingannya.
  3. Mengajukan keberatan/gugatan hukum kepada pihak Perusahaan apabila terjadi pelanggaran atau cidera janji (wanprestasi) atas Perjanjian Kerja Bersama ini.
  4. Menetapkan jabatan-jabatan di Perusahaan yang tidak dapat menjadi     Pengurus Serikat Pekerja  karena dapat menimbulkan pertentangan kepentingan antara serikat pekerja dengan Perusahaan.
  5. Memberikan masukan/usulan dalam rangka pelaksanaan atau penjabaran  Perjanjian Kerja Bersama.
  6.   Memberikan masukan atau solusi guna peningkatan kinerja Perusahaan.
  7. Menghadiri untuk memberi masukan dalam pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Perusahaan menurut tingkatan organisasi masing-masing.

(6)    Perusahaan berkewajiban :
  1. Memberikan kesempatan kepada setiap anggota serikat pekerja untuk melaksanakan hak berserikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Bertindak adil (tidak diskriminatif) dan tidak melakukan tekanan langsung maupun tidak langsung terhadap karyawan yang dipilih atau ditunjuk oleh serikat pekerja untuk menjalankan tugas dan fungsi organisasi serikat pekerja.
  3. Memberikan izin kepada karyawan yang menjadi anggota serikat pekerja yang dipanggil oleh pengurus serikat pekerja untuk kepentingan organisasi di dalam jam kerja sepanjang tidak mengganggu kelancaran dinas.
  4. Mengikutsertakan pengurus atau perwakilan serikat pekerja untuk  menghadiri dan memberikan masukan dalam pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Perusahaan menurut tingkatan organisasi masing-masing sehingga serikat pekerja dapat mengetahui dan memahami program kerja Perusahaan serta turut dalam pengawasan pelaksanaannya.
  5. Mengikutsertakan serikat pekerja untuk memberikan masukan dalam penjabaran ketentuan-ketentuan Perjanjian Kerja Bersama ini.
  6. Menanggapi setiap hal yang dipertanyakan  secara resmi oleh serikat pekerja yang terkait dengan Perjanjian Kerja Bersama atau hal-hal lain yang berdampak terhadap kepentingan karyawan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah surat diterima.
  7. Mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hubungan industrial dan menyanggupi tindakan Penutupan Perusahaan atau Lock Out,  akan dilaksanakan sebagai alternatif terakhir apabila upaya musyawarah sudah tidak memungkinkan dan pelaksanaannya akan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(7)   Serikat pekerja berkewajiban :
  1. Mendukung program-program kerja Perusahaan yang dibuat secara Bersih, Transparan dan Profesional.
  2. Mendukung usaha Perusahaan dalam menegakkan tata tertib dan disiplin kerja serta tidak akan menghalang-halangi pemberian sanksi atas kesalahan/ pelanggaran yang dilakukan karyawan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama ini.
  3. Menanggapi setiap hal yang dipertanyakan secara resmi oleh Perusahaan yang terkait dengan Perjanjian Kerja Bersama ini dan hal-hal lain yang berkaitan dengan aktivitas serikat pekerja dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah surat diterima.
  4. Mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan dalam hubungan industrial dan menyanggupi bahwa tindakan unjuk rasa atau demonstrasi, memperlambat pekerjaan sampai ke pemogokan,  akan dilaksanakan sebagai alternatif terakhir apabila upaya musyawarah sudah tidak memungkinkan dan pelaksanaannya akan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  5. Melakukan koordinasi dan atau komunikasi dengan Perusahaan secara hierarkhi sesuai dengan tingkatan organisasi.
  6.   Memberikan masukan atau solusi guna  peningkatan kinerja pendapatan Perusahaan.
  7. Memberikan masukan dalam pembangunan sistem dan prosedur ketenagakerjaan dalam rangka penjabaran Perjanjian Kerja Bersama.
  8. Aktif bekerjasama dengan Perusahaan melalui perwakilan di setiap tingkatan organisasi masing-masing dalam upaya mencapai kinerja Perusahaan, dengan cara mengajak karyawan yang menjadi anggotanya untuk berdisiplin, mematuhi dan mengawasi pelaksanaan Prosedur Operasi Baku / Standard Operating Procedure (SOP), memasyarakatkan dan melakukan gerakan efesiensi di segala bidang, meningkatkan produktivitas dan ikut serta memasarkan produk-produk layanan Perusahaan serta menjaga dan memelihara asset Perusahaan.
  9.   Turut serta menjaga kelangsungan hidup Perusahaan.

 
BAB II
SERIKAT PEKERJA

Pasal 4
Pengurus Serikat Pekerja
              
                                                                                     
(1)     Karyawan yang memangku suatu jabatan di Perusahaan dan jabatan tersebut akan menimbulkan pertentangan kepentingan antara Perusahaan dan serikat pekerja tidak dapat menjadi pengurus serikat pekerja.
(2)     Jabatan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah :
  1. Ka UPT dan wakilnya (kecuali Kpc), Kepala Divisi Regional dan Senior Manajernya, Ka SBU dan Senior Manajernya, Kepala Pusat, Kepala Divisi, Sesper, Ka SPI (Pusat/Perwakilan).
  2. Jabatan manajerial struktural di bidang SDM dan bidang keuangan di UPT,  Divisi Regional, SBU, Pusat.

Pasal 5
Bantuan Keuangan, Dispensasi Dan Fasilitas Bagi Serikat Pekerja
(1)   Perusahaan terhitung tahun 2009 memberikan bantuan keuangan kepada seluruh serikat pekerja yang diakui Perusahaan yang dimaksudkan untuk biaya penyelenggaraan munas/rakernas, muswil/rakerwil, muscab/rakercab, dan pelatihan sesuai dengan kemampuan keuangan Perusahaan.

(2)   Pertanggungjawaban bantuan keuangan dari Perusahaan dilaporkan oleh serikat pekerja  selambat-lambatnya satu bulan setelah selesainya pelaksanaan kegiatan.

(3)   Perusahaan dapat meminta informasi tambahan kepada serikat pekerja atas penggunaan bantuan keuangan dari Perusahaan dimaksud ayat (2) Pasal ini apabila diperlukan. 

(4)   Sesuai kesepakatan dengan pengurus serikat pekerja di setiap tingkatan organisasi, Perusahaan :
  1.  Memberikan ijin tertulis dispensasi pembebasan dari kewajiban bekerja baik secara penuh untuk periode waktu tertentu maupun paruh waktu bagi pengurus serikat pekerja untuk melaksanakan tugas dan fungsi organisasi serikat pekerja tanpa mengurangi hak-haknya sebagai karyawan.
  2.  Menyediakan fasilitas ruangan untuk sekretariat serikat pekerja beserta peralatan yang diperlukan di setiap tingkatan organisasi serikat pekerja.
  3.  Menyediakan fasilitas kendaraan kepada pengurus dan atau anggota serikat pekerja yang melakukan perjalanan dinas organisasi serikat pekerja ke luar kota dalam wilayah kerjanya.

(5)     Perusahaan memberikan fasilitas kepindahan secara dinas kepada pengurus serikat pekerja yang terpilih sebagai :
  1. Ketua Umum, Sekretaris Jenderal dan Bendahara Umum ke tempat kedudukan Dewan Pengurus Pusat serikat pekerja.
  2. Ketua DPW ke kantor tempat kedudukan Dewan Pengurus Wilayah serikat pekerja.
  3. Ketua DPC ke kantor tempat kedudukan Dewan Pengurus Cabang serikat pekerja.

(6)     Bagi pengurus serikat pekerja sebagaimana dimaksud ayat (5) Pasal ini apabila sudah tidak menjabat lagi dalam kepengurusan serikat pekerja dapat memilih kembali ke unit / tempat kerja asal atau ke tempat kerja lain yang formasinya tersedia.
                             
(7)     Bagi karyawan yang menjadi pengurus serikat pekerja di suatu unit kerja yang karena program rotasi/mutasi Perusahaan akan dipindahkan ke unit kerja lain di luar unit kerja tempat kedudukan organisasi serikat pekerja tersebut (berbeda kota/kabupaten), maka rencana rotasi/mutasi tersebut terlebih dahulu dikoordinasikan dengan serikat pekerja.

(8)     Perusahaan membantu serikat pekerja memotong iuran keanggotaan dan iuran lainnya yang berkaitan dengan kewajiban anggota secara bulanan melalui daftar pembayaran gaji.

 BAB III
HUBUNGAN KERJA


Pasal 6
Penerimaan Tenaga Kerja

(1)    Penerimaan tenaga kerja merupakan wewenang Perusahaan untuk mengisi formasi tenaga kerja berdasarkan kebutuhan Perusahaan yang dilakukan sesuai peraturan atau tatacara yang ditetapkan Perusahaan.

(2)    Rekrutmen karyawan dilakukan atas dasar kebutuhan bisnis Perusahaan dengan mengacu pada aspek-aspek strategis Perusahaan, yakni :
a.     Formasi dan struktur organisasi.
b.     Posisi dan level kompetensi posisi lowong atau posisi baru.
c.      Jumlah kebutuhan SDM berdasarkan perencanaan tenaga kerja dan beban kerja Perusahaan.
d.     Tingkat kompetensi SDM yang dibutuhkan.
e.     Kemampuan keuangan Perusahaan.

(3)    Kebijakan rekrutmen untuk mengisi posisi lowong, selain mengutamakan kesempatan kepada karyawan yang ada (internal recruitment) juga melalui rekrutmen eksternal (external recruitment).

(4)    Untuk mendapatkan calon pemangku posisi yang tepat, dilaksanakan seleksi yang proses dan mekanismenya dilakukan secara transparan dan obyektif.

(5)    Proses/mekanisme rekrutmen dan seleksi baik untuk level pelaksana maupun manajerial diatur dan ditetapkan oleh Perusahaan.

(6)    Proses seleksi dari sumber internal untuk level tertentu dilakukan berdasarkan assesmen, penilaian perilaku kerja, penilaian kinerja, pengalaman kerja, dan kompetensi yang dimiliki, dan cara lain yang dianggap cocok untuk kebutuhan Perusahaan.

(7)    Pemilihan metode dan alat seleksi disesuaikan dengan level jabatan dan kebutuhan pemetaan kompetensi dari persyaratan jabatan tiap posisi yang lowong.

(8)    Metode seleksi untuk tiap level jabatan distandarisasi oleh Perusahaan.

(9)    Karyawan dapat mengetahui hasil assesmen yang diikutinya.


Pasal 7
Status Pekerja

(1)   Status pekerja di Perusahaan terdiri dari :
a.    Karyawan
b.    Calon Karyawan
c.    Tenaga Kontrak Kerja Waktu Tertentu
d.    Pekerja Harian Lepas (PHL)

(2)   Selain pekerja dengan status sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, terdapat pula tenaga kerja yang berasal dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja/pihak ketiga (outsourcing) dan statusnya adalah sebagai pekerja perusahaan penyedia jasa tenaga kerja/pihak ketiga.

Pasal 8
Tenaga Kerja Waktu Tertentu 

(1)    Sesuai peraturan perundangan yang berlaku, Tenaga Kerja Waktu Tertentu dipekerjakan hanya untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a      Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun. 
b     Pekerjaan yang bersifat musiman.
c      Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

(2)    Perusahaan dapat merekrut tenaga kerja profesional Perusahaan dari eksternal dalam hal terdapat posisi jabatan di Perusahaan yang membutuhkan kompetensi tertentu yang langka dan tidak tersedia dari sumberdaya internal Perusahaan.

(3)    Ketentuan terkait spesifikasi, tata cara, proses, entry posisi dan remunerasi Tenaga Kerja Profesional Perusahaan ditetapkan oleh Perusahaan bersama Serikat Pekerja.

Pasal 9
Tenaga Kerja Outsourcing

(1)    Perusahaan dapat memanfaatkan Tenaga Kerja Outsourcing melalui Perjanjian Outsoucing dengan Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja melalui pola:
a.  Penyediaan Tenaga Kerja.
b.  Pemborongan Pekerjaan.

(2)    Tenaga kerja outsourcing dipekerjakan hanya untuk melaksanakan kegiatan atau  pekerjaan yang bersifat penunjang.

(3)    Penentuan jenis pekerjaan pokok dan penunjang diatur lebih lanjut oleh Perusahaan paling lambat bulan Desember 2011 dan hasilnya diberitahukan oleh Perusahaan kepada instansi yang berwenang dalam bidang ketenagakerjaan.

Pasal 10
Pekerja Harian Lepas

(1)   Perusahaan dapat mempekerjakan Pekerja Harian Lepas (PHL).

(2)   PHL dapat dipekerjakan untuk jenis pekerjaan yang berubah-ubah dalam waktu dan volume.

(3)   Pembayaran upah kepada PHL didasarkan pada kehadiran.

(4)   PHL bekerja maksimal 20 (dua puluh) hari kerja dalam sebulan.

(5)   Ketentuan lebih lanjut tentang pemanfaatan Pekerja Harian Lepas (PHL) diatur dalam Keputusan Direksi.

Pasal 11
Penempatan Karyawan

Penempatan karyawan pada posisi kosong sesuai dengan hasil pemetaan antara profil posisi dengan profil kandidat.

Pasal 12
Pengangkatan Menjadi Karyawan

(1)    Calon karyawan sebelum diangkat sebagai karyawan Perusahaan harus menjalani masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.

(2)    Selama menjalani masa percobaan kerja, pimpinan unit atau atasan langsung wajib memberikan bimbingan sesuai dengan tuntutan peran sebagaimana yang tertuang dalam uraian peran pemangku posisi (role statement).

(3)    Calon karyawan yang telah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan dan dinyatakan cakap berdasarkan hasil penilaian kinerja yang dimiliki Perusahaan dan sehat oleh Dokter Penguji Tersendiri atau Tim Penguji Kesehatan diangkat sebagai karyawan Perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(4)    Calon karyawan yang telah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan tetapi dinyatakan tidak cakap dan tidak sehat oleh Dokter Penguji Tersendiri atau Tim Penguji Kesehatan, maka dilakukan PHK oleh Perusahaan.

(5)    Bagi lulusan Pendidikan Pos yang lama pendidikannya 3 (tiga) bulan atau lebih, setelah lulus langsung diangkat sebagai karyawan tanpa harus melalui tahapan calon karyawan.



BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN SDM

Pasal 13
Tingkat Posisi dan Personal Value

(1)   Semua karyawan mendapat tingkat posisi dalam Perusahaan yang diatur dalam grade dan kelompok jabatan, dengan ketentuan :
a. Tingkat posisi dalam grade terdiri dari 17 (tujuh belas) jenjang, yaitu  mulai dari Grade 17 sampai dengan Grade 1
b. Tingkat posisi dalam Kelompok Jabatan dibagi dalam 5 Kelompok Jabatan sebagai berikut :
1.    Kelompok Jabatan Pelaksana :
a.    Pelaksana I
b.    Pelaksana II
c.    Pelaksana III
2.    Kelompok Jabatan Penyelia/Fungsional:
a.    Penyelia/Fungsional  Penyelia I  
b.    Penyelia/Fungsional  Penyelia II 
c.    Penyelia/Fungsional Penyelia III 
d.    Penyelia/Fungsional Penyelia IV 
3.    Kelompok Jabatan Manajer Muda/Fungsional Muda:
a.    Manajer Muda I/Fungsional Muda   I   
b.    Manajer Muda II/Fungsional Muda  II  
c.    Manajer Muda III/Fungsional Muda III
d.    Manajer Muda IV/Fungsional Muda IV  
4.    Kelompok Jabatan Manajer Madya/Fungsional Madya:
a.    Manajer Madya I/Fungsional Madya   I   
b.    Manajer madya II/Fungsional Madya II  
c.    Manajer Madya III/Fungsional Madya III
5.    Kelompok Jabatan Manajer Utama/Fungsional Utama:
a.    Manajer Utama I/Fungsional Utama   I  
b.    Manajer Utama II/Fungsional Utama  II 
c.    Manajer Utama III/Fungsional Utama III

(2)   Semua karyawan mempunyai Personal Value (PV) dalam tingkat posisi masing-masing dengan nilai PV sebagai berikut :



GRADE
NILAI
KELOMPOK JABATAN
Minimal

Maksimal
17
400
-
650
Pelaksana
I
16
700
-
950
II
15
1000
-
1250
III
14
1300
-
1550
Penyelia
I
13
1600
-
1850
II
12
1900
-
2150
III
11
2200
-
2450
IV
10
2500
-
2750
Manajer Muda
I
9
2800
-
3050
II
8
3100
-
3350
III
7
3400
-
3650
IV
6
3700
-
3950
Manajer Madya
I
5
4000
-
4250
II
4
4300
-
4550
III
3
4600
-
4850
Manajer Utama
I
2
4900
-
5150
II
1
5200
-
6000
III

(3)   Peninjauan PV dilakukan sekali dalam setiap tahun yang dilakukan pada akhir tahun untuk kenaikan grade dan atau kelompok jabatan melalui Sistem Manajemen Kinerja Individu (SMKI).



Pasal 14
Pengangkatan dan Perubahan dalam Grade

(1)   Penetapan grade awal dan PV bagi karyawan yang baru diangkat sebagai karyawan Perusahaan ditetapkan sebagai berikut :
a.    Bagi karyawan yang diangkat dengan menggunakan ijazah SMA/sederajat ditetapkan dalam grade 17 dengan PV awal 400.
b.    Bagi karyawan yang diangkat dengan menggunakan ijazah Diploma III/D3 ditetapkan dalam grade 13 dengan PV awal 1600.
c.    Bagi karyawan yang diangkat dengan menggunakan ijazah Sarjana/S1 sederajat ditetapkan dalam grade 11 dengan PV awal 2200.
d.    Bagi karyawan yang diangkat dengan menggunakan ijazah S2 ditetapkan dalam grade 9 dengan PV awal 2800.
e.    Bagi karyawan yang diangkat dengan menggunakan ijazah S3 ditetapkan dalam grade 8 dengan PV awal 3100.

(2)   Bagi karyawan yang telah lulus mengikuti pendidikan khusus di Perusahaan seperti Dikmenpos, Diktipos, programer, teknisi komputer dan analis atau lulus dalam seleksi penyesuaian ijazah (SMA,  D3, S1, S2, S3), tingkat posisi dalam grade (grade awal) akan ditinjau apabila :
a.    Grade yang sedang dipangkunya lebih rendah, maka grade awal dinaikkan sesuai dengan tingkat pendidikan formal dan atau jenis penyesuaian ijazah yang diikuti.
b.    Dalam hal grade yang sedang dipangkunya sama atau lebih tinggi, maka gradenya tidak ditinjau.

(3)   Kenaikan grade karyawan (manajerial struktural/fungsional maupun non manajerial struktural/fungsional) dilaksanakan secara reguler setiap tanggal 1 Januari, 1 April, 1 Juli, dan 1 Oktober dengan ketentuan sebagai berikut :
a.    Telah mencapai nilai PV maksimal atau telah menduduki grade terakhir minimal    selama 4 (empat) tahun, tergantung mana yang dicapai duluan.
b.    Tidak sedang dalam proses penjatuhan hukuman disiplin yang telah mencapai tahapan pengiriman usulan hukuman disiplin.

(4)   Selain kenaikan grade secara reguler, kepada karyawan diberikan pula kenaikan grade non reguler, yakni :
a.    Grade Pengabdian yang diberikan pada saat karyawan memasuki Masa Persiapan Pensiun (MPP) dengan ketentuan sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun menduduki grade terakhir.
b.    Grade Anumerta diberikan kepada karyawan yang tewas dalam menjalankan dinas, dan dihitung sejak tanggal karyawan yang bersangkutan tewas.

(5)   Dengan ditetapkannya PV untuk kenaikan grade maka grade puncak yang dapat diperoleh karyawan melalui kenaikan grade secara reguler ditetapkan sampai karyawan menjalani Masa Persiapan Pensiun (MPP).

Pasal 15
Pengembangan Karir

(1)    Pengembangan karir karyawan dilakukan atas dasar sebagai berikut :
a.   Setiap karyawan mempunyai kesempatan yang sama untuk berkompetisi dalam mencapai posisi berdasarkan kompetensi yang dipersyaratkan dan didasarkan pada penempatan karyawan terbaik dan paling kompeten untuk suatu job tertentu yang sesuai.
b.   Proses pengembangan karir merupakan proses yang terbuka dan dapat diprediksi oleh karyawan serta terbuka peluang untuk mendiskusikan dengan Perusahaan dalam penentuan karir karyawan.
c.    Proses pengembangan karir dilakukan dengan memadukan antara kepentingan Perusahaan dan minat, bakat, serta kompetensi karyawan.

(2)    Perusahaan menyediakan sistem karir yang menjamin prinsip keadilan dan transparansi dengan membangun jalur karir dimulai dari karir Pelaksana, Penyelia, Manajer Muda, Manajer Madya, dan Manajer Utama.

(3)    Dalam hal kaitannya dengan kenaikan jabatan, jalur karir terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :
a.  Jalur karir terbuka
 Jalur karir terbuka hanya terjadi pada kelompok jabatan pada satu kelompok jabatan, yaitu Kelompok Pelaksana, Kelompok Penyelia, Kelompok Manajer Muda, Kelompok Manajer Madya, Kelompok Manajer Utama.
b.  Jalur karir tertutup
 Jalur karir tertutup terjadi pada saat perpindahan kelompok jabatan dari kelompok jabatan yang lebih rendah ke kelompok yang lebih tinggi dengan tahapan dari Pelaksana III ke Penyelia I, dari Penyelia IV ke Manajer Muda I, dari Manajer Muda IV ke Manajer Madya I, dari Manajer Madya III ke Manajer Utama I.

(4)    Pengembangan karir karyawan harus terintegrasi dengan sistem dan prosedur rekrutmen, seleksi, penempatan, pengangkatan, pendidikan dan pelatihan.

Pasal 16
Pengangkatan Karyawan dalam Jabatan Manajerial

(1)    Pengangkatan karyawan non jabatan manajerial ke dalam jabatan manajerial struktural/fungsional dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.    Ada formasi jabatan.
b.    Memiliki kompetensi, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk jabatan yang bertalian.
c.    Sehat jasmani rohani.
d.    Tidak sedang dalam proses penjatuhan hukuman disiplin, menjalani hukuman  disiplin, atau masih dalam masa pengaruh hukuman disiplin.
e.    Lulus seleksi jabatan atau persyaratan lain yang ditetapkan secara khusus oleh Perusahaan.

(2)    Kenaikan jabatan manajerial struktural dan jabatan manajerial fungsional dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.    Pada jalur karir terbuka :
1.    Telah mencapai nilai PV maksimal pada kelompok tingkat jabatan yang bertalian.
2.    Sehat Jasmani rohani.
3.    Tidak sedang dalam proses penjatuhan hukuman disiplin, menjalani hukuman disiplin, atau masih dalam masa pengaruh hukuman disiplin

b.    Pada jalur karir tertutup :
1.    Telah mencapai nilai PV maksimal pada kelompok tingkat jabatan yang bertalian.
2.    Ada formasi jabatan.
3.    Memilki kompetensi, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk jabatan yang bertalian.
4.    Sehat jasmani rohani.
5.    Tidak sedang dalam proses penjatuhan hukuman disiplin, menjalani hukuman disiplin, atau masih dalam masa pengaruh hukuman disiplin.
6.    Lulus seleksi jabatan atau persyaratan lain yang ditetapkan secara khusus oleh Perusahaan.

(3)    Penempatan pada suatu jabatan diprioritaskan pada kandidat yang paling memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk menduduki jabatan dimaksud.

(4)    Dalam hal tidak terdapat kandidat dari internal yang memenuhi syarat untuk menduduki jabatan dimaksud ayat (3) pasal ini, Perusahaan dapat merekrut karyawan baru.

(5)    Perusahaan berkewajiban untuk memberikan induksi atau orientasi jabatan kepada setiap pemangku posisi jabatan manajerial yang baru dengan masa induksi atau orientasi dilakukan untuk paling lama 1 (satu) bulan.

(6)    Pimpinan unit atau atasan langsung berkewajiban untuk memberikan bimbingan dalam pelaksanaan peran dari pemangku posisi.

Pasal 17
Pendidikan dan Pelatihan

(1)    Setiap karyawan berhak dan memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kerja.

(2)    Pendidikan dan pelatihan diberikan kepada setiap karyawan sekurang-kurangnya   1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun khususnya kepada karyawan yang belum pernah mendapatkan pendidikan / pelatihan.

(3)    Bentuk-bentuk pendidikan dan pelatihan yang berlaku di Perusahaan untuk peningkatan kompetensi karyawan dapat berupa :
a.    Pendidikan formal.
b.    Pelatihan penjenjangan.
c.    Penataran, kursus-kursus, seminar, lokakarya, simposium atau pelatihan-pelatihan kejuruan.
d.    Build in Training (BIT).
e.    Pendidikan dan pelatihan lainnya sesuai dengan kebutuhan Perusahaan.

(4)    Pendidikan dan pelatihan diselenggarakan berdasarkan analisis kesenjangan antara tuntutan posisi dan kualifikasi yang dimiliki karyawan atau Training Need Analysis (TNA).

(5)    Pendidikan dan pelatihan dapat dilaksanakan sendiri oleh Perusahaan maupun melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan di luar Perusahaan.

(6)    Perusahaaan secara bersama-sama dengan serikat pekerja dapat melakukan atau mengikutsertakan karyawan dalam pelatihan di bidang ketenagakerjaan, hubungan industrial dan atau perposan.

(7)    Karyawan yang menduduki jabatan manajerial apabila karena dinas ditugaskan oleh Perusahaan untuk mengikuti program pendidikan/pelatihan, diberikan gaji sebagai berikut :
a.      Selama dalam batas waktu program efektif yang ditetapkan oleh lembaga penyelenggara pendidikan, diberikan GAPOK + TUKON + TUGRADE berdasarkan posisi grade terakhir, serta  TUNJAB sesuai dengan tingkat posisi dalam kelompok jabatan terakhir.
b.      Apabila melewati batas waktu program efektif, kepada karyawan yang bersangkutan tidak diberikan TUNJAB terhitung mulai tanggal 1 bulan berikutnya setelah batas waktu program efektif berakhir.

Pasal 18
Promosi

(1)   Promosi dapat dilakukan secara :
a.    Horisontal yaitu promosi secara lateral ke posisi-posisi yang memiliki nilai posisi lebih tinggi pada tingkat posisi yang bertalian.
b.    Vertikal yaitu promosi ke posisi-posisi yang memiliki nilai posisi lebih tinggi pada tingkat posisi yang lebih tinggi.

(2)   Kebijakan promosi tetap mempertimbangkan semua calon potensial secara transparan dengan menggunakan alat ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.

(3)   Dalam hal seorang karyawan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, sedangkan formasi tingkat posisi tidak tersedia, maka promosi diarahkan secara horisontal ke posisi-posisi yang memiliki nilai posisi lebih tinggi.

(4)   Promosi secara vertikal ke tingkat posisi yang lebih tinggi hanya dapat diberikan setingkat lebih tinggi kecuali memenuhi kriteria prestasi luar biasa yang telah diatur dalam sistem penilaian kinerja individu atau untuk kepentingan Perusahaan pada daerah tertentu dapat dilakukan kenaikan tingkat posisi dua tingkat lebih tinggi.

Pasal 19
Rotasi

(1)   Rotasi adalah bentuk penugasan yang diberikan Perusahaan kepada karyawan untuk memperkaya pengalaman dan pengetahuan di bidang posisi lainnya.

(2)   Rotasi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini tidak diikuti oleh kenaikan tingkat posisi.

(3)   Rotasi dapat dilaksanakan apabila :
a.    Dibutuhkan oleh Perusahaan untuk mengisi posisi-posisi kosong.
b.    Diajukan atas permintaan karyawan sepanjang terdapat lowongan formasi.

(4)   Karyawan yang menduduki jabatan manajerial tidak boleh dimutasi menjadi staf pelaksana kecuali karena demosi yang diakibatkan karena tidak cakap berdasarkan penilaian SMKI  atau melakukan pelanggaran disiplin.

Pasal 20
Demosi

(1)   Demosi adalah bentuk pembinaan yang diberikan Perusahaan kepada karyawan untuk melakukan perbaikan dan introspeksi diri.
           
(2)   Demosi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, diberikan dalam bentuk :
a.    Demosi vertikal diikuti oleh penurunan tingkat posisi, nilai posisi dan balas jasa.
b.    Demosi horisontal diikuti oleh penurunan nilai posisi dan balas jasa.

(3)   Demosi dapat dilaksanakan apabila :
a.    Karyawan terbukti melakukan pelanggaran tata tertib dan disiplin kerja.
b.    Karyawan terbukti tidak cakap berdasarkan penilaian kinerja individu dengan kriteria tertentu yang telah diatur dalam Sistem Manajemen Kinerja Individu (SMKI).

Pasal 21

Pengkaryaan  Dan Penugasan Khusus


(1)    Pengkaryaan merupakan salah satu bentuk pengembangan karir karyawan pada posisi-posisi di Badan Afiliasi Perusahaan, yaitu :
a.    Anak Perusahaan PT.Pos Indonesia (Persero).
b.    Perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh PT.Pos Indonesia (Persero).
c.    Dana Pensiun Pos Indonesia dan unit usaha Dana Pensiun Pos Indonesia.
d.    Yayasan Pendidikan Bhakti Pos Indonesia dan unit usaha di luar YPBI.
                            
(2)    Dalam hal pengkaryaan dipandang oleh karyawan dapat merugikan karirnya atau mengurangi hak-hak ketenagakerjaannya yang selama ini diterima di Perusahaan, maka karyawan berhak memilih untuk menerima atau tidak menerima pengkaryaan dimaksud.

(3)    Masa pengkaryaan ditetapkan maksimal selama 6 (enam) tahun dengan ketentuan sebagai berikut :
a.    Masa pengkaryaan pertama selama 3 (tiga) tahun.
b. Apabila masih diperlukan oleh Badan Afiliasi dapat diperpanjang untuk masa 3   (tiga) tahun berikutnya.

(4)    Dalam hal setelah masa pengkaryaan berakhir Badan Afiliasi berkeinginan untuk tetap mempekerjakan karyawan yang bersangkutan, maka kepada karyawan tersebut diberikan pilihan untuk tetap bekerja di Badan Afiliasi dengan berhenti (PHK Atas Permintaan Sendiri) dari Perusahaan atau kembali ke Perusahaan.

(5)    Selain pengkaryaan, Perusahaan dapat menunjuk karyawan melaksanakan tugas khusus (penugasan khusus) pada Badan Afiliasi dengan masa penugasan ditetapkan sesuai dengan kebutuhan Perusahaan.

(6)    Pengaturan syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban karyawan yang dikaryakan atau mendapat penugasan khusus pada Badan Afiliasi ditetapkan dalam pengaturan tersendiri oleh Perusahaan, kecuali hal-hal yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kerja Bersama ini.

Pasal 22

SISTEM MANAJEMEN KINERJA UNIT


(1)   Dalam rangka meningkatkan kinerja Perusahaan dan sebagai dasar untuk memberikan penghargaan kepada unit kerja (Kantor Pusat, SBU, Divisi Regional, UPT), pimpinan unit kerja, dan karyawan atas unit kerjanya, Perusahaan menetapkan Sistem Manajemen Kinerja Unit (SMKU).

(2)   Dalam pelaksanaan SMKU, Perusahaan menetapkan Key Performance Indicator (KPI) masing-masing unit kerja dan Kontrak Manajemen yang menjadi pedoman bagi pimpinan unit kerja dalam menjalankan aktifitas bisnis untuk mencapai sasaran/target kinerja yang ditetapkan oleh Perusahaan.
(3)     Aspek-aspek yang digunakan dalam pengukuran kinerja unit ditetapkan sebagai berikut :


PERSPEKTIF
KPI
RUMUS
SUMBER DATA
Keuangan
Profit Margin
(Realisasi Profit Margin)/ (Profit Margin yang ditargetkan dalam RKA) x 100

Laporan Keuangan/Laporan Kilat, dan Dokumen RKA

Pertumbuhan Pendapatan
(Realisasi Pertumbuhan Pendapatan)/(Pertumbuhan Pendapatan yang ditargetkan dalam RKA) x 100



Operating Ratio
(Operating Ratio yang ditargetkan dalam RKA)/(Operating Ratio) x 100



Collection Period
(Standar Collection Period yang ditargetkan Perusahaan)/(Collection Period) x 100


Pelanggan




Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP)

(Hasil Survey IKP)/(Standar IKP yang ditargetkan Perusahaan) x 100
Survey



Operasi
Kinerja Status
Kiriman      (I-Pos)
(Kinerja Status Kiriman)/ (Standar Kinerja Status Kiriman yang ditargetkan Perusahaan) x 100

I-Pos

Standar Waktu
Penyerahan (SWP)
(Realisasi SWP/Standar SWP yang ditargetkan Perusahaan) x 100

I-Pos
SDM
Jumlah kecurangan yang terjadi
[1 – (Nilai Kerugian Perusahaan atas Kecurangan yang terjadi)/Standar Resiko Nilai Kerugian yang ditetapkan Perusahaan] x 100
Laporan Jumlah Temuan Kecurangan yang terjadi
(4)   Dalam pelaksanaan penilaian kinerja unit didasarkan pada sifat transparansi (terbuka dan terukur)  dan fairness (berdasarkan fakta/data hasil kinerja unit yang bertalian) yang dilakukan melalui input data oleh pemegang jabatan pada unit tersebut atau Komite Kinerja sesuai dengan tingkatan unit kerja.

(5)   Proses penilaian kinerja unit dilakukan secara :
a.    Triwulanan
Periode penilaian dilakukan setiap 3 (tiga) bulan (triwulanan) yaitu pada setiap akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
b.    Tahunan
Penilaian tahunan adalah penilaian secara akumulatif yang merupakan gabungan penilaian triwulan I, II, III, dan IV.

(6)      Hasil penilaian kinerja unit periode triwulanan digunakan sebagai dasar perhitungan untuk pemberian Tunjangan Kinerja Unit (TKU) dan hasil penilaian tahunan  digunakan sebagai dasar peninjauan karir, remunerasi dan UPT terbaik.

Pasal 23

SISTEM MANAJEMEN KINERJA INDIVIDU


(1)   Untuk mendorong perilaku kerja karyawan dan sebagai alat pengendali karyawan kearah pencapaian tujuan unit dan tujuan Perusahaan, Perusahaan menetapkan Sistem Manajemen Kinerja Individu (SMKI)

(2)   Dalam pelaksanaan SMKI, Perusahaan menetapkan KPI Individu yang dibedakan dalam 2 (dua) jenis, yaitu :
a.    KPI Individu Struktural
Penilaian didasarkan pada job description (tugas pokok dan fungsi) masing-masing individu (karyawan) yang ditetapkan oleh Perusahaan.
b.    KPI Individu Non Struktural
Penilaian didasarkan pada job description yang ditentukan oleh atasan langsung dengan aspek yang dinilai meliputi:


KPI
RUMUS/INDIKATOR
1. Kuantitas
    kerja
(Jumlah Pekerjaan yang diselesaikan pada waktunya/Jumlah Pekerjaan) x 100
2. Kualitas
    kerja
(1)   [1-(Jumlah Hari Kejadian ditemukannya Kesalahan/60) ]  x 100

(2)   [1-(Jumlah laporan tidak tepat waktu/Jumlah laporan)]  x 100

(3)    [1-(Jumlah pertanyaan dan keluhan pelanggan yang tidak terselesaikan tepat waktu /Jumlah pertanyaan dan keluhan pelanggan)] x 100
3. Tingkat
    kehadiran
(Jumlah hari kerja karyawan/Jumlah hari kerja karyawan menurut jadual) x 100

(3)   Khusus untuk Kepala SBU, Kepala Divisi Regional dan Ka.UPT, nilai KPI individu didasarkan atas nilai KPI unit dalam SMKU.

(4)  Pelaksanaan penilaian kinerja individu dilakukan secara :
a.    Self assesment, yakni penilaian dilakukan oleh karyawan sendiri dengan cara melakukan infut data (hasil pekerjaan yang terukur) yang divalidasi oleh atasan langsung.
b.    Transparant, penilaian dilakukan secara terbuka dan terukur.
c.    Fairnes, penilaian dilakukan berdasarkan fakta/data yang merupakan hasil kinerja karyawan.

(5)   Proses penilaian kinerja individu dilakukan secara :
a.    Triwulanan
Periode penilaian dilakukan setiap 3 (tiga) bulan yaitu pada setiap akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
b.    Tahunan
Penilaian tahunan adalah penilaian secara akumulatif yang merupakan gabungan penilaian triwulan I, II, III, dan IV.

(6)   Hasil penilaian kinerja individu periode triwulanan digunakan sebagai dasar perhitungan untuk pemberian Tunjangan Kinerja Individu (break down dari Tunjangan Kinerja Unit) dan hasil penilaian tahunan digunakan sebagai dasar peninjauan karir dan remunerasi karyawan yang bersangkutan.



BAB V
WAKTU KERJA DAN LEMBUR

Pasal 24

Hari Kerja, Jam Kerja dan Istirahat Kerja


(1)   Hari dan jam kerja di Perusahaan, dikelompokan menjadi :
a.    Hari dan jam kerja pekerja :
1.    Hari kerja di Kantor Pusat dan Kantor Divisi Regional ditetapkan 5 (lima) hari kerja mulai hari Senin s/d Jumat dengan ketentuan jam kerja produktif dalam seminggu adalah 39,5 jam (tiga puluh sembilan koma lima) dengan jumlah jam kerja produktif satu hari adalah 7 (tujuh) jam atau 8 (delapan) jam.
2.    Hari kerja UPT adalah 6 (enam) hari kerja mulai hari Senin s/d Sabtu dengan ketentuan jam kerja produktif dalam seminggu adalah 39,5 (tiga puluh sembilan koma lima) jam dengan jumlah jam kerja produktif satu hari adalah 7 (tujuh) jam atau 8 (delapan) jam.
3.    Waktu istirahat pekerja ditetapkan 1 (satu) jam sehari dan waktu untuk sholat Jumat disesuaikan dengan kondisi setempat.
b.    Hari dan jam kerja operasional kantor :


UPT
:
Disesuaikan dengan jam pelayanan publik dan jadwal N-22 UPT yang bertalian dari hari Senin s/d Sabtu.
Untuk operasional pada hari Minggu, pengaturannya diatur UPT setempat dengan pola shifting atau pengaturan jadual kerja karyawan. Dalam hal karyawan dipekerjakan pada hari Minggu maka dibayarkan upah kerja lembur dan hari liburnya ditetapkan pada keesokan harinya atau hari tertentu.
Kantor Divre
:
Jam 08.00 s/d jam 17.00 waktu setempat dari hari Senin s/d Jumat.
Kantor Pusat
:
Jam 08.00 s/d jam 17.00 waktu setempat dari hari Senin s/d Jumat.

c.    Hari dan jam pelayanan publik
1.    Jam pelayanan publik untuk UPT ditetapkan jam 07.00 s.d. 22.00 yang dibagi dalam 2 (dua) shift dari hari Senin s.d. Sabtu.
2.    Hari dan jam pelayanan publik untuk UPT dapat ditetapkan berbeda oleh Kadivre dengan mempertimbangkan kapasitas operasional (CPTD), kondisi geografis setempat, kebutuhan bisnis, efisiensi dan efektivitas serta produktivitas kerja dan dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan ketentuan hari kerja UPT sebagaimana ditetapkan dalam hari dan jam kerja pekerja.

(2)   Jam kerja selama bulan suci Ramadhan diatur oleh Perusahaan.

Pasal 25

Kerja dan Upah Lembur


(1)     Perhitungan upah lembur diatur dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2)   Komponen upah sebagai dasar perhitungan Tarif Upah Lembur (TUL) adalah gaji  (gaji pokok dan tunjangan tetap) dengan rumus: 1/173 X gaji.

(3)   Besarnya  upah  lembur untuk  tiap jam kerja diatur menurut ketentuan sebagai berikut :

HARI KERJA
LIBUR MINGGUAN DAN LIBUR RESMI
Jam ke 1        = 1,5 x TUL
Jam ke 1 s.d. 7 = 2 x TUL
Jam ke 2 dst  =  2 x TUL




(4)   Karyawan yang melakukan kerja lembur sekurang-kurangnya 3 (tiga) jam terus menerus diberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori senilai uang sebesar Rp 10.000,00 (sepululuh ribu rupiah) terhitung mulai 1 Januari 2012.

(5)   Ketentuan ayat (3) dan (4) Pasal ini tidak berlaku bagi karyawan yang pada hari libur mendapat giliran bekerja sesuai dengan pengaturan kerja shifting.




BAB VI
KETIDAKHADIRAN

Pasal 26

Hari Libur Resmi


(1)   Hari libur adalah hari tidak masuk kerja yang ditetapkan oleh Pemerintah atau Perusahaan di luar hari kerja sebagaimana dimaksud Pasal 23.

(2)   Perusahaan memberikan istirahat kepada karyawan pada hari­-hari libur resmi tersebut dengan tetap mendapatkan gaji.

(3)   Perusahaan dapat mempekerjakan karyawan pada hari-hari libur resmi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dengan ketentuan apabila jenis dan sifat pekerjaan harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara karyawan dengan Perusahaan.

(4)   Kepada karyawan yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini diberikan upah lembur meskipun jam kerja produktif pada hari libur resmi tersebut kurang dari 7 (tujuh) atau 8 (delapan) jam dalam satu hari.

Pasal 27

Cuti Dan Masa Ketidakhadiran Lainnya


(1)   Perusahaan memberikan hak cuti kepada karyawan apabila telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

(2)   Cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini terdiri atas :
a.    Cuti tahunan (cth).
b.   Cuti bersama (cbm).
c.    Cuti besar (cbs).
d.    Cuti sakit (csk).
e.    Cuti bersalin (cbsl).
f.     Cuti karena gugur kandungan (cgk).
g.    Cuti haid (chd).
h.    Cuti karena alasan penting (ckap).
i.     Cuti di luar tanggungan Perusahaan (cltp).
(3)   Masa ketidakhadiran lainnya terdiri atas :
a.    Mangkir tidak sah (mts).
b.    Masa ditahan pihak berwajib (mdpb).
c.    Masa hilang (mhl).
d.    Masa skorsing (mskr).
e.    Masa dirumahkan (mdrk).

Pasal 28

Cuti Tahunan


(1)     Cuti tahunan diberikan kepada karyawan apabila telah memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sejak diangkat menjadi calon karyawan.

(2)     Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja setiap tahun.

(3)     Cuti tahunan dapat dijalani sekaligus atau sebagian sekurang­-kurangnya 1 (satu) hari kerja.

(4)     Perusahaan karena kepentingan dinas dapat menunda atau menangguhkan cuti tahunan dengan ketentuan penundaan cuti tahunan tersebut tidak boleh lebih dari 6 (enam) bulan terhitung sejak lahirnya hak cuti tahunan.

(5)     Cuti tahunan yang dijalani di tempat yang jauh dari tempat kedudukan dan atau perhubungannya sulit, diberikan tambahan untuk perjalanan pulang pergi sebanyak hari yang diperlukan dan paling lama 14 (empat belas) hari kalender.

(6)     Kepada karyawan yang mempunyai hak cuti tahunan diberikan uang cuti tahunan sebesar 2 (dua) kali gaji pokok yang tercantum dalam Peraturan Gaji Pokok (PGP).

(7)     Dengan diberikannya uang cuti tahunan maka bagi karyawan yang tidak menjalani sisa hak cuti tahunan dalam tahun bertalian dan bukan ditangguhkan karena alasan dinas, cuti tahunan tersebut dianggap telah dijalani (hilang).

(8)     Karyawan yang diberhentikan oleh Perusahaan karena pelanggaran tata tertib dan disiplin kerja, apabila memiliki hak cuti tahunan yang belum dijalani dan atau belum mendapat uang cuti tahunan, berhak mendapat uang cuti tahunan yang besarnya sesuai dengan ketentuan dimaksud ayat (6) Pasal ini.

 

Pasal 29

Cuti Bersama


(1)     Pada prinsipnya Perusahaan dapat memberlakukan cuti bersama sesuai dengan  jumlah hari yang ditetapkan oleh pemerintah.

(2)     Pelaksanaan cuti bersama pengaruhnya terhadap hak cuti tahunan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3)     Karyawan yang masuk bekerja pada hari cuti bersama diberikan uang insentif yang besarnya ditetapkan sebagai berikut :

a.    Grade 17 s.d. 14       
b.    Grade 13 s.d. 10
c.    Grade 9 s.d. 6     
d.    Grade 5 s.d. 1     
Rp
Rp
Rp
Rp
25.000,00
30.000,00
35.000,00
40.000,00

Pasal 30

Cuti Besar


(1)   Karyawan yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus sejak diangkat menjadi calon karyawan, berhak atas cuti besar, dengan ketentuan hak cuti besar diberikan selama 3 (tiga) bulan setiap 6 (enam) tahun sekali atau setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

(2)   Cuti besar dijalani dalam kelipatan bulan dan dapat dijalani sekaligus atau sebagian sesuai dengan jumlah hak cuti besar yang dimiliki dengan minimal 1 (satu) bulan untuk berbagai keperluan sesuai dengan kebutuhan karyawan.

(3)   Karyawan yang menjalani cuti besar termasuk cuti besar yang bersambungan dengan MPP berhak atas cuti tahunan.

(4)   Hal yang tidak dapat diperhitungkan sebagai masa kerja untuk menetapkan hak               cuti besar adalah cuti di luar tanggungan Perusahaan.

(5)   Dalam hal karyawan menjelang MPP atau berhenti sebelum batas usia pensiun normal dan belum diberikan uang cuti besar sesuai dengan haknya, maka kepada karyawan tersebut diberikan akumulasi uang cuti besar sebesar satu kali gaji      (gaji pokok + tunjangan tetap) posisi bulan terakhir sebelum menjalani cuti besar dikalikan jumlah cuti besar  yang dimiliki selama masa kerja, baik cuti besar  tersebut telah dijalani maupun belum dijalani.

(6)   Hak untuk menjalani cuti besar dimaksud ayat (5) Pasal ini harus dijalani di rumah sampai memasuki waktu MPP.

(7)   Dalam hal karyawan tetap dipekerjakan terus karena kompetensi dan atau pengalamannya sangat dibutuhkan oleh perusahaan, maka hak uang cuti besarnya dibayarkan secara bulanan sebesar 1 (satu) kali gaji setiap bulannya sampai dengan masa dipekerjakan terus dimaksud berakhir.

(8)   Apabila setelah masa dipekerjakan terus sebagaimana dimaksud ayat (7) di atas berakhir dan masih mempunyai sisa cuti besar, maka kepadanya dibayarkan  uang cuti besar sekaligus sebesar sisa cuti besar dikalikan satu kali gaji  (gaji pokok + tunjangan tetap) posisi bulan terakhir.

(9)   Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (7) pasal ini dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara karyawan dengan Perusahaan.

(10)Karyawan yang diberhentikan/PHK oleh Perusahaan karena pelanggaran tata tertib dan disiplin kerja, apabila memiliki hak cuti besar  selama masa kerjanya, berhak mendapat penggantian uang cuti besar  yang besarnya satu kali gaji pokok dikalikan jumlah cuti besar  yang dimiliki, baik cuti besar tersebut telah dijalani atau belum dijalani.

Pasal 31

Cuti Sakit


(1)   Karyawan yang menderita sakit berhak atas cuti sakit.

(2)   Karyawan yang tidak masuk bekerja karena sakit harus memberitahukan kepada atasan langsung pada hari pertama menderita sakit atau hari berikutnya apabila keadaannya tidak memungkinkan, dengan ketentuan :
a.    Apabila sakit tidak lebih dari 2 (dua) hari kerja, pemberitahuan dilakukan secara lisan atau tertulis.
b.    Apabila sakit 3 (tiga) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari dan perpanjangannya sampai dengan 30 (tiga puluh) hari atau 1 (satu) bulan, harus segera memberitahukan kepada atasan langsung dengan melampirkan surat keterangan dokter yang menyatakan perlunya cuti sakit.
c.    Apabila sakit lebih dari 1 (satu) bulan sampai paling lama 2 (dua) tahun, setiap bulan harus menyerahkan surat keterangan dokter yang menyatakan perlunya perpanjangan cuti sakit.

(3)   Karyawan yang telah menjalani cuti sakit selama 1 (satu) tahun tetapi belum sembuh, harus diajukan oleh Perusahaan ke dokter Majelis Pengujian Kesehatan Pegawai (MPKP) setempat atau rumah sakit yang ditunjuk oleh Perusahaan dengan biaya ditanggung penuh oleh Perusahaan.

(4)   Apabila berdasarkan hasil pengujian dokter MPKP atau rumah sakit yang ditunjuk oleh Perusahaan, dinyatakan :
a.    Memenuhi syarat kesehatan untuk bekerja, maka karyawan yang berasngkutan harus segera bekerja kembali.
b.    Tidak memenuhi syarat untuk bekerja, diberhentikan dengan hormat karena uzur jasmani/rohani.
c.    Masih memerlukan pengobatan/perawatan, dapat diberikan perpanjangan cuti sakit dengan ketentuan 6 (enam) bulan setelah pengujian kesehatan yang pertama, yang bersangkutan harus diajukan kembali ke dokter MPKP atau rumah sakit yang ditunjuk oleh Perusahaan untuk pengujian kesehatan yang kedua.

(5)   Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan yang kedua dimaksud ayat (4) huruf c Pasal ini karyawan yang bersangkutan dinyatakan :
a.    Memenuhi syarat kesehatan untuk bekerja, maka karyawan yang berasngkutan harus segera bekerja kembali.
b.    Tidak memenuhi syarat untuk bekerja, diberhentikan dengan hormat karena uzur jasmani/rohani.
c.    Masih memerlukan pengobatan/perawatan, dapat diberikan perpanjangan cuti sakit paling lama 6 (enam) bulan, bila tidak sembuh setelah 2 (dua) tahun menjalani cuti sakit, maka diberhentikan karena  uzur jasmani/rohani.

(6)   Karyawan yang menjalani cuti sakit karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat hubungan kerja, tidak dapat diberhentikan oleh Perusahaan, kecuali atas permintaan sendiri.

(7)   Karyawan yang tidak dapat melakukan pekerjaan karena sakit biasa secara terus-menerus sampai mencapai 2 (dua) tahun, diberikan gaji sebagai berikut :
a.    Untuk 1 (satu) tahun  pertama yang dihitung sejak menderita sakit, dibayar   GAPOK + TUKON + TUGRADE + TUNJAB.
b.    Untuk 1 (satu) tahun kedua sebelum pemutusan hubungan kerja, dibayar  GAPOK + 75% TUKON + 75% TUGRADE + 75 % TUNJAB.

(8)   Karyawan yang tidak dapat melakukan pekerjaan karena sakit secara terus-menerus akibat kecelakaan kerja atau sakit secara terus-menerus yang dikategorikan sakit akibat kerja, diberikan gaji berdasarkan tarif yang sesuai dengan grade sebelumnya, dengan ketentuan sebagai berikut :
a.    Untuk 2 (dua) tahun pertama yang dihitung sejak menderita sakit, dibayar  GAPOK + TUKON + TUGRADE + TUNJAB.
b.    Untuk 1 (satu) tahun ketiga, dibayar sebesar GAPOK + 75% TUKON + 75 % TUGRADE + 75 % TUNJAB.
c.    Untuk 1 (satu) tahun keempat, dibayar sebesar GAPOK + 50 % TUKON + 50% TUGRADE + 50 % TUNJAB.
d.    Untuk tahun kelima dan seterusnya, dibayar sebesar GAPOK + 25 % TUKON + 25% TUGRADE + 25 % TUNJAB.

Pasal 32

Cuti Bersalin


(1)   Cuti bersalin diberikan kepada karyawan perempuan yang telah menikah secara sah untuk setiap kali persalinan masing-masing selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

(2)   Karyawan perempuan yang melaksanakan cuti bersalin berhak atas cuti tahunan dalam tahun yang bertalian.

(3)   Karyawan perempuan yang telah menjalani cuti bersalin, sampai dengan usia anaknya 2 (dua) tahun, dapat diberikan kesempatan meninggalkan tugas untuk keperluan menyusui anaknya paling lama 1 (satu) jam setiap hari.

Pasal 33

Cuti Sakit Karena Gugur Kandungan


Karyawan perempuan yang sudah menikah secara sah kemudian mengalami gugur kandungan, berhak cuti sakit selama 45 (empat puluh lima) hari kalender atau sesuai dengan surat keterangan dokter atau bidan.

 

Pasal 34

Cuti Haid


Kepada karyawan perempuan yang mengalami sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya, berhak untuk tidak masuk bekerja dan harus memberitahukan kepada atasannya.

Pasal 35

Cuti Karena Alasan Penting


(1)   Kepada karyawan dan calon karyawan, dapat diberikan cuti karena alasan penting untuk keperluan :
a.    Menyelesaikan masalah keluarga yang sakit keras yaitu ibu/bapak, istri/suami, anak, cucu dan  mertua.
b.    Menyelesaikan masalah keluarga yang meninggal dunia yaitu ibu/bapak, istri/suami, anak, adik, kakak, mertua, menantu, kakek/nenek dan cucu.
c.    Mengurus istri yang melahirkan.
d.    Mengurus warisan peninggalan orang tua.
e.    Mempersiapkan/melangsungkan pernikahan pertama dan pernikahan kedua atau seterusnya bagi karyawan yang berstatus janda/duda.
f.     Menempuh ujian sekolah atau kursus yang diselenggarakan dan atau diakui oleh Departemen Pendidikan Nasional.
g.    Menikahkan anak, menghitankan anak, membaptiskan anak dan potong gigi anak yang berkaitan dengan ritual keagamaan.
h.    Mengikuti upacara wisuda bagi karyawan, isteri/suami atau anak.
i.     Tidak dapat masuk bekerja dikarenakan adanya peristiwa yang bersifat force majeure seperti bencana alam atau huru-hara.
j.     Pertama kali melaksanakan ibadah haji atau ibadah wajib bagi pemeluk agama lainnya.
k.    Tidak dapat masuk bekerja karena ditahan oleh pihak yang berwajib sehubungan dengan kecelakaan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69.
l.     Mengikuti kegiatan keagamaan, seni budaya, olah raga dan kegiatan lainnya atas penugasan serta untuk kepentingan Perusahaan atau negara (pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota).

(2)   Lamanya cuti karena alasan penting diberikan secara proporsional dengan memperhatikan kondisi objektif waktu yang dibutuhkan untuk keperluan cuti tersebut dan kepentingan dinas, dengan ketentuan :
a.    Maksimal 6 (enam) hari kerja untuk keperluan dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan i Pasal ini.
b.    Maksimal 2 bulan untuk keperluan dimaksud pada ayat (1) huruf j Pasal ini.
c.    Maksimal 6 (enam) bulan karena alasan untuk keperluan dimaksud pada ayat (1) huruf k Pasal ini.
d.    Maksimal 1 (satu) tahun untuk keperluan dimaksud pada ayat (1) huruf  l Pasal ini.

(3)   Dalam hal karyawan mengajukan Cuti Karena alasan Penting harus didukung dengan bukti administratif dari pihak yang berwenang.

Pasal 36

Cuti di Luar Tanggungan Perusahaan


(1)   Cuti di luar tanggungan Perusahaan diberikan kepada karyawan yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun secara terus menerus.

(2)   Cuti di luar tanggungan Perusahaan dapat diberikan apabila :
a.    Kepentingan dinas mengijinkan.
b.    Alasan keperluannya dapat diterima oleh pejabat yang berwenang.

(3)   Lamanya cuti di luar tanggungan Perusahaan minimal 1 (satu) tahun maksimal      5 (lima) tahun dan dijalani pada awal bulan.

(4)   Cuti diluar tanggungan Perusahaan hanya dapat dijalani 1 (satu) kali selama masa kerja baik dijalani selama 1 (satu) tahun atau dijalani/diperpanjang sampai dengan 5 (lima) tahun secara berturut-turut.

(5)   Minimal 3 (tiga) bulan sebelum cuti di luar tanggungan Perusahaan berakhir, karyawan harus melaporkan diri ke Perusahaan, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    Apabila karyawan melaporkan diri dan meminta perpanjangan cuti,  diberikan perpanjangan cuti di luar tanggungan Perusahaan sampai maksimal 5 (lima) tahun yang dihitung dari sejak karyawan yang bersangkutan menjalani cuti di luar tanggungan Perusahaan.
b.    Apabila karyawan melaporkan diri dan meminta berhenti, maka diberhentikan atas permintaan sendiri (PHK atas permintaan sendiri).
c.    Apabila karyawan melaporkan diri dan meminta bekerja, maka karyawan tersebut diangkat kembali menjadi karyawan Perusahaan.

(6)   Karyawan yang telah selesai menjalani cuti di luar tanggungan Perusahaan sebagaimana dimaksud ayat (5) butir c pasal ini, dipekerjakan kembali oleh Perusahaan pada awal bulan berikutnya setelah selesai menjalani cuti di luar tanggungan Perusahaan.
(7)   Dalam hal sampai cuti di luar tanggungan Perusahaan berakhir karyawan tidak melaporkan diri, maka dianggap mengundurkan diri dan diberhentikan dengan jenis PHK Karena Mangkir Tidak Sah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 152.

(8)   Karyawan yang menjalani cuti di luar tanggungan Perusahaan tidak berhak menerima gaji dan hak-hak kepegawaian lainnya.

Pasal 37

Mangkir Tidak Sah


(1)   Karyawan yang tidak masuk bekerja tanpa alasan atau tidak dapat mempertanggungjawabkan ketidakhadirannya, bukan karena hilang atau ditahan pihak yang berwajib, dinyatakan mangkir tidak sah.

(2)   Mangkir tidak sah tidak  dapat dikompensasikan dengan cuti.

(3)   Karyawan yang dinyatakan mangkir tidak sah, dikenakan potongan gaji untuk setiap hari mangkir sebesar 1/20 (satu per dua puluh) dari gaji.

(4)   Karyawan yang melakukan mangkir tidak sah selama 5 (lima) hari kerja atau lebih secara berturut-turut, tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali, dikualifikasikan mengundurkan diri.

Pasal 38

Masa Ditahan Pihak Berwajib


(1)   Karyawan yang tidak dapat masuk bekerja karena ditahan pihak berwajib, dinyatakan sebagai masa ditahan pihak berwajib kecuali karyawan dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k.

(2)   Masa ditahan oleh pihak berwajib hanya diakui oleh Perusahaan selama maksimal  6 (enam) bulan.

(3)   Karyawan yang ditahan pihak berwajib  karena diduga melakukan tindak pidana atas pengaduan ataupun bukan atas pengaduan Perusahaan, maka Perusahaan tidak wajib membayar gajinya,  namun kepada keluarga yang menjadi tanggungan karyawan dibayarkan bantuan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.    Untuk 1 (satu) orang tanggungan : GAPOK + 25 % TUKON + 25% TUGRADE + 25 % TUNJAB.
b.    Untuk 2 (dua) orang tanggungan : GAPOK  + 35 % TUKON + 35% TUGRADE + 35 % TUNJAB.
c.    Untuk 3 (tiga) orang tanggungan : GAPOK  + 45 % TUKON + 45% TUGRADE + 45 % TUNJAB.
d.    Untuk 4 (empat) orang atau lebih tanggungan : GAPOK + 50 % TUKON + 50% TUGRADE +  50 % TUNJAB.

(4)   Tarif TUKON + TUGRADE dan TUNJAB sebagaimana dimaksud ayat (3)  Pasal ini adalah berdasarkan tarif sesuai gaji posisi terakhir.

Pasal 39
Masa Hilang

(1)   Karyawan yang tidak masuk bekerja dan dinyatakan hilang oleh pihak berwajib, ditetapkan sebagai masa hilang.

(2)   Masa hilang hanya diakui oleh Perusahaan selama maksimal 1 (satu) tahun.

(3)   Karyawan yang dinyatakan hilang oleh pihak berwajib, maka sejak dinyatakan hilang kepada keluarganya diberikan gaji sebagai berikut :
a.    Untuk 4 (empat) bulan pertama : GAPOK + TUKON + TUGRADE + TUNJAB.
b.    Untuk 4 (empat) bulan kedua :  GAPOK + 75% TUKON + 75% TUGRADE + 75% TUNJAB.
c.    Untuk 4 (empat) bulan ketiga:  GAPOK + 50% TUKON + 50% TUGRADE + 50% TUNJAB.

(4)   Tarif TUKON + TUGRADE dan TUNJAB sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini, adalah berdasarkan tarif sesuai dengan gaji posisi terakhir.

Pasal 40
Masa Skorsing

(1)   Karyawan yang tidak masuk bekerja karena diskorsing, ditetapkan sebagai masa skorsing.

(2)   Masa skorsing ditetapkan oleh Perusahaan dengan jangka waktu sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 142 ayat (3).

(3)   Karyawan yang dikenakan skorsing berhak atas : GAPOK + TUKON + TUGRADE + TUNJAB sesuai dengan gaji posisi terakhir.

Pasal 41
Masa Dirumahkan

(1)   Karyawan yang tidak masuk bekerja karena dirumahkan, ditetapkan sebagai masa dirumahkan.

(2)   Karyawan yang dirumahkan dalam proses penetapan PHK karena rasionalisasi, diberikan gaji dan hak-hak kepegawaian lainnya yang biasa diterima.

(3)   Karyawan yang sedang menjalani cuti khusus sebagai masa dirumahkan bersambungan dengan pensiun diberikan gaji dan hak-hak kepegawaian lainnya sesuai ketentuan yang berlaku dalam Program Cuti Khusus Bersambungan Dengan Pensiun.

BAB VII
BALAS JASA

Pasal 42

Bentuk-Bentuk Balas Jasa


Perusahaan memberikan balas jasa kepada karyawan berupa :
a.    Upah.
b.    Benefit.
c.    Imbalan Pasca Kerja.

Pasal 43

Prinsip-Prinsip Pengupahan


(1)   Prinsip-prinsip dasar balas jasa, sebagai berikut :
a.    Berbasis 3-P yaitu Person (orang), Position (posisi atau jabatan) dan Performance (kinerja)
b.    Equity (keadilan), artinya karyawan diberi imbal jasa sesuai dengan level posisi atau bobot tanggung jawab dan kontribusi kinerja.
c.    Mendukung pencapaian sasaran Perusahaan, artinya merupakan bagian yang komprehensif dari perencanaan Perusahaan, mampu meningkatkan kinerja Perusahaan dan meningkatkan kompetensi karyawan.
d.    Kompetitif, artinya menarik bagi pasar tenaga kerja potensial, mampu memotivasi dan memelihara karyawan yang berkinerja baik.

(2)   Perusahaan mengatur sistem balas jasa untuk karyawan dengan administrasi yang lebih sederhana dan dapat dijadikan alat untuk membentuk sikap dan perilaku kerja karyawan sesuai dengan strategi Perusahaan.




BAB VIII
PENGUPAHAN

Pasal 44
Komponen Upah

Perusahaan memberikan upah kepada karyawan berupa :
a.   Gaji yang terdiri dari gaji pokok dan tunjangan tetap, yakni Tunjangan Konjungtur (TUKON), Tunjangan Grade (TUGRADE) dan Tunjangan Jabatan (TUNJAB).
b.   Tunjangan tidak tetap yakni Tunjangan Kinerja dan Bonus.


Pasal 45
Gaji Pokok

(1)   Gaji pokok selanjutnya disebut GAPOK adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada karyawan setiap bulan menurut grade dan bersifat tetap yang dipakai sebagai dasar perhitungan dalam menentukan besaran jaminan hari tua (pensiun dan asuransi).

(2)   Besaran gaji pokok ditetapkan oleh Perusahaan dalam bentuk tabel berdasarkan grade, masa kerja grade/ruang gaji yang dimiliki karyawan.

(3)   Kenaikan gaji pokok, disebabkan oleh :
a.    Kenaikan gaji pokok berkala.
b.    Kenaikan skala gaji pokok (perubahan PGP).

(4)   Kenaikan gaji pokok berkala dimaksud ayat (3) huruf a Pasal ini diberikan setiap    2 (dua) tahun sekali dari masa kerja grade awal sampai dengan masa kerja grade akhir berdasarkan tabel gaji.

(5)   Kenaikan skala gaji pokok (perubahan PGP) dimaksud ayat (3) huruf b Pasal ini, dilakukan maksimal setiap 2 (dua) tahun sekali dengan besaran kenaikan memperhatikan disparitas atas masa kerja grade dan grade serta kemampuan Perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak ketiga (Past Service Liability) sebagai dampak dari perubahan PGP tersebut.

(6)   Kenaikan Gaji pokok Berkala tidak berpengaruh terhadap komponen gaji lainnya.

Pasal 46
TUNJANGAN KONJUNGTUR

(1)   Tunjangan Konjungtur selanjutnya disebut TUKON dimaksudkan sebagai bantuan pemenuhan atas biaya hidup karyawan di suatu daerah tempat bekerjanya.

(2)   Formulasi TUKON ditetapkan sebagai berikut : Nilai TUKON = Tarif TUKON + Nilai Suskel

(3)   Tarif TUKON ditetapkan oleh Perusahaan berdasarkan besaran UMK/UMP murni masing-masing daerah yang dilaksanakan terhitung mulai bulan September 2011.

(4)   Perubahan Tarif TUKON setiap tahun dilakukan setiap awal Triwulan ke II tahun berjalan sesuai dengan perubahan besaran UMK/UMP masing-masing daerah pada tahun berjalan.

(5)   Dalam hal di suatu daerah atau provinsi terdapat UMK dan UMP, maka yang dijadikan dasar dalam penetapan tarif dasar adalah besaran UMK.

(6)   Tarif TUKON untuk calon karyawan ditetapkan 80% (delapan puluh persen) dari Tarif TUKON.

(7)   Nilai Suskel terdiri dari jumlah susunan keluarga dikalikan tarif Suskel.

(8)   Tarif Suskel s.d. Agustus 2011 ditetapkan sebesar Rp 90.000,00 (sembilan puluh ribu rupiah) dan mulai bulan September 2011 dinaikkan menjadi sebesar             Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah).

(9)   Untuk daerah dengan tarif TUKON yang sudah terlanjur lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan secara murni sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) Pasal ini, maka digunakan tarif yang ditetapkan sebelumnya, sampai tarif TUKON tersebut sesuai dengan besaran UMK/UMP daerahnya untuk tahun bertalian.

(10)Jumlah Suskel yang menjadi tanggungan Perusahaan ditetapkan 1 (satu) orang istri/suami dengan jumlah anak maksimal 3 (tiga) kali persalinan.

(11)Usia anak yang menjadi tanggungan Perusahaan ditetapkan sebagai berikut :
a.    Usia s.d. 21 tahun, apabila belum pernah menikah dan belum berpenghasilan (belum bekerja).
b.    Usia di atas 21 tahun s.d. 25 tahun, apabila belum pernah menikah, belum berpenghasilan (belum bekerja) dan masih sekolah/kuliah.

(12)Bagi karyawan Perusahaan yang berstatus suami isteri, maka penetapan status kawin diberikan kepada salah satu pihak yang lebih menguntungkan atau sesuai dengan permintaan karyawan.

(13)Bagi karyawan yang akan menjalani pensiun dapat memindahkan status kawinnya kepada isteri/suami yang masih aktif bekerja di Perusahaan dengan ketentuan statusnya dalam Surat Keputusan Pemberhentian dinyatakan sebagai tidak kawin atau menanggung keluarga (bujangan).

(14)Bagi karyawan yang sudah menjalani masa pensiun dengan status kawin atau berkeluarga, tidak dapat memindahkan status kawin atau jaminan pemberian benefit kepada keluarganya kepada isteri/suami yang masih aktif.

(15)Pengalihan susunan keluarga dimaksud ayat (13) Pasal ini juga dapat dilakukan apabila pensiunnya adalah pensiun sekaligus/putus.

 

Pasal  47

Tunjangan Grade


(1)   Tunjangan Grade (TUGRADE) diberikan kepada karyawan dengan tarif sesuai grade masing-masing karyawan.

(2)   Tarif TUGRADE ditetapkan berdasarkan grade terendah sampai tertinggi.

(3)   TUGRADE bagi calon karyawan diberikan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari tarif.

(4)   Yang tidak berhak mendapat TUGRADE adalah karyawan yang menjalani cuti di luar tanggungan Perusahaan (CLTP).

Pasal  48

Tunjangan Jabatan


(1)     Tunjangan Jabatan (TUNJAB) diberikan sebagai balas jasa kepada karyawan atas tanggungjawab, tingkat kompetensi  dan wewenang yang melekat padanya karena menduduki suatu posisi dalam kelompok jabatan yang menjalankan organisasi Perusahaan.

(2)     Tingkatan jabatan dalam organisasi Perusahaan ditetapkan secara banding dan atau broad banding sesuai penilaian posisi berdasarkan ketentuan yang berlaku sehingga setiap banding/broad banding nilai posisi dihargai dengan tarif TUNJAB.

(3)     Tarif TUNJAB untuk tiap tingkat posisi ditetapkan secara broad banding dari tarif dasar menuju tarif tertinggi.

(4)     Pemberian tarif TUNJAB dari tarif rendah ke tarif yang lebih tinggi selain didasarkan pada kenaikan tingkat jabatan yang dipangku karyawan juga didasarkan pada penilaian kinerja individu karyawan yang bertalian.

(5)     Sebelum sistem tentang penilaian jabatan secara broad banding diterapkan, maka tarif TUNJAB diberikan sesuai dengan tingkat posisi karyawan dalam kelompok jabatan yang terdiri dari jabatan manajerial struktural dan manajerial fungsional.

(6)     Pemberian tafif TUNJAB kepada karyawan dari tarif terendah menunju ke tarif yang lebih tinggi didasarkan pada kenaikan tingkat posisi dalam kelompok jabatan.

(7)     Karyawan yang mulai menjalani cuti besar (cbs) bersambungan Masa Persiapan Pensiun (MPP) diberikan GAPOK + TUKON + TUGRADE berdasarkan tarif grade dan bagi karyawan yang menduduki posisi jabatan manajerial (struktural/fungsional) maka TUNJAB dibayar berdasarkan tarif kelompok jabatan terakhir yang didudukinya.

(8)     Karyawan yang menjalani Masa Persiapan Pensiun (MPP), dibayarkan gaji terhitung tanggal 1 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa cuti besar (cbs) yang bersambungan dengan MPP, sebagai berikut : GAPOK + TUKON + TUGRADE berdasarkan tarif pada grade terakhirnya, serta bagi karyawan yang menduduki posisi jabatan manajerial (struktural/funsional)  maka TUNJAB dibayarkan sesuai dengan kelompok jabatan  fungsional.

(9)     Karyawan yang menduduki staf pelaksana, apabila karena dinas ditugaskan menjabat sebagai pejabat sementara pada posisi jabatan manajerial dan diberikan wewenang serta tanggungjawab penuh pada jabatan tersebut melebihi 1 (satu) bulan, berhak menerima TUNJAB berdasarkan tarif yang sesuai dengan tingkat posisi dalam kelompok jabatan sementara yang didudukinya pada rentang terendah dalam jabatan tersebut.

(10)  Karyawan yang menduduki jabatan manajerial apabila karena dinas ditugaskan merangkap jabatan lainnya sebagai pejabat sementara dengan tingkat posisi dalam kelompok jabatan yang setingkat atau lebih rendah, maka pembayaran atas tarif TUNJAB berdasarkan pada tingkat posisi dalam kelompok jabatan yang definitif.

(11)  Karyawan yang menduduki jabatan manajerial,  apabila karena dinas ditugaskan merangkap jabatan lainnya sebagai pejabat sementara  yang tingkat posisi dalam kelompok jabatannya lebih tinggi dan diberikan wewenang serta tanggungjawab penuh pada jabatan tersebut lebih dari 1 (satu) bulan, maka pembayaran atas tarif berdasarkan tingkat posisi dalam kelompok jabatan yang lebih tinggi.

(12)  Karyawan yang menduduki posisi jabatan  manajerial dan dikaryakan pada Badan Afiliasi, pada saat ditarik kembali oleh Perusahaan  karena memasuki masa Cuti Besar bersambungan dengan MPP, maka kepadanya dibayarkan tarif Tunjab pada kelompok jabatan manajerial sebelum dikaryakan.

Pasal 49

Tunjangan Kinerja


(1)     Tunjangan Kinerja (TUKIN) diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas motivasi bekerja dan kinerja yang diberikan kepada Perusahaan.

(2)     TUKIN sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan dalam bentuk Tunjangan Kinerja Unit (TKU) sebagai dampak dari penetapan Sistem Manajemen Kinerja Unit (SMKU) dengan rumus/perhitungan TKU sebagai berikut :

a.    Rumus/perhitungan alokasi dana TKU untuk Divre :

(Nilai akhir Kpst/Divre/SBU x Jml kary Kpst/Divre/SBU) x Alokasi Dana Nasional
? (Nilai akhir Kpst/Divre/SBU x Jml kary Kpst/Divre/SBU


b.    Rumus/perhitungan besaran alokasi dana TKU untuk UPT :

(Nilai akhir KPI UPT x Jml kary UPT) x alokasi dana Divre
? (Nilai akhir UPT x Jml Kary UPT)

(3)     TKU diberikan kepada karyawan sebagai Tunjangan Kinerja Individu dengan besaran berdasarkan nilai KPI masing-masing karyawan sebagai dampak dari penetapan Sistem Manajemen Kinerja Individu  (SMKI) dengan rumus/perhitungan sebagai berikut :
                                        Gaji Kotor x Nilai KPI
Tunjangan Kinerja Individu = ------------------------  x Alokasi TKU
                                        ? Gaji Kotor x Nilai KPI

(4)     Pembayaran Tunjangan Kinerja dilakukan setiap 3 (tiga) bulan atau triwulanan dalam hal target kinerja yang ditetapkan oleh Perusahaan dalam Sistem Manajemen Kinerja Unit (SMKU) tercapai.

 

Pasal 50

B o n u s


(1)     Bonus diberikan kepada setiap karyawan yang dimaksudkan sebagai bentuk apresiasi Perusahaan atas prestasi kerja karyawan terhadap kinerja Perusahaan dengan besaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2)     Bonus dapat diberikan apabila :
a.    Perusahaan memperoleh laba dengan besaran lebih dari besaran yang disepakati dengan Pemegang Saham.
b.    Realisasi pemberian dilakukan setelah mendapat persetujuan pemegang saham.
c.    Sumber biaya pembayarannya telah dicadangkan dan merupakan bagian dari laba.



BAB IX
BENEFIT

Pasal 51
Jenis-jenis Benefit

(1)     Di luar upah kepada setiap karyawan diberikan benefit sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang dimaksudkan selain sebagai fasilitas kerja juga sebagai bagian kesejahteraan dari Perusahaan.

(2)     Benefit dibagi dalam beberapa kelompok yaitu :
a.   Benefit yang diberikan karena status sebagai karyawan :
1)   Tunjangan Hari Raya (THR).
2)   Uang cuti tahunan.
3)   Uang insentif cuti bersama.
4)   Uang cuti besar.
5)   Uang bingkisan penghargaan.
6)   Bantuan perumahan.
7)   Sumbangan pindah.
8)   Sumbangan pendidikan dan bea siswa.
9)   Sumbangan pembinaan rohani dan jasmani.
10)Sumbangan rekreasi.
11)Sumbangan karena musibah.
12)Sumbangan biaya pemakaman.
13)Fasilitas pinjaman uang.
14)Koperasi karyawan.

b.    Benefit karena posisi yang diduduki karyawan :
1)   Pakaian kerja.
2)   Sewa guna fasilitas kerja
3)   Uang representasi.
4)   Uang akomodasi supir dan pengawal armada pos.
5)   Sumbangan biaya perpanjangan SIM
6)   Sumbangan gizi kerja dinas malam.
7)   Penanganan kecelakaan dalam dinas. 
8)   Fasilitas media informasi (media cetak).
9)   Fasilitas telepon seluler jabatan.
10)Fasiltas kendaraan jabatan dan bahan bakar minyak kendaraan jabatan atau uang pengganti fasilitas kendaraan jabatan.
11)Biaya abonemen dan pemakaian listrik.
12)Biaya abonemen dan pulsa telepon (rumah dinas/jabatan/seluler).
13)Biaya abonemen dan pemakaian air PAM.
14)Biaya Pajak Bumi dan Bangunan atas rumah jabatan.

c.    Benefit karena kondisi geografis tempat kerja/tinggal karyawan seperti bantuan pembelian air bersih.

Pasal 52

Tunjangan Hari Raya


(1)     Tunjangan Hari Raya (THR) adalah sejumlah uang yang dibayarkan kepada karyawan untuk membantu biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan peringatan hari raya keagamaan.

(2)     THR diberikan minimal sebesar 1 kali gaji bulan terakhir sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dibayarkan serentak  secara nasional       15 (lima belas) hari sebelum tanggal hari raya keagamaan yang ditetapkan Perusahaan.

(3)     Karyawan yang memiliki masa kerja kurang dari satu tahun pada saat hari raya keagamaan, maka besarnya THR akan diperhitungkan secara proporsional berdasarkan masa kerja tahun yang bertalian.

Pasal 53

Uang Bingkisan Penghargaan


(1)   Dalam usaha meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja karyawan dan untuk memotivasi para pelaku produksi di Perusahaan agar senantiasa meningkatkan prestasi kerja dan komitmen kesetiaan  kepada  Perusahaan, kepada karyawan atau pihak luar yang telah berjasa kepada Perusahaan diberikan penghargaan, dengan jenis-jenis sebagai berikut :
a.     Penghargaan Masa Karya.
b.     Penghargaan Karya Jasa.
c.     Penghargaan Prestasi Kerja.

(2)   Penghargaan Masa Karya dimaksud ayat (1) huruf a Pasal ini, diberikan kepada :
a.     Karyawan yang telah mempunyai masa kerja tertentu dan dinyatakan memenuhi syarat, dengan besar uang penghargaan sebagai berikut :
1)     Penghargaan Masa Karya 10 tahun              Rp    500.000,00
2)     Penghargaan Masa Karya 15 tahun              Rp    750.000,00
3)     Penghargaan Masa Karya 20 tahun              Rp 1.000.000,00
4)     Penghargaan Masa Karya 25 tahun              Rp 1.250.000,00
5)     Penghargaan Masa Karya 30 tahun              Rp 1.500.000,00
6)     Penghargaan Masa Karya 35 tahun              Rp 1.750.000,00
b.     Penghargaan masa karya untuk periode yang bertalian tidak diberikan kepada karyawan yang dikenakan Surat Peringatan Kedua atau Ketiga.
c.     Masa yang tidak diperhitungkan untuk menentukan jumlah masa kerja dalam penilaian pemberian masa karya adalah cuti di luar tanggungan perusahaan.

(3)   Penghargaan Karya Jasa dimaksud ayat (1) huruf b Pasal ini diberikan kepada karyawan atau pihak luar yang telah berjasa luar biasa kepada Perusahaan, yakni :
a.    Dengan keberanian luar biasa dapat menggagalkan perbuatan kejahatan terhadap barang/uang Perusahaan sehingga Perusahaan terhindar dari kerugian.
b.    Dengan ketabahan luar biasa tanpa memikirkan keselamatan jiwanya telah menyelamatkan barang/uang Perusahaan ketika terjadi bencana alam yang bersifat force majeure.
c.    Karena kepeduliannya baik berupa pemikiran dan atau perbuatan yang langsung atau tidak langsung telah memberikan kontribusi terhadap kemajuan Perusahaan atau menyelamatkan barang/uang Perusahaan.
d.     Melaporkan dan dari hasil laporan tersebut terbukti adanya praktik-praktik kerja yang melanggar ketentuan/menyimpang dari peraturan tata tertib dan disiplin kerja yang dilakukan oleh karyawan Perusahaan sehingga merugikan Perusahaan atau masyarakat (kerahasiaan identitas pelapor dijamin Perusahaan).
e.     Besar uang penghargaan untuk Penghargaan Karya Jasa, ditetapkan sebagai berikut:
Bagi karyawan, yang :

1)
Meninggal dunia dalam/karena dinas (tewas)
Rp
6.000.000,00
2)
Mengalami cacat anggota badan/mental dan/karena dinas
Rp
4.000.000,00
3)
Mengalami luka ringan dalam/karena dinas
Rp
3.000.000,00
4)
Selamat dari suatu peristiwa atau bahaya yang dapat mengancam jiwa dalam/karena dinas.
Rp
2.000.000,00
5)
Melakukan aktivitas lainnya dalam rangka penyelamatan asset / kelancaran operasional Perusahaan (sebagai tanda terima kasih)

Rp
2.000.000.00
Bagi pihak luar, yang :

1)
Berjasa besar kepada Perusahaan
Rp
6.000.000,00
2)
Melakukan aktivitas positif lainnya dalam rangka              penyelamatan asset / kelancaran operasional              Perusahaan (sebagai tanda terima kasih)
Rp
2.000.000,00

(4)   Penghargaan Prestasi Kerja dimaksud ayat (1) huruf c Pasal ini, diberikan kepada karyawan yang telah memperlihatkan prestasi kerja luar biasa baik yang bersifat keteladanan, pengembangan atau kepeloporan sehingga dapat dijadikan teladan bagi karyawan lainnya,  dengan  besar uang penghargaan ditetapkan sebagai berikut :

a
Prestasi keteladanan


Rp
  2.000.000,00
b
Prestasi pengembangan 

:
a.  Perorangan
b.  Kelompok

Rp
Rp
 4.000.000,00  10.000.000,00
c
Prestasi kepeloporan      

:
a.  Perorangan
b.  Kelompok
Rp
Rp
 6.000.000,00
15.000.000,00

(5)   Selain penghargaan dari Perusahaan, kepada karyawan yang memenuhi syarat diberikan pula penghargaan dari Pemerintah disertai sejumlah uang, berupa :

a
Tanda kehormatan dari Presiden :



1) Bintang Jasa
Rp
12.000.000,00

2) Satyalencana Pembangunan
Rp
6.000.000,00

3) Satyalencana Wira Karya
Rp
6.000.000,00
b
Tanda penghargaan dari Menteri
Rp
3.000.000,00
Pasal 54

Bantuan Perumahan


(1)   Bantuan perumahan adalah bantuan untuk memperoleh tempat tinggal kepada Direksi dan karyawan, baik dalam bentuk fasilitas rumah jabatan atau uang rumah.

(2)   Perusahaan memberikan bantuan perumahan kepada karyawan dalam bentuk :
a.    Rumah Jabatan Direksi
b.    Rumah Jabatan Reguler
c.    Uang Rumah Tahunan
d.    Uang Rumah Tahap Akhir

(3)   Perusahaan wajib menyediakan Rumah Jabatan Direksi untuk dihuni oleh seseorang yang ditunjuk menjadi Direksi.

(4)   Perusahaan wajib menyediakan Rumah Jabatan Reguler di tempat tertentu bagi   karyawan yang memangku jabatan struktural tertentu di Perusahaan.

(5)   Perusahaan memberikan Uang Rumah Tahunan kepada seluruh karyawan yang tidak menghuni Rumah Jabatan yang dibedakan dalam dua jenis, yaitu :
a.    Uang Rumah Tahunan bagi karyawan tidak menetap.
b.    Uang Rumah Tahunan bagi karyawan menetap.

(6)   Tarif Uang Rumah Tahunan disusun berdasarkan tingkat posisi dalam Kelompok Jabatan atau grade per daerah.

(7)   Perusahaan memberikan apresiasi kepada karyawan tidak menetap yang bekerja di luar pulau Jawa, Madura dan Bali lebih dari 4 (empat) tahun dengan pemberian secara progresif Tarif Uang Rumah Tahunan yang menjadi haknya,  sebagai  berikut :
a.    Bekerja 5-6 tahun diberikan sebesar 105% x tarif yang menjadi haknya.
b.    Bekerja 7-8 tahun diberikan sebesar 110% x tarif yang menjadi haknya.
c.    Bekerja 9-10 tahun diberikan sebesar 115% x tarif yang menjadi haknya.
d.    Bekerja 11 tahun ke atas diberikan sebesar 120 % x tarif yang menjadi haknya.

(8)   Perusahaan memberikan Uang Rumah Tahap Akhir kepada karyawan yang sudah mencapai usia 51 tahun dengan formulasi 5 (lima) x tarif Uang Rumah Tahap Akhir yang disusun berdasarkan tarif tingkat posisi dalam Kelompok Jabatan atau grade.

Pasal 55
Sumbangan Pindah

(1)   Kepada karyawan yang melakukan perjalanan beserta keluarganya untuk melaksanakan tugas pindah dari tempat kedudukan/tugas lama ke tempat kedudukan/tugas baru, kecuali perjalanan pindah atas permintaan sendiri, selain uang harian dan biaya transportasi, diberikan sumbangan biaya pindah sesuai dengan tarif berdasarkan ketentuan yang berlaku di Perusahaan.

(2)   Termasuk dalam perjalanan pindah ialah perjalanan yang dilakukan dalam hal :
a.    Pemulangan ke tempat asal atau ke tempat lain yang dikehendaki di dalam negeri sebagai tempat untuk tinggal menetap bagi karyawan yang menjalani pensiun.
b.    Pemulangan keluarga yang sah dari karyawan yang meninggal dunia ke tempat asal/tempat tinggal yang dikehendaki di dalam negeri.

Pasal 56

Sumbangan Pendidikan dan Bea Siswa


(1)   Dalam rangka turut mencerdaskan bangsa dan membantu meringankan beban karyawan/keluarga karyawan, Perusahaan memberikan sumbangan pendidikan, bea siswa prestasi dan bea siswa anak asuh.

(2)   Sumbangan pendidikan diberikan kepada anak karyawan yang masuk sekolah, sedang sekolah atau pindah sekolah bagi anak dari karyawan yang dialihtugaskan atas biaya Perusahaan ke luar kota tempat kedudukan dan antar Kprk, yang besarnya sebagai berikut :
a.    Sumbangan pendidikan untuk anak yang masuk sekolah atau sedang sekolah ditetapkan Rp 350.000,00 (tiga  ratus  lima puluh ribu rupiah) untuk satu orang anak usia sekolah dengan batas maksimal 3(tiga) kali persalinan sesuai dengan tanggungan di Daftar Pembayaran Gaji (Kug-7).
b.    Sumbangan pendidikan untuk anak pindah sekolah ditetapkan Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk satu orang anak usia sekolah dengan batas maksimal 3(tiga) kali persalinan sesuai dengan tanggungan di Daftar Pembayaran Gaji (Kug-7).

(3)   Bea siswa prestasi diberikan kepada anak karyawan yang berprestasi dan bea siswa anak asuh diberikan kepada anak dari pensiunan janda/duda/anak, yang besarnya sebagai berikut :
a.    Sekolah Dasar                                        Rp  350.000,00
b.   Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)        Rp  450.000,00
c.    Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)      Rp  600.000,00
d.   Akademi/Perguruan Tinggi                        Rp  750.000,00

(4)   Pembayaran sumbangan pendidikan dan bea siswa prestasi/bea siswa anak asuh, dibayarkan pada setiap awal tahun ajaran baru kecuali sumbangan pendidikan untuk anak yang pindah sekolah, dibayarkan setelah anak pindah dan diterima di sekolah baru.

(5)   Selain sumbangan pendidikan dimaksud ayat (1) Pasal ini, kepada karyawan yang melaksanakan / menjalankan pendidikan atas biaya sendiri dan disiplin ilmunya dibutuhkan Perusahaan, dapat diberikan sumbangan pendidikan.
Pasal 57

Sumbangan Pembinaan Rohani dan Jasmani


(1)    Guna memelihara dan meningkatkan kesehatan rohani dan jasmani karyawan, Perusahaan secara berkala mengadakan kegiatan pembinaan rohani dan jasmani.

(2)    Kegiatan pembinaan rohani dan jasmani di antaranya :
a.    Ceramah pembinaan rohani.
b.    Peringatan hari besar keagamaan.
c.    Kegiatan olah raga dan kesenian.
d.    Kegiatan-kegiatan lainnya yang dianggap perlu.

(3)    Besar alokasi anggaran untuk pembinaan olah raga dan kesenian ditetapkan sebesar Rp. 20.000,00  (dua puluh ribu rupiah) per karyawan per tahun.

(4)    Besar alokasi anggaran untuk pembinaan peribadatan dan kerohanian ditetapkan sebesar Rp. 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per karyawan per tahun.

Pasal 58
Sumbangan Rekreasi

(1)    Untuk mempererat tali persaudaraan dan dalam rangka memberikan kesegaran jasmani dan rohani kepada karyawan dan keluarganya, Perusahaan setahun sekali menyelenggarakan rekreasi bagi karyawan dan keluarganya.

(2)    Untuk penyelenggaraan rekreasi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, Perusahaan menyediakan bantuan anggaran biaya rekreasi untuk ongkos transportasi dan akomodasi sebesar Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per karyawan per tahun.

(3)    Dana rekreasi dan penyelenggaraan rekreasi, atas kesepakatan dengan pimpinan di masing-masing tingkatan organisasi, dapat dikelola/ dilaksanakan oleh pengurus serikat pekerja setempat.

Pasal 59
Sumbangan Karena Musibah

(1)    Perusahaan memberikan sumbangan karena musibah kepada karyawan yang rumahnya mengalami kerusakan akibat musibah bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi, longsor, banjir, kebakaran, termasuk huru-hara.

(2)    Sumbangan karena musibah diberikan pula kepada karyawan yang mengalami kecelakaan pada saat menjalankan dinas dimaksud Pasal 68.

(3)    Besar sumbangan karena musibah diberikan maksimal sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 60
Sumbangan Biaya Pemakaman

(1)   Sumbangan biaya pemakaman diberikan kepada janda/duda/anak dari karyawan/penerima pensiun karyawan yang meninggal dunia atau kepada orang yang mengurus pemakaman apabila karyawan/penerima pensiun karyawan tidak meninggalkan janda/duda/anak.

(2)   Besarnya sumbangan biaya pemakaman ditetapkan sebagai berikut :
a.    Pemakaman dilakukan setempat (lokal) Rp 500.000,00
b.    Pemakaman dilakukan di kabupaten/kota lain dari tempat meninggal dunia      Rp 750.000,00
c.    Pemakaman dilakukan di propinsi lain dari tempat meninggal dunia dan pengangkutan jenazah dilakukan melalui jalan darat atau air Rp 1.000.000,00
d.    Pemakaman dilakukan di propinsi lain dari tempat meninggal dunia dan pengangkutan jenazah dilakukan dengan pesawat terbang Rp 2.000.000,00

(3)   Karyawan yang tewas atau meninggal dunia sedang dalam perjalanan dinas, semua biaya yang berhubungan dengan pemakaman termasuk apabila akan dimakamkan di tempat lain dari tempat meninggal dunia, ditanggung penuh oleh Perusahaan.

(4)   Kepada seorang anggota keluarga (isteri/suami/anak/saudara) atau orang yang mengurus pada waktu karyawan/penerima pensiun karyawan sakit hingga meninggal dunia, serta seorang karyawan pendamping apabila diperlukan, diberikan biaya perjalanan pulang pergi sesuai dengan ketentuan dalam hal pemakaman dilakukan di kabupaten/kota lain dari tempat tinggal isteri/suami/anak/saudara/orang yang mengurus pada waktu karyawan/penerima pensiun karyawan sakit hingga meninggal dunia.

Pasal 61
Fasilitas Pinjaman Uang

(1)    Perusahaan memfasilitasi secara dinas bagi karyawan yang memerlukan pinjaman uang untuk keperluan pembelian rumah, rehabilitasi rumah dan pembelian kendaraan bermotor atau keperluan lainnya kepada lembaga keuangan perbankan atau lembaga keuangan bukan bank.

(2)    Jumlah besar uang pinjaman disesuaikan dengan kemampuan karyawan dalam membayar angsuran dengan ketentuan, jumlah penghasilan yang diterima oleh karyawan setelah dipotong angsuran minimal masih tersisa 50% dari gaji (GAPOK + TUKON + TUGRADE + TUNJAB).



Pasal 62
Koperasi karyawan

(1)    Dalam rangka menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan, semangat gotong royong di kalangan karyawan serta meningkatkan kesejahteraan karyawan beserta keluarganya, Perusahaan memberikan bantuan kepada koperasi karyawan berupa penyediaan tempat, pemungutan simpanan dan tagihan koperasi melalui pemotongan gaji karyawan dan dapat memberikan bantuan permodalan.

(2)    Koperasi karyawan dimaksud ayat (1) Pasal ini, termasuk koperasi yang didirikan oleh serikat pekerja.

Pasal 63
Pakaian Kerja

(1)    Perusahaan menetapkan penggunaan pakaian kerja  yang mencerminkan budaya Perusahaan, etika kerja, profesionalisme, dan kesesuaian dengan jenis pekerjaan.

(2)    Perusahaan memberikan pakaian kerja kepada seluruh pekerja yang berstatus karyawan, calon karyawan dan TKKWT dalam bentuk uang pakaian yang menyatu dengan pemberian tarif komponen TUKON pada gaji.

(3)    Kepada karyawan yang menduduki posisi tertentu khususnya posisi yang dipandang strategis dalam membangun dan mempertahankan citra Perusahaan, diberikan tambahan pakaian kerja dalam bentuk natura minimal dua kali dalam setahun, dengan memperhatikan lamanya karyawan yang bertalian bekerja pada posisi tersebut.

Pasal 64
Sewa Guna Fasilitas Kerja

(1)     Sewa guna fasilitas kerja terdiri dari sewa guna peralatan/sarana kerja yang dipergunakan karyawan sebagai alat bantu dalam menjalankan tugas pekerjaannya di Perusahaan.

(2)     Sewa guna fasilitas kerja dimaksud ayat (1) Pasal ini dapat dilaksanakan oleh Perusahaan sepanjang memberikan manfaat efisiensi dan efektivitas bagi Perusahaan.

(3)     Serikat Pekerja dapat memberikan masukan kepada Perusahaan pada proses pengadaan sewa guna fasilitas kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) Pasal ini.


Pasal 65
Uang Representasi

(1)   Uang representasi dibayarkan setiap bulan kepada karyawan yang memangku jabatan eksekutif (pejabat eksekutif) yang dimaksudkan sebagai biaya jabatan yang bertalian dalam berhubungan dengan pihak eksternal Perusahaan.

(2)   Pejabat eksekutif sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah karyawan tetap/organik Perusahaan yang menduduki jabatan manajerial struktural tertentu yang dinilai strategis dalam merepresentasikan Perusahaan kepada pihak eksternal dan jabatan tersebut sangat strategis dalam konteks pengelolaan organisasi Perusahaan sehingga perannya berpengaruh pada perolehan kinerja unit yang dipimpinnya baik di Kantor Pusat, Divre maupun UPT. 

(3)   Uang representasi diberikan dengan tarif berdasarkan pada posisi jabatan yang dipangku karyawan yang besarnya ditetapkan oleh Perusahaan.

(4)   Uang representasi diberikan juga kepada pejabat non eksekutif yang ditugaskan untuk rangkap jabatan pada jabatan ekskutif baik bertugas rangkap sebagai Pejabat Pelaksana Opersional Harian (PPOH/POH), Pejabat Sementara (Pjs), Pelaksana Tugas (Plt) atau sebutan tugas rangkap lainnya yang mana penugasan rangkap tersebut melebihi 1 (satu) bulan dan dilakukan dengan surat/surat keputusan.

(5)   Penetapan jabatan eksekutif atau pejabat eksekutif yang berhak mendapat uang representasi baik di Kantor Pusat, Divre, maupun UPT ditetapkan oleh Perusahaan melalui Rapat Direksi (Radir) dengan mengacu pada kriteria sebagaimana dimaksud  ayat (2) Pasal ini dan dituangkan  dalam Surat Keputusan Direksi.

Pasal 66

Uang Akomodasi Sopir dan Pengawal Arpos


(1)   Kepada sopir dan pengawal armada angkutan pos diberikan uang harian untuk biaya akomodasi selama dalam perjalanan.

(2)   Besarnya uang harian sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan sebagai        berikut :
a.    Sopir sebesar Rp 70.000,00 per hari.
b.    Pengawal sebesar Rp 50.000,00 per hari.

Pasal 67

Sumbangan Biaya Perpanjangan SIM


Karyawan yang berstatus pengemudi dan pengantar pos, diberikan sumbangan biaya perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM) dengan tarif sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah).

Pasal 68

Sumbangan Gizi Kerja Dinas Malam


(1)    Karyawan yang bekerja pada shift malam (bukan karena kerja lembur) diberikan gizi kerja dinas malam sebagai makanan tambahan.

(2)    Makanan  tambahan  sebagaimana  dimaksud  ayat (1)  Pasal ini  diberikan  dalam bentuk natura (extra fooding)  senilai Rp 5.000,00  (lima ribu rupiah).

Pasal 69

Penanganan Kecelakaan Dalam Dinas


(1)    Karyawan yang berstatus pengemudi atau karyawan lain yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk mengemudikan kendaraan dan pengantar pos, yang mengalami kecelakaan pada saat membawa kendaraan dalam dinas bukan disebabkan karena kesalahan karyawan yang bersangkutan, proses penyelesaian kecelakaan ditangani secara dinas oleh Perusahaan.

(2)    Apabila akibat dari kecelakaan dinas karyawan tersebut tidak dapat bekerja karena ditahan oleh pihak yang berwajib atau harus mengganti kerugian kepada pihak lain, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k, Pasal 38 ayat (1), dan Pasal 59 ayat (2).

Pasal 70
Pemberian Fasilitas Media Informasi (Media Cetak)

Perusahaan memberikan fasilitas media informasi (media cetak) kepada karyawan untuk menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan kemampuan Perusahaan

Pasal 71
Pengaturan Benefit lainnya

Pemberian benefit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b dan c yang tidak diuraikan dalam Perjanjian Kerja Bersama ini yakni fasilitas telepon seluler jabatan, kendaraan jabatan atau uang pengganti fasilitas kendaraan jabatan, biaya abodemen dan pemakaian listrik, biaya abodemen dan pulsa telepon, biaya abodemen dan pemakaian air PAM, biaya Pajak Bumi dan Bangunan atas rumah jabatan, bantuan pembelian air bersih dan  bantuan lainnya yang dianggap perlu diatur lebih lanjut oleh Perusahaan dalam pengaturan tersendiri.

Pasal 72
Peninjauan Benefit

Perusahaan melakukan peninjauan benefit secara berkala, yakni untuk benefit yang sudah 6 (enam) tahun tidak pernah ditinjau kenaikan besaran tarifnya berdasarkan skala prioritas sesuai dengan kemampuan Perusahaan.

BAB X
POTONGAN DAN IURAN

Pasal 73
Pph Pasal 21

Terhadap penghasilan  dan kenikmatan lainnya yang diperoleh karyawan dan merupakan objek pajak maka dikenakan pajak penghasilan (PPh pasal 21), yang besarannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 74

Iuran dan Potongan


(1)   Iuran premi untuk kepentingan karyawan dan Perusahaan terdiri  dari :
a.    Iuran premi program Jaminan Hari Tua ke PT Jamsostek.
b.    Iuran premi Asuransi Jiwa THT Kumpulan Jaminan Lengkap dan Asuransi Jiwa Dwiguna Kumpulan ke PT Asuransi Jiwasraya.
c.    Iuran premi Asuransi THT Multiguna dan THT ke PT Taspen.
d.    Iuran pensiun Manfaat Pasti ke Dapenpos.
e.    Iuran Pasti pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)

(2)   Iuran untuk kepentingan karyawan dan pihak ketiga terdiri atas iuran keanggotaan serikat pekerja dan iuran keanggotaan koperasi.

(3)   Perusahaan melakukan pemotongan atas iuran-iuran sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) Pasal ini yang menjadi beban karyawan dan selanjutnya melakukan penyetoran kepada pihak-pihak yang berhak atas iuran tersebut.

(4)   Apabila setelah dilakukan evaluasi dan rekonsiliasi atas iuran premi asuransi dan iuran pensiun sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini terdapat kekurangan pembayaran maka kekurangan tersebut dibebankan kepada anggaran Perusahaan.

(5)   Perusahaan dapat melakukan pemotongan iuran karyawan kepada pihak ketiga setelah adanya kesepakatan antara Perusahaan dengan pihak ketiga tersebut serta surat kuasa pemotongan penghasilan dari karyawan.

(6)   Perusahaan dapat melakukan potongan gaji karyawan yang melakukan pelanggaran disiplin yang mengakibatkan kerugian keuangan Perusahaan sebagai angsuran untuk mengganti kerugian tersebut yang besaran angsurannya disepakati dengan karyawan yang bersangkutan. Apabila tidak terjadi kesepakatan maka perusahaan berhak melakukan pemotongan sesuai dengan Surat Keterangan Tanggung Jawab.

(7)   Perusahaan dapat melakukan pembagian take home pay karyawan tanpa surat kuasa dari karyawan yang bertalian apabila terdapat perintah eksekusi dari Pengadilan.

(8)   Perusahaan dapat melakukan pemotongan atas gaji karyawan untuk membayar angsuran hutang karyawan yang bersangkutan setelah melalui penilaian kelayakan oleh pimpinan unit kerja yang berwenang dengan ketentuan batas maksimal potongan yang diperkenankan  adalah 50% dari gaji (GAPOK + TUKON + TUGRADE + TUNJAB).

Pasal 75
Pencadangan Imbalan Pasca Kerja

Perusahaan melakukan pencadangan atas hak-hak imbalan pasca kerja karyawan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundangan di bidang ketenagakerjaan.

BAB XI

PERJALANAN DINAS


Pasal 76

Ketentuan Pokok


(1)   Perjalanan dinas ialah perjalanan ke luar tempat kedudukan yang dilakukan di dalam dan atau luar negeri untuk kepentingan Perusahaan/Negara atas perintah pejabat yang berwenang.

(2)   Karyawan yang ditugaskan melaksanakan perjalanan dinas diberikan biaya perjalanan dinas yang memadai berdasarkan tarif kelompok  jabatan dan grade yang dihitung sesuai dengan jumlah hari yang digunakan, terdiri atas komponen :
a.    Biaya angkutan.
b.    Uang harian.
c.    Biaya-biaya lain sebagai penunjang sesuai jenis perjalanan dinas.

(3)   Setiap perjalanan dinas harus dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin dengan biaya yang efisien dan dibuat laporan.

Pasal  77

Perjalanan Dinas Dalam Negeri


Perjalanan dinas dalam negeri menurut jenisnya dibedakan sebagai berikut :
a.    Perjalanan dinas jabatan yaitu perjalanan untuk kepentingan Perusahaan/Negara termasuk perjalanan detasir.
b.    Perjalanan dinas pemeriksaan yaitu perjalanan untuk memeriksa kantor atau unit kerja yang dilakukan oleh pejabat SPI Pusat/Divre atau Kprk serta petugas lainnya.
c.    Perjalanan dinas pindah yaitu perjalanan yang dilakukan oleh karyawan beserta keluarganya untuk melaksanakan pindah tugas dari tempat kedudukan/tugas lama ke tempat kedudukan/tugas baru sesuai dengan keputusan direksi kecuali perjalanan pindah atas permintaan sendiri.
d.    Perjalanan pengobatan yaitu perjalanan dinas yang dilakukan oleh karyawan dan atau keluarganya yang berhak atas rekomendasi dokter yang ditunjuk yang diharuskan berobat atau memerlukan perawatan di rumah sakit yang terletak di luar tempat kedudukan.
e.    Perjalanan pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh karyawan yang ditugaskan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di luar tempat kedudukan.
f.     Perjalanan pindah menetap menjelang pensiun.

Pasal  78

Perjalanan Dinas Luar Negeri


(1)   Perjalanan dinas luar negeri menurut jenisnya dibedakan sebagai berikut :
a. Perjalanan dinas jabatan, yaitu perjalanan dinas ke luar negeri untuk kepentingan dinas antara lain penugasan di Badan Pos Internasional, menghadiri Sidang Badan Pos Internasional, konferensi profesional dan menghadiri undangan lembaga internasional lainnya berdasarkan penugasan Perusahaan.
b. Perjalanan pendidikan, yaitu perjalanan dinas ke luar negeri untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan termasuk semi­nar dan loka karya berdasarkan penugasan Perusahaan.
c.  Perjalanan dinas pindah yaitu perjalanan yang dilakukan oleh karyawan beserta keluarganya untuk melaksanakan pindah tugas dari tempat kedudukan/tugas lama ke tempat kedudukan/tugas baru sesuai dengan keputusan direksi kecuali perjalanan pindah atas permintaan sendiri.

(2)   Karyawan yang melakukan perjalanan dinas ke luar negeri diasuransikan oleh Perusahaan.



BAB XII
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

Pasal 79

Prinsip Dasar


(1)   Kepada setiap karyawan diberikan perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2)   Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan perlindungan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para karyawan dengan cara promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan kecelakaan, pengendalian bahaya di tempat kerja, pengobatan dan rehabilitasi.

(3)   Pemberian perlindungan tersebut bertujuan untuk :
a.    Melindungi karyawan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan dan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
b.    Melindungi keselamatan aset Perusahaan dan setiap orang yang berada di tempat kerja.
c.    Menunjang meningkatnya ketahanan fisik, daya kerja, kenyamanan kerja, keselamatan kerja, produktivitas kerja, efisiensi dan daya saing yang optimal.

Pasal 80

Komitmen Perusahaan


(1)   Perusahaan merumuskan komitmen K3 dan bersama-sama dengan karyawan melaksanakan komitmen yang ada guna membangun dan memelihara pengertian, bantuan, partisipasi dan sinergi dari semua lini manajemen dan karyawan secara teratur dan terus menerus.

(2)   Atas dasar beberapa pertimbangan antara lain peraturan perundang-undangan K3, hasil penelitian-penelitian K3 yang telah dilaksanakan di Perusahaan, hasil identifikasi permasalahan K3 Perusahaan, serta pentingnya K3 bagi Perusahaan maupun karyawan, Perusahaan merumuskan program akselerasi menuju pelayanan dan kondisi K3 yang kondusif.

(3)   Komitmen  K3 pada ayat (1) dan akselerasi K3 pada ayat (2) Pasal ini, dituangkan dalam kebijakan K3 Perusahaan yang disampaikan kepada  seluruh karyawan melalui keputusan direksi, surat edaran, media poster, pelatihan atau dalam bentuk lain yang dianggap efektif.

(4)   Untuk mewujudkan komitmen K3 pada ayat (1) dan akselerasi K3 pada ayat (2) Pasal ini, Perusahaan menyediakan sumber daya secara memadai berupa :
a.    Organisasi dan SDM pelaksana K3 di Kantor Pusat, Divre maupun UPT, serta membangun dan mengembangkannya agar berfungsi secara efektif.
b.    Menyediakan anggaran, sarana dan sumber daya lainnya guna membangun, memperbaiki dan memelihara K3 secara bertahap dan berkesinambungan.

 

 


Pasal 81

Sistem Manajemen K3


(1)   Guna memelihara dan meningkatkan komitmen Perusahaan dalam pelaksanaan program K3 serta untuk efektifitas penyelenggaraannya, Perusahaan menerapkan dan memajukan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen Perusahaan.

(2)   Yang dimaksud dengan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah bagian dari sistem manajemen Perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang sehat, aman, efisien dan produktif.

(3)   Penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) Pasal ini mengadopsi secara selektif  dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk disesuaikan dengan kondisi Perusahaan.

 

Pasal 82

Prioritas dan Ruang Lingkup K3


(1)   Program K3 diprioritaskan pada upaya mencegah dan memberantas kelelahan dini, penyakit umum, penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.

(2)   Sehubungan dengan prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, ruang lingkup kegiatan penyelenggaraan K3 Perusahaan meliputi :
a.    Upaya preventif dan promotif antara lain :
1)      Pemeliharaan dan perbaikan kenyamanan, keamanan serta kesehatan sarana dan tempat/lingkungan kerja.
2)      Penyediaan sarana dan penyelenggaraan olah raga.
3)      Pelatihan dan penyuluhan K3 secara langsung maupun melalui media intern.
4)      Penyelenggaraan gizi kerja.
5)      Pemeriksaan kesehatan pra kerja, berkala dan khusus.
6)      Pelayanan alat perlindungan diri.
7)      Pelayanan vaksinasi/imunisasi.
8)      Asuransi kecelakaan.
9)      Pencegahan kecelakaan mekanis, elektris dan kebakaran.
10)   Pelayanan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).



b.    Pelayanan kuratif / represif dan rehabilitatif antara lain :
1)   Pengobatan di balai kesehatan perusahaan dan swasta, serta rumah sakit dan laboratorium.
2)   Penanggulangan kecelakaan/kebakaran dan penyakit endemik/wabah.
3)   Pemberian alat bantu kesehatan akibat sakit dan kecelakaan.
4)   Rehabilitasi sarana akibat peristiwa kecelakaan.

 

Pasal 83

Rekomendasi K3


(1)   Untuk menghindari kesalahan yang mengakibatkan pemborosan, maka dalam program pengadaan / pembangunan baru maupun perbaikan bangunan dan sarana kerja, sejak tahap perencanaan sudah berorientasi pada aspek K3.

(2)   Untuk keperluan pengadaan, pembangunan dan perbaikan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini,  pelaksanaannya secara bertahap dikoordinasikan dengan unit kerja pengelola K3 atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) Kantor Pusat/Divre/UPT untuk mendapatkan rekomendasi  K3.

Pasal 84

Pemeliharaan dan Perbaikan

Kesehatan, Kenyamanan Tempat dan Lingkungan Kerja


Pemeliharaan dan perbaikan kesehatan, kenyamanan  tempat dan lingkungan kerja meliputi :
a.    Faktor fisik :
1)   Upaya mendapatkan penerangan / pencahayaan yang cukup dan sesuai.
2)   Upaya mendapatkan suhu, kelembaban, cepat rambat dan penyegaran  udara yang baik.
3)   Upaya mencegah dan mengendalikan penyebaran debu.
4)   Upaya mencegah dan mengendalikan kebisingan / kegaduhan.
5)   Upaya mencegah dan mengendalikan getaran / vibrasi mekanis.
6)   Upaya mencegah dan mengendalikan bau-bauan yang tidak menyenangkan.
b.    Faktor kimia : 
1)   Upaya mencegah dan mengendalikan pemaparan / kontaminasi dari unsur kimia yang berbahaya.
2)   Upaya mencegah keracunan.
c.    Faktor biologis :
1)   Upaya mencegah dan mengendalikan mikro organisme, cacing dan hama pemukiman.
2)   Upaya mencegah dan mengendalikan infeksi dan penularan.
d.    Faktor fisiologis :
Upaya mendapatkan konstruksi mesin,  alat kerja, sikap/cara kerja dan proses kerja yang serasi / ergonomis.

e.    Faktor mental-psikologis :
1)   Upaya menciptakan suasana kerja dan hubungan kerja yang harmonis.
2)   Upaya pencegahan, pengendalian dan penyembuhan gangguan mental psikologis akibat faktor di luar kerja.

Pasal 85

Kegiatan Olah Raga dan Kesenian


Untuk menjaga kebugaran dan stamina  serta untuk menyalurkan potensi karyawan di bidang kesenian, Perusahaan memfasilitasi / mengadakan kegiatan olah raga dan kesenian bagi para karyawan.

Pasal 86

Pelatihan dan Penyuluhan


Untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan motivasi  kepada karyawan tentang K3, Perusahaan menyelenggarakan pelatihan dan penyuluhan K3.

Pasal 87

Penyelenggaraan Gizi Kerja


(1)    Untuk mewujudkan gizi kerja dan higienis makanan maupun sebagai pengamanan makanan dan minuman di tempat kerja, Perusahaan mendorong dan memfasilitasi upaya perbaikan gizi.

(2)    Upaya perbaikan gizi dan higienis makanan dimaksud ayat (1) Pasal ini dilakukan secara bertahap dengan cara pemberian extra fooding dan atau pengadaan kantin Perusahaan atau bentuk lainnya yang ditetapkan oleh Perusahaan atas rekomendasi Ahli K3 atau P2K3 atau dokter Perusahaan.

Pasal 88

Pemeriksaan Kesehatan Pra Kerja, Berkala dan Khusus


(1)   Perusahaan melakukan pemeriksaan kesehatan pra kerja bagi karyawan yang digunakan sebagai data kesehatan awal maupun untuk penilaian kelayakan bekerja pada tempat/jenis pekerjaan tertentu.

(2)   Pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud  ayat (1) Pasal ini ditujukan agar karyawan yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak menderita penyakit menular, cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan, sehingga tidak menimbulkan resiko baik bagi karyawan tersebut maupun karyawan lainnya.

(3)   Perusahaan melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi karyawan yang ditujukan untuk mempertahankan derajat kesehatan setelah berada dalam pekerjaannya dan menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.

(4)   Jenis, teknis pemeriksaan kesehatan berkala berlandaskan keadilan dengan skala prioritas berdasarkan pertimbangan usia dan jenis pekerjaan.

(5)   Periode pemeriksaan kesehatan berkala dilaksanakan setahun sekali.

(6)   Perusahaan melakukan pemeriksaan kesehatan khusus untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap karyawan atau kelompok karyawan tertentu.

(7)   Pemeriksaan kesehatan khusus dimaksud ayat (6) Pasal ini dilakukan terhadap :
a.    Karyawan yang akan dipindahkan pada jenis pekerjaan yang  beresiko K3 lain dari pekerjaan sebelumnya.
b.    Karyawan yang diduga menderita penyakit akibat pekerjaan atau lingkungan kerjanya.
c.    Karyawan yang pemeriksaannya ditujukan untuk kebutuhan penelitian.

(8)   Biaya pemeriksaan kesehatan pra kerja, berkala dan khusus ditanggung Perusahaan.

Pasal 89

Pelayanan Alat Pelindung Diri


(1)   Perusahaan menyediakan alat pelindung diri bagi karyawan yang karena faktor resiko pekerjaannya memerlukan alat pelindung diri.

(2)   Penetapan kebutuhan dan jenis alat pelindung diri dilakukan oleh Perusahaan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.

(3)   Karyawan yang telah diberikan alat pelindung diri wajib menggunakan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

 

Pasal 90

Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan Mekanis dan Elektris


Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan mekanis dan elektris meliputi upaya :
a.    Mengamankan kegiatan berlalu lintas.
b.    Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang dan barang di dalam maupun di luar gedung.
c.    Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang.
d.    Mengamankan arus listrik yang berbahaya.
e.    Melakukan tindakan pertolongan kecelakaan.

 


Pasal 91

Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran dan Bencana Alam


(1)   Sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta bencana alam meliputi penyediaan sarana deteksi kebakaran, pemadam api, evakuasi dan Satuan Relawan Kebakaran (Satwankar), yang kebutuhannya disesuaikan dengan besar kecilnya kantor maupun tingkat potensi bahaya kebakaran atau bencana alam.

(2)   Perusahaan menyediakan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta bencana alam yang pengadaan dan peningkatannya dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan dan kemampuan Perusahaan.

(3)   Kantor-kantor yang dipandang rawan tingkat potensi bahaya kebakaran atau bencana alam harus membentuk Satwankar.

(4)   Untuk tujuan pembentukan dan peningkatan kemampuan Satwankar, dilakukan pelatihan pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta bencana alam secara periodik paling sedikit satu tahun sekali, baik secara mandiri maupun terbina dari ahlinya.

(5)   Anggota Satwankar mempunyai tugas dengan suka rela membantu melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta bencana alam.

Pasal 92

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)


(1)   Perusahaan mendorong dan memfasilitasi pembentukan tim P3K guna memenuhi kebutuhan tenaga P3K yang siap setiap saat menghadapi korban kecelakaan, huru hara, atau sakit mendadak maupun untuk keperluan olah raga, Porseni dan Satwankar.

(2)   Tim P3K mengadakan pelatihan secara rutin secara periodik paling sedikit satu tahun sekali, baik secara mandiri maupun terbina dari ahlinya.

(3)   Perusahaan menyediakan sarana P3K berikut isinya maupun sarana P3K lain sesuai kebutuhan dan kemampuan Perusahaan.

Pasal 93

Perlindungan Korban

Kecelakaan Kerja dan Penderita Penyakit Akibat Kerja


(1)   Perusahaan memberikan perlindungan kepada karyawan yang menjadi korban kecelakaan kerja dan penderita penyakit akibat kerja.

(2)   Penetapan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dilakukan oleh pengelola K3 di Perusahaan.

(3)   Apabila terdapat keragu-raguan penetapan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, pengelola K3 dapat meminta rekomendasi kepada Dinas Tenaga Kerja setempat.

(4)   Setiap terjadi kasus kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja, disamping dilakukan upaya kuratif-rehabilitatif perlu dilakukan koreksi terhadap pelaksanaan upaya preventif-promotifnya oleh penderita / korban, pengelola K3 maupun  manajemen sehingga kejadian yang sama tidak terulang kembali.

(5)   Setiap terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, pimpinan unit kerja terkait harus melakukan pencatatan serta melaporkan secara hirarki kepada pengelola K3 di Kantor Pusat.

(6)   Apabila karyawan mengalami kecelakaan kerja dan berakibat meninggal dunia,  maka karyawan tersebut dinyatakan tewas.

Pasal 94

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)


(1)   Guna mengembangkan kerjasama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari manajemen dan karyawan serta untuk melaksanakan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, Perusahaan membentuk dan memberdayakan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) diseluruh tingkatan organisasi Perusahaan, dengan prioritas di UPT Kelas IV ke atas.

(2)   Susunan organisasi P2K3 diketuai oleh jajaran pimpinan manajemen, sekretaris dari Ahli K3 atau pengurus Serikat Pekerja dan anggota terdiri dari perwakilan manajemen serta karyawan yang mewakili unit kerjanya.

Pasal 95

Anggaran K3


(1)   Untuk menjaga agar program-program K3 dapat berjalan dengan lancar dan baik, Perusahaan menyediakan anggaran pelaksanaan program-pro­gram K3.

(2)   Anggaran untuk kegiatan program-pro­gram K3 dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan setiap tahun oleh Perusahaan dan dialokasikan ke UPT, Divre dan Kantor Pusat.

Pasal 96

A u d i t  K3


(1)   Untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan dan penerapan upaya K3, dilakukan audit K3 yang hasilnya dijadikan bahan tinjauan dan tindakan perbaikan oleh Perusahaan.

(2)   Audit K3 dilakukan di Kantor Pusat, Kantor Divre maupun UPT secara sampling.

(3)   Materi audit K3 meliputi sistem manajemen K3 dan hasil-hasil pelaksanaan program K3.

(4)   Pelaksanaan audit K3 dapat dilakukan atas inisiatif manajemen di UPT, Wilayah dan Kantor Pusat.

(5)   Pelaksanaan audit K3 dilakukan oleh Badan Auditor Profesional atau tenaga profesional dibidang K3.



BAB XIII
ASURANSI JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

Pasal 97

Program Jaminan Kecelakaan Kerja


(1)   Kecelakaan Kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja termasuk penyakit yang timbul karena kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

(2)   Cacat adalah keadaan hilang atau berkurangnya fungsi anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan.

(3)   Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh kematian atau cacat baik fisik maupun mental karena kecelakaan kerja,  karyawan yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas Jaminan Kecelakaan Kerja berupa penggantian biaya yang meliputi :
a.    Pengangkutan ke rumah sakit atau ke rumah karyawan termasuk biaya pertolongan pertama, biaya pemeriksaan, pengobatan, dan atau perawatan di rumah sakit termasuk rawat jalan, biaya rehabilitasi berupa alat bantu.
b.    Santunan sementara tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian, santuan cacat total, dan atau santunan kematian.

(4)   Pembayaran iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja ditanggung perusahaan sebesar 0,54 % dari upah (gaji).

(5)   Pemenuhan pembayaran iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja berdasarkan dari upah (gaji) sebagaimana ayat (4) Pasal ini akan dilakukan secara bertahap terhitung bulan Januari 2012 dan dikonsultasikan kepada Badan Penyelenggara  (PT Jamsostek).

(6)   Besarnya penggantian biaya pada program Jaminan Kecelakaan Kerja sesuai ketentuan yang berlaku di PT Jamsostek.
Pasal 98
Program Jaminan Kematian

(1)   Apabila  selama masih bekerja atau maksimal 6 bulan setelah berhenti bekerja karyawan meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, kepada ahli warisnya diberikan Jaminan Kematian yang meliputi :
a.    Santunan Kematian.
b.    Biaya Pemakaman.

(2)   Pembayaran iuran program Jaminan Kematian dan Biaya Pemakaman ditanggung oleh Perusahaan sebesar 0,30 % dari upah (gaji).

(3)   Pemenuhan pembayaran iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja berdasarkan dari upah (gaji) sebagaimana ayat (2) Pasal ini akan dilakukan secara bertahap terhitung bulan Januari 2012 dan dikonsultasikan kepada Badan Penyelenggara   (PT Jamsostek).

(4)   Jaminan Kematian akan dibayarkan langsung kepada ahli waris karyawan yang bersangkutan, bila tidak ada lagi ahli waris yang berhak maka dibayarkan kepada pihak yang ditunjuk berdasarkan wasiat karyawan atau bila tidak ada wasiat maka dibayarkan kepada Perusahaan atau pihak lain guna pengurusan pemakamannya.

(5)   Besarnya santunan pada program Jaminan Kematian dan Biaya Pemakaman sesuai ketentuan yang berlaku di PT Jamsostek.

Pasal 99

Program Santunan Kematian


(1)   Program Santunan Kematian merupakan program iuran dana kematian yang dikelola secara swadana melalui cara penggalangan dana dari peserta yang bertujuan untuk membantu meringankan beban keluarga peserta yang ditimpa musibah kematian.

(2)   Santunan Kematian adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara sekaligus kepada ahli waris atau keluarga apabila Direksi, karyawan dan penerima pensiun meninggal dunia.

(3)   Peserta program Santunan Kematian adalah :
a.    Direksi.
b.    Karyawan.
c.    Penerima Pensiun :
1)   Pensiun karyawan.
2)   Pensiun janda/duda.
3)   Pensiun lanjutan yang namanya tercantum pada daftar pembayaran manfaat pensiun tiap bulan.


(4)   Sumber keuangan program Santunan Kematian diperoleh dari :
a.    Iuran kepesertaan.
b.    Subsidi dari Perusahaan yang dianggarkan setiap tahun.
c.    Sumbangan lain-lain yang tidak mengikat.

(5)   Iuran kepesertaan dipotong dari gaji Direksi, Karyawan dan uang pensiun dari Penerima Pensiun setiap bulan sebesar Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah).

(6)   Besar Santunan Kematian untuk seluruh peserta sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).



BAB XIV
JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN

 

Pasal 100

Yang Berhak dan Tidak Berhak Atas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan


(1)   Yang berhak atas jaminan pemeliharaan kesehatan adalah karyawan beserta keluarganya.

(2)   Yang tidak berhak atas jaminan pemeliharaan kesehatan adalah :
a.       Karyawan yang dikaryakan di luar Perusahaan dan mendapat penghasilan yang sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan penghasilan di luar Perusahaan.
b.      Karyawan yang sedang menjalani cuti di luar tanggungan Perusahaan.
c.       Karyawan yang menjadi pejabat negara.

(3)   Yang dimaksud dengan keluarga pada ayat (1) Pasal ini adalah 1 (satu) orang isteri/suami dan maksimal 3 (tiga) orang anak atau 3 (kali) persalinan.

(4)   Jaminan pemeliharaan kesehatan untuk pensiunan diatur tersendiri oleh Perusahaan dengan memperhatikan latar belakang pemberhentiannya.

Pasal  101

Tempat Pelayanan Kesehatan


(1)   Pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan/pengobatan/perawatan dilakukan di :
a.    Poliklinik Perusahaan.
b.    Dokter umum/dokter gigi/bidan yang dikontrak oleh Perusahaan.
c.    Dokter ahli/spesialis yang dikontrak oleh Perusahaan.
d.    Rumah sakit pemerintah dan atau rumah sakit swasta yang dikontrak oleh Perusahaan.
e.    Pelaksana pelayanan kesehatan lainnya seperti laboratorium/radiologi/optical yang dikontrak oleh Perusahaan.

(2)   Pemeriksaan kesehatan/pengobatan/perawatan yang dilakukan di luar yang ditetapkan dalam ayat (1) Pasal ini termasuk diklinik alternatif yang telah mendapat izin praktek dari instansi yang berwenang seperti pengobatan patah tulang, diberikan penggantian biaya (restitusi) sesuai dengan Daftar Tarip Pelayanan Kesehatan Perusahaan (DTPKP).

 

Pasal 102

Jenis Pelayanan Kesehatan


Jenis pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Perusahaan, meliputi :
a.     Rawat jalan tingkat pertama.
b.    Rawat jalan tingkat lanjutan.
c.     Rawat inap.
d.    Pemeriksaan kehamilan dan persalinan.
e.     Pemeriksaan penunjang diagnostik.
f.      Pelayanan khusus.
g.    Gawat darurat.

Pasal 103
Rawat Jalan Tingkat Pertama

(1)   Pelayanan rawat jalan tingkat pertama, meliputi :
a.    Pemeriksaan oleh dokter umum, dokter gigi atau bidan.
b.    Keluarga Berencana.
c.    Kesehatan ibu hamil dan anak, termasuk imunisasi dasar bagi Balita (BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis).
d.    Pemeriksaan penunjang diagnostik.
e.    Pengobatan patah tulang non medis.
f.     Pemberian obat-obatan.
g.    Rujukan ke rawat jalan tingkat lanjutan.

(2)   Ketentuan penggantian vaksinasi diatur sebagai berikut :
a.    Vaksinasi dasar (BCG, DPT, Polio dan Campak) dan hepatitis untuk Balita diganti penuh.
b.    Selain vaksinasi dasar diganti 50%.
c.    Selain vaksinasi dasar sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b Pasal ini, dapat diganti penuh apabila atas indikasi medis / rujukan dokter karena alasan ada anggota keluarga yang sudah terjangkit penyakit.

Pasal 104

Rawat Jalan Tingkat Lanjutan


(1)   Pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan meliputi :
a.    Pemeriksaan oleh dokter spesialis.
b.    Pemeriksaan penunjang diagnostik lanjutan.
c.    Pemberian obat-obatan.
(2)   Pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan dilakukan harus atas rujukan tertulis dari pelaksana pelayanan rawat jalan tingkat pertama, kecuali ke dokter spesialis anak untuk anak usia di bawah 3 (tiga) tahun dan dokter spesialis bedah tulang.

(3)   Penyimpangan atas ketentuan ayat (2) Pasal ini, diatur sebagai berikut :
a.    Biaya dokter yang timbul mendapat penggantian sebesar tarif dokter umum  sesuai DTPKP.
b.    Biaya tindakan medis dan laboratorium yang timbul mendapat penggantian sebesar 50 % dari DTPKP.
c.    Biaya obat yang timbul mendapat penggantian sebesar 50%.

Pasal 105

Rawat Inap


(1)   Pelayanan rawat inap meliputi :
a.    Pemeriksaan oleh dokter umum / dokter spesialis / bidan.
b.    Tindakan medis.
c.    Pemeriksaan penunjang diagnostik.
d.    Pemberian obat-obatan secara penuh.
e.    Menginap dan makan.
f.     Rawat inap dilakukan atas rujukan dokter atau paramedis lainnya di tempat yang tidak terdapat tenaga dokter.

(2)   Penggantian biaya kelas kamar rawat inap bagi karyawan dan keluarganya ditetapkan berdasarkan DTPKP, dengan ketentuan sebagai berikut :
a.    Karyawan grade 1 s.d. grade 5 berhak atas tarif kamar Standar Perusahaan I.
b.    Karyawan grade 6 s.d. 9 berhak atas tarif kamar Standar Perusahaan II.
c.    Karyawan grade 10 s.d. 13 berhak atas tarif kamar Standar Perusahaan III.
d.    Karyawan grade 14 s.d. 17 berhak atas tarif kamar Standar Perusahaan IV.
                                      
(3)   Karyawan yang berdasarkan keterangan pihak yang berwenang mengalami kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, terkena penyakit endemik (wabah penyakit yang menular secara luas), musibah kekerasan, atau bencana alam dan dirawat di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan yang resmi lainnya, maka :
a.    Biaya pengangkutan dari tempat peristiwa terjadi ke tempat perawatan diganti penuh.
b.    Biaya perawatan yang timbul akibat peristiwa tersebut  diganti penuh sampai dinyatakan sembuh oleh dokter yang merawat.

(4)   Karyawan yang sakit dan meninggal dunia dalam perawatan di rumah sakit, seluruh biaya pengobatan dan perawatan ditanggung penuh oleh Perusahaan.

(5)   Karyawan yang meninggal dunia di rumah karena pulang paksa setelah dirawat di rumah sakit dalam status masih menjalani cuti sakit, maka biaya yang timbul atau sisa biaya yang timbul selama dalam perawatan kali terakhir di rumah sakit yang menjadi tanggungan karyawan yang bersangkutan, dibebaskan oleh Perusahaan.

Pasal 106

Persalinan


(1)   Karyawan perempuan atau istri karyawan yang menjalani :
a.    Persalinan normal (oleh dokter, bidan, dukun beranak) mendapat uang persalinan sesuai dengan DTPKP.
b.    Persalinan dengan penyulit yang memerlukan tindakan spesialistik, maka berlaku ketentuan rawat inap.

(2)   Penggantian biaya persalinan diberikan oleh Perusahaan sampai dengan persalinan ke tiga, kecuali persalinan akibat kehamilan karena gagal KB.

(3)   Biaya persalinan tidak diberikan kepada karyawan perempuan atau isteri karyawan yang melahirkan anak pertama kurang dari 7 bulan sejak pernikahan dilangsungkan, kecuali oleh dokter dinyatakan sebagai kelahiran prematur.

Pasal 107

Pemeriksaan Penunjang Diagnostik


(1)   Pemeriksaan penunjang diagnostik meliputi pemeriksaan laboratorium, radiologi, elektromedik dan pemeriksaan lainnya berdasarkan rujukan dokter.

(2)   Biaya pemeriksaan penunjang diagnostik mendapat penggantian dari Perusahaan sesuai DTPKP kecuali pemeriksaan penunjang diagnostik yang bukan atas rujukan dokter.

Pasal 108

Gawat Darurat


(1)    Dalam keadaan gawat darurat, pemeriksaan dan pengobatan dapat dilakukan tanpa rujukan dari pelaksana pelayanan rawat  jalan tingkat pertama.

(2)    Pengajuan restitusi pemeriksaan dan pengobatan dalam keadaan gawat darurat diajukan dengan melampirkan keterangan keadaan gawat darurat tersebut dari dokter dan atau tempat pelayanan kesehatan yang merawat.

(3)    Keterangan keadaan gawat darurat dapat diberikan apabila pasien/korban memerlukan pertolongan cepat atau kondisi yang jika tidak segera mendapat pertolongan dapat mengancam jiwanya, karena :
a.    Kecelakaan atau ruda paksa.
b.    Serangan jantung.
c.    Serangan asma.
d.    Panas yang tinggi.
e.    Kejang.
f.     Kehilangan kesadaran (koma) termasuk epilepsi atau ayan.
g.    Patah tulang.
h.    Pendarahan.
i.     Keracunan.
j.     Muntaber.
k.    Gangguan jiwa yang membahayakan.
l.     Kondisi lainnya berdasarkan pertimbangan dokter.

Pasal 109

Pelayanan Rehabilitasi


(1)   Pelayanan rehabilitasi meliputi pemberian :
a.    Kacamata.
b.    Prothesa mata.
c.    Prothesa gigi.
d.    Prothesa anggota badan / alat gerak.
e.    Alat bantu dengar.
f.     Alat pacu jantung.
g.    Alat bantu/rehabilitasi lainnya yang ditetapkan oleh dokter Perusahaan atau dokter yang ditunjuk Perusahaan dinyatakan sebagai alat bantu/rehabilitasi.
                                  
(2)   Pemberian sarana rehabilitasi atas dasar keterangan tertulis dari dokter spesialis, tetapi khusus prothesa gigi cukup dari dokter gigi.

(3)   Ketentuan waktu dan jumlah pelayanan rehabilitasi yang mendapatkan penggantian biaya, ditetapkan sebagai berikut :
a.    Gagang kacamata dapat diganti paling cepat 3 (tiga) tahun dari waktu penggantian sebelumnya.
b.    Lensa kacamata dapat diganti setiap waktu apabila berdasarkan penetapan dari dokter ahli mata, terjadi perubahan ukuran (dioptri).
c.    Perawatan ortodontie lepasan gigi paling banyak diberikan dua kali setiap rahang.
d.    Penggantian biaya pembuatan prothese gigi ulang karena adanya tambahan gigi yang dicabut untuk prothese sebagian, diberikan paling cepat 1 (satu) tahun dari waktu penggantian sebelumnya.
e.    Pemberian dan pemasangan gigi palsu penuh rahang atas dan rahang bawah masing-masing hanya diberikan berdasarkan pertimbangan dokter gigi.

(4)   Pemberian sarana rehabilitasi akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja diganti penuh oleh Perusahaan.

Pasal 110

Pelayanan Kesehatan di Luar Tempat Kedudukan


(1)    Karyawan dan keluarga yang berobat atau dirawat di luar tempat kedudukan (tempat bekerja), kuitansi biaya perawatan/pengobatan untuk keperluan restitusi harus mendapat pengesahan dari dokter Perusahaan atau kepala dirian setempat.

(2)    Anggota keluarga karyawan yang bedomisili di luar tempat kedudukan karyawan karena alasan yang dapat dibenarkan, berhak memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan di daerah domisilinya dengan cara mengajukan permohonan kepada pejabat setingkat Manajer di unit kerja yang menangani K3 dan Pemeliharaan Kesehatan di daerah domisilinya (UPT, Divre, Kantor Pusat), dan ijin yang didapat diberitahukan kepada pejabat setingkat Manajer di unit kerja yang menangani K3 dan Pemeliharaan Kesehatan domisili karyawan bekerja. 

(3)    Biaya yang timbul atas pengobatan di luar tempat kedudukan (tempat bekerja) menjadi beban kantor tempat karyawan bekerja.

Pasal 111

Rujukan ke Luar Daerah/Luar Negeri


(1)   Atas rujukan dokter yang merawatnya, karyawan atau keluarganya dapat diizinkan berobat ke kota terdekat yang memiliki fasilitas atau tenaga ahli kesehatan yang diperlukan.

(2)   Atas saran tertulis dokter yang merawatnya, penderita sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dapat didampingi seorang pendamping dengan mendapatkan hak penggantian biaya perjalanan pengobatan.

(3)   Biaya perjalanan pengobatan pasien dan seorang pendamping dimaksud ayat (1) dan (2) Pasal ini, diberikan maksimal 4 (empat) hari.

(4)   Apabila atas kemauan sendiri berobat ke kota lain di luar kota yang ditentukan dalam surat izin rujukan, maka biaya perjalanannya diberikan paling besar berdasarkan perhitungan sampai ke kota yang ditunjuk.

(5)   Biaya yang timbul dalam pengobatan ke luar kota (rujukan ke luar daerah) diganti sesuai dengan DTPKP.

(6)   Ijin berobat ke luar daerah antar Divre diatur sebagai berikut :
a.    Pasien (karyawan atau keluarganya) yang berdomisili di Kantor Pusat, ijin berobat dikeluarkan oleh pejabat setingkat Manajer di unit kerja yang menangani K3 dan Pemeliharaan Kesehatan di Kantor Pusat.
b.    Pasien (karyawan atau keluarganya) yang berdomisili di Divre/UPT, ijin berobat dikeluarkan oleh pejabat setingkat Manajer di unit kerja yang menangani K3 dan Pemeliharaan Kesehatan di Divre setempat.

(7)   Ijin berobat ke luar negeri dikeluarkan oleh Direktur SDM bagi karyawan Kantor Pusat dan KaDivre setempat bagi karyawan di Divre/UPT atas pertimbangan efektivitas dan efisiensi pengobatan

Pasal 112

Hal-Hal yang Tidak Mendapat Penggantian Biaya Dari Perusahaan

           
(1)   Pelayanan pengobatan/perawatan terhadap :
a.    Penyakit atau cidera yang diakibatkan oleh kesengajaan.
b.    Penyakit akibat kecanduan minuman beralkohol dan atau narkoba.
c.    Penyakit akibat hubungan seksual.
d.    Perawatan kosmestik untuk kecantikan.
e.    Tindakan operasi atau rekontruksi terhadap kelainan/cacat bawaan (anomaly) kecuali bila kelainan atau cacat bawaan tersebut menimbulkan penyakit atau gangguan fungsi organ tubuh.

(2)   Obat-obatan yang tidak ada kaitannya dengan proses penyembuhan penyakit yang diderita.

Pasal 113

Kebijakan Direksi Atas Dasar Kemanusiaan


(1)    Dalam kondisi tertentu direksi dapat memberikan kebijakan atau bantuan kepada karyawan dan keluarganya atas indikasi medis dan pertimbangan kemanusiaan maksimal 75 % dari biaya yang ditanggung karyawan.

(2)    Yang dimaksud dengan indikasi medis dan pertimbangan kemanusiaan pada ayat (1) Pasal ini, antara lain penyakit degeneratif (penurunan fungsi organ tubuh seperti leukimia, gagal ginjal, jantung), kanker/tumor atau penyakit berat lainnya yang penggantiannya oleh karyawan atas kelebihan selisih biaya, dinilai di luar batas kemampuan karyawan yang bersangkutan.

Pasal  114

Daftar Tarif Pelayanan Kesehatan Perusahaan (DTPKP)


(1)   Sepanjang masih menggunakan sistem swakelola, maka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Perusahaan wajib membuat paket bantuan pemeliharaan kesehatan yang dituangkan dalam DTPKP sebagai panduan dalam menetapkan penggantian biaya pemeliharaan kesehatan.

(2)   DTPKP sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan sebagai berikut :






DAFTAR TARIP PELAYANAN KESEHATAN KARYAWAN PERUSAHAAN (DTPKKP)
TAHUN 2011


No.
Jenis Penggantian
Keterangan
Penggantian
1
Rawat jalan dan rawat inap, Umum, Spesialis dan Gigi, termasuk : dokter, paramedis, obat, oksigen, pemeriksaan penunjang diagnostik, kamar sesuai haknya, pelayanan khusus, tindakan medis, kamar UGD/ICU, kamar operasi, KB, Imunisasi, home care penyakit berat, prothesa gigi, ambulance, kereta jenasah.
Di Poliklinik Perusahaan, Puskesmas, RS Pemerintah (termasuk RSAD, RSAL, RSAU, RS Pol) pola kontrak.
100%
Di RS Swasta pola kontrak
80%
Pola Restitusi :
a.  Pola restitusi Puskesmas, dan RS Pemerintah (termasuk RSAD, RSAL, RSAU, RS Pol).

100%
b.  Pola restitusi selain tersebut pada butir a.

80%
2
Kamar rawat inap
Dibawah hak sekelasnya
100%
Satu tingkat di atas hak sekelasnya.

80%
Dua tingkat di atas hak sekelasnya.

70%
3
Persalinan normal
Paket/lumpsum
Rp. 2.000.000
4
Kacamata paket (lensa + frame) minimal 3 tahun
Karyawan.
Maks. Rp. 700.000
Keluarga Karyawan.
Maks. Rp. 400.000
Lensa karena perubahan ukuran dioptri
Karyawan.
Maks. Rp. 150.000
5
Biaya lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan pengobatan/perawatan
Contoh : Administrasi, telepon, sabun, shampoo, tissue, wadah khusus untuk obat, jasa cucian, catering pilihan, bed, biaya makan ekstra untuk penunggu.
0%

(3)   Dalam hal Perusahaan karena sebab tertentu tidak dapat melakukan kontrak (dimana seharusnya melakukan kontrak) restitusi untuk pelayanan di RS Pemerintah diganti 100% dan untuk pelayanan kesehatan RS swasta diganti 80%.

(4)   Penyesuaian daftar Tarif Pelayanan Kesehatan Perusahaan dilakukan terhitung mulai bulan Januari 2012.

Pasal 115

Pengembangan Sistem Pemeliharaan Kesehatan


(1)   Dalam hal karyawan menjadi peserta asuransi kesehatan di luar program swakelola Perusahaan, berhak mengajukan restitusi atas selisih/kekurangan biaya yang dibayarkan oleh pihak asuransi sebagai excess claim asuransi kepada Perusahaan          dan diganti sesuai haknya berdasarkan DTPKP.

(2)   Dalam hal di Kantor Pusat atau masing-masing Divre berdasarkan kesepakatan dengan Serikat Pekerja setempat menghendaki pemeliharaan kesehatan melalui program asuransi kesehatan atau dalam bentuk lain yang lebih memberikan manfaat kepada karyawan maupun Perusahaan, maka berhak mengadakan ikatan dengan perusahaan asuransi kesehatan atau membuat pola/sistem pemeliharaan kesehatan tersendiri dengan ketentuan anggaran tidak terlampaui dan manfaat kesehatan yang diterima oleh karyawan minimal sama dengan paket jaminan kesehatan yang tercantum dalam DTPKP.

(3)   Ketentuan mengenai jaminan kesehatan dianggarkan dengan basis perhitungan per karyawan untuk tahun 2011 sebesar Rp 2.220.000,00 (dua juta dua ratus dua puluh ribu rupiah) per karyawan per tahun dan selanjutnya setiap tahun ditinjau sejalan dengan kenaikan biaya kesehatan yang berlaku di pasaran.

(4)   Pengelolaan dana sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini untuk karyawan di wilayah dikelola oleh Divre sedangkan untuk karyawan di Kantor Pusat dikelola oleh fungsi terkait di kantor pusat dan tidak diberikan  dalam bentuk lumsum/tunai  kepada karyawan.

(5)   Selain dana kesehatan yang ditetapkan pada ayat (3) Pasal ini, Perusahaan menyediakan dana cadangan yang dikelola oleh Kantor Pusat untuk keperluan membantu biaya pengobatan karyawan sebagaimana dimaksud Pasal 122 dan untuk keperluan subsidi nasional.

(6)   Pengelolaan anggaran pelayanan pemeliharaan kesehatan karyawan dan keluarganya berdasarkan azas gotong royong (yang sehat membantu yang sakit) secara nasional.

(7)   Perusahaan akan menyempurnakan sistem pelayanan pemeliharaan kesehatan karyawan dan keluarganya melalui program pelayanan kesehatan secara nasional sebagai pengganti program swakelola dengan prinsip standar pelayanan kesehatan  yaitu :
a.  Bagi Direksi diberikan setara dengan produk Askes Diamond atau Askes Platinum.
b.  Bagi karyawan diberikan setara dengan Askes Gold atau Askes Komersial Standar.

BAB XV
ASURANSI JAMINAN HARI TUA DAN PENSIUN

Pasal 116
Jenis-Jenis Jaminan Hari Tua

Kepada karyawan yang berhenti bekerja atau dikenakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), diberikan Jaminan Hari Tua (JHT), berupa :
  1. Manfaat Jaminan Sosial Tenaga Kerja dari PT Jamsostek berupa Program Jaminan Hari Tua.
  2. Manfaat Asuransi dari  PT Asuransi Jiwasraya berupa Asuransi Jiwa THT Kumpulan Jaminan Lengkap dan Asuransi Jiwa Dwiguna Kumpulan.
  3. Manfaat Asuransi dari PT Taspen berupa Program Tabungan Hari Tua dan Program Asuransi THT Multiguna.
  4. Manfaat Pensiun berupa program manfaat pasti dari Dapenpos.
  5. Sumbangan Pangan dan Sumbangan Perbaikan Penghasilan Pensiun dari Perusahaan.
  6. Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa kerja, Uang Penggantian Hak dari Perusahaan.

Pasal 117
Jaminan Hari Tua

(1)   Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayar sekaligus dan atau berkala pada saat karyawan mencapai usia 55 tahun atau memenuhi persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku.

(2)   Jaminan Hari Tua dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, dalam hal :
  1. Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap sehingga berhenti bekerja (di PHK).
  2. Berhenti bekerja setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun.
  3. Karyawan pindah ke luar negeri dan tiak kembali lagi, atau menjadi PNS/TNI/POLRI.

(3)   Pembayaran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini dilakukan setelah melewati masa tunggu 6 bulan terhitung sejak saat karyawan berhenti bekerja.

(4)   Iuran Jaminan Hari tua ditanggung Perusahaan sebesar 3,7 % dari gaji sebulan dan dari karyawan sebesar 2% dari gaji sebulan.

(5)   Pembayaran iuran program Jamsostek dilaksanakan berdasarkan prosentase dari gaji yang besarannya dilakukan secara bertahap terhitung bulan Januari 2012 dan dikonsultasikan kepada Badan Penyelenggara (PT Jamsostek).

Pasal 118
Asuransi Jiwa THT Kumpulan Jaminan Lengkap

(1)   Asuransi Jiwa THT Kumpulan Jaminan Lengkap adalah program asuransi jiwa yang memberikan manfaat berupa pembayaran secara sekaligus kepada karyawan atau akhli warisnya.

(2)   Jenis program manfaat asuransi pada ayat (1) Pasal ini :
  1. Manfaat Asuransi Jiwa THT.
  2. Manfaat Asuransi Jaminan Lengkap.

(3)   Premi asuransi dibayar setiap awal bulan sebesar 10 % dari gaji pokok dengan  ketentuan 5 % merupakan tanggungan Perusahaan dan sisanya sebesar 5 % merupakan tanggungan karyawan.

(4)   Besarnya Manfaat Asuransi  butir a ayat (2) Pasal ini, sebagai berikut :
  1. Karyawan berhenti karena pensiun normal atau hidup sampai masa asuransi pada usia 56 tahun, besarnya manfaat asuransi sebesar 1,75 x masa kerja x  gaji pokok, maksimal masa kerja 30 tahun.
  2. Karyawan berhenti karena meninggal dunia, besarnya manfaat asuransi sebesar 1,75 x masa kerja x gaji pokok,  dengan perhitungan masa kerja  dianggap karyawan bekerja sampai dengan usia 56 tahun  dan batas maksimal masa kerja 30 tahun.
  3. Karyawan berhenti karena keuzuran, besarnya manfaat asuransi sebesar      1,75 x masa kerja x gaji pokok, dengan perhitungan masa kerja dianggap karyawan bekerja sampai dengan usia 56 tahun  dan batas maksimal masa kerja 30 tahun.
  4. Karyawan berhenti sebelum pensiun normal dan berhenti selain butir b dan c ayat ini diatur sebagai berikut :
1)   Karyawan berhenti atas permintaan sendiri dan usia sekurang-kurangnya telah mencapai usia 45 tahun, besarnya manfaat asuransi sebesar          1,75 x masa kerja x gaji pokok dengan maksimal masa kerja 30 tahun.
2)   Karyawan berhenti atas permintaan sendiri tetapi usia belum mencapai     45 tahun atau diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau diberhentikan tidak dengan hormat, besarnya manfaat asuransi sebesar total nilai tunai sesuai dengan perhitungan aktuaria atau sekurang-kurangnya akumulasi premi yang telah dibayar.
3)   Apabila terjadi pemberhentian karyawan secara masal berdasarkan kebijakan Perusahaan, maka akan dibayarkan total nilai tunai sesuai dengan perhitungan aktuaria kepada masing-masing karyawan yang diberhentikan.

(5)   Besarnya Manfaat Asuransi  butir b ayat (2) Pasal ini, sebagai berikut :
  1. Jumlah Uang Asuransi Jaminan Lengkap  adalah sebesar 12 x gaji pokok.
  2. Besarnya  santunan dibedakan menurut jenis santunan :
Santunan Meninggal Dunia :
1)   Akibat Kecelakaan :
Apabila dalam masa asuransi karyawan meninggal dunia oleh suatu sebab kecelakaan yang dialaminya seketika atau sebagai akibat langsung dalam masa 90 x 24 jam sejak terjadinya kecelakaan, akan dibayarkan sebesar 200 % dari Jumlah Uang Asuransi Jaminan Lengkap.
2)   Bukan Akibat Kecelakaan :
Apabila dalam masa asuransi karyawan meninggal dunia bukan akibat dari suatu kecelakaan,  akan dibayarkan sebesar 100 % dari Jumlah Uang Asuransi Jaminan Lengkap.
Santunan Cacat Tetap :
1)   Santunan Cacat Tetap Seluruhnya :
  • Apabila dalam masa asuransi karyawan  oleh suatu sebab kecelakaan yang dialaminya mengakibatkan yang bersangkutan menderita cacat tetap seluruh anggota badan seketika atau sebagai akibat langsung dalam masa 90 x 24 jam sejak terjadinya kecelakaan, akan dibayarkan maksimal sebesar 250 % dari Jumlah Uang Asuransi Jaminan Lengkap.
  • Cacat tetap seluruh anggota badan, yaitu kehilangan anggota badan atau hilangnya fungsi anggota badan untuk selamanya atas kedua tangan atau kedua kaki atau kedua mata atau satu tangan dan satu kaki atau satu tangan dan satu mata atau satu kaki dan satu mata.
2)   Santunan Cacat Tetap Sebagian  :
Apabila dalam masa asuransi karyawan oleh suatu sebab kecelakaan yang dialaminya mengakibatkan yang bersangkutan menderita cacat tetap berupa kehilangan atau kehilangan fungsi sebagian anggota badan seketika atau sebagai akibat langsung dalam masa 90 x 24 jam sejak terjadinya kecelakaan, akan dibayarkan maksimal sebesar prosentase tertentu dari Jumlah Uang Asuransi Jaminan Lengkap yaitu :
  • Lengan mulai dari sendi bahu       175,00  %
  • Lengan mulai dari sendi siku        162,50  %
  • Tangan mulai dari pergelangan    125,00  %
  • Satu kaki                                   150,00  %
  • Satu mata                                  150,00  %
  • Jempol tangan                             62,50  %
  • Telunjuk                                      37,50  %
  • Kelingking                                   30,00  %
  • Jari tengah atau jari manis            25,00  %
  • Satu jari kaki                                12,50  %
Pasal 119
Asuransi Jiwa Dwiguna Kumpulan

(1)    Asuransi Jiwa Dwiguna Kumpulan adalah program asuransi jiwa yang memberikan manfaat berupa pembayaran secara sekaligus kepada karyawan yang menjadi peserta/tertanggung karena pensiun normal atau akhli warisnya apabila karyawan tersebut meninggal dunia.

(2)    Premi asuransi dibayar setiap awal tahun dan seluruhnya menjadi tanggungan Perusahaan, besarnya premi tergantung kepada tingkat jabatan/non jabatan dan usia karyawan.

(3)    Manfaat Asuransi Jiwa Dwiguna Kumpulan diberikan kepada :
  1. Karyawan berhenti karena pensiun normal dan dibayarkan pada usia 55 tahun.
  2. Karyawan berhenti karena meninggal dunia.

(4)    Waktu pembayaran manfaat asuransi dibagi dalam 2 bagian yaitu bagi karyawan yang lahir bulan Januari sampai dengan bulan Juni pembayaran dilakukan pada bulan Juli, sedangkan karyawan yang lahir bulan Juli sampai dengan Desember pembayaran dilakukan pada bulan Januari.

(5)    Besarnya Manfaat Asuransi Dwiguna Kumpulan sebagaimana tercantum dalam tabel berikut :


U R A I A N
UANG ASURANSI
KENAIKAN UANG ASURANSI
Tingkat  jabatan 1
Tingkat  jabatan 2
Tingkat jabatan  3
Tingkat jabatan  4
Tingkat jabatan  5
Tingkat jabatan  6
>= Tingkat jabatan 7
Rp  7.500.000,00
Rp  6.000.000,00
Rp  4.500.000,00
Rp  3.000.000,00
Rp  2.000.000,00
Rp  1.750.000,00
Rp  1.500.000,00
Rp   500.000,00
Rp   400.000,00
Rp   300.000,00
Rp   200.000,00
Rp   100.000,00
Rp   100.000,00
Rp   100.000,00

(6)    Kenaikan uang asuransi sebagaimana dimaksud pada tabel ayat (5) Pasal ini, berlaku bagi karyawan yang pada tanggal 31 Desember 1998 masih terdaftar sebagai tertanggung/peserta asuransi dan diberikan terhitung mulai                     1 Januari 2000.

Pasal 120
Program Asuransi THT Multiguna

(1)    Asuransi Multiguna Sejahtera adalah program asuransi yang manfaatnya dibayarkan secara sekaligus kepada peserta yang berhenti sejak tanggal 1 Oktober 2008.

(2)    Premi asuransi dibayar setiap awal bulan sebesar 19,5 % dari gaji pokok dengan  ketentuan 13 % merupakan tanggungan Perusahaan dan sisanya sebesar 6,5 % merupakan tanggungan karyawan.

(3)    Besarnya Manfaat Asuransi Multiguna  Sejahtera sebagai berikut :
a)      Manfaat sekaligus:
  1. Peserta mencapai batas usia pensiun :
  2. Karyawan berhenti telah mencapai usia 56 tahun atau karyawan  berhenti belum mencapai usia 56 tahun dengan ketentuan usia berhenti minimum 45 tahun dan jumlah masa kerja ditambah usia berhenti minimum 65 tahun atau karyawan berhenti bekerja karena keuzuran jasmani dan rokhani dengan ketentuan peserta sudah diangkat menjadi karyawan Perusahaan.
  3. Besarnya manfaat sebesar 290,5 % x Masa Kerja x Gaji Pokok terakhir sebagai dasar iuran, minimum manfaat sebesar Rp 15.900.000,00
  4. Masa kerja yang dihitung maksimum 30 tahun.
  1. Karyawan meninggal dunia :
  2. Karyawan meninggal dunia dan memiliki masa iuran minimum 1 (satu) bulan, atau karyawan hilang dan dinyatakan meninggal dunia.
  3. Besarnya manfaat sekaligus sebesar 210,5 % x Masa Kerja x Gaji Pokok terakhir sebagai dasar iuran, minimum manfaat sebesar                          Rp 11.500.000,00.
  4. Masa kerja dihitung maksimum 30 tahun.

b)     Manfaat Nilai Tunai :
  1. Dibayarkan apabila karyawan berhenti bekerja bukan karena meninggal dunia dan tidak memenuhi ketentuan pada butir a) 1 ayat ini.
  2. Besarnya manfaat nilai tunai sebesar Faktor x Gaji sekaligus sebesar 210,pensiun dan telah mencapai usia 56 tahun atau kayawan berhenti belum mencapai usia 56 tahun dengan ketentuan usia berhenti minimum 45 tahun dan jumlah masa kerja ditambah   usia   berhenti   minimum   65  tahun    atau   karyawan  berhenti berkerja karena keuzuran jasmani dan rokhani dengan ketentuan peserta sudah diangkat menjadi karyawan Perusahaan.
  3. Besarnya manfaat berkala sebesar 2,67 % x masa kerja x gaji pokok terakhir sebagai dasar iuran, minimum manfaat sebesar  Rp 212.500,00 per bulan.
  4. Masa kerja yang dihitung maksimum  30 tahun.
  5. Manfaat berkala dibayarkan minimal 60 bulan, dan maksimal dibayarkan sampai yang bersangkutan meninggal dunia.

c)      Manfaat Sekaligus :
  1. Dibayarkan sekaligus apabila karyawan meninggal dunia dan memiliki masa iuran minimum 1 (satu) bulan, atau karyawan hilang dan dinyatakan meninggal dunia.
  2. Besarnya manfaat sekaligus sebesar 210,5 % x masa kerja x gaji pokok terakhir sebagai dasar iuran.
  3. Masa kerja yang dihitung maksimum  30 tahun.

d)   Manfaat Nilai Tunai :
  1. Dibayarkan apabila karyawan berhenti bekerja bukan karena meninggal dunia dan tidak memenuhi ketentuan pada butir a dan b ayat ini.
  2. Besarnya manfaat nilai tunai sebesar Faktor x  Gaji Pokok terakhir sebagai dasar iuran dengan besaran faktor ditetapkan berdasarkan tabel perhitungan aktuaria.
  3. Dibayarkan sekaligus sekurang-kurangnya sebesar akumulasi iuran.

(4)    Karyawan yang berhenti sebelum tanggal 1 Oktober 2008 dan telah menerima manfaat secara berkala dengan minimum manfaat sebesar Rp 212.500,00 per bulan tetap diberikan secara berkala, dibayarkan minimal 60 bulan dan maksimal dibayarkan sampai yang bersangkutan meninggal dunia.

(5)    Program Asuransi Multiguna tidak berlaku bagi calon karyawan/karyawan yang diangkat terhitung mulai tanggal 31 Desember 2006.

(6)    Terhitung tanggal 1 Januari 2007 calon karyawan/karyawan sebagaimana dimaksud ayat (5) Pasal ini, diikutsertakan pada Program Iuran Pasti.

Pasal 121
Program Tabungan Hari Tua

(1)   Tabungan Hari Tua adalah program asuransi jiwa yang terdiri dari Asuransi Dwiguna yang dikaitkan dengan usia pensiun ditambah dengan Asuransi Kematian.

(2)   Premi asuransi dibayar setiap awal bulan dan seluruhnya menjadi tanggungan karyawan, besarnya premi sebesar 3,25 %  x  gaji pokok.

(3)   Manfaat Asuransi  Tabungan Hari Tua  pada ayat (1) Pasal ini diberikan dalam hal :
  1. Karyawan berhenti dengan hak pensiun normal sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memiliki masa iuran sekurang-kurangnya 6 bulan berturut-turut.
  2. Karyawan berhenti karena meninggal dunia dan memiliki masa iuran sekurang-kurangnya 6 bulan berturut-turut.
  3. Karyawan berhenti bukan karena pensiun normal dan bukan karena meninggal dunia dengan ketentuan :
1)   usia berhenti sekurang-kurangnya 50 tahun;
2)   memiliki masa iuran 6 bulan berturut-turut;
3)   jumlah masa iuran ditambah  dengan usia berhenti minimum 65 tahun.

(4)   Karyawan yang berhenti dan tidak memenuhi ketentuan ayat (3) Pasal ini diberikan nilai tunai, dengan  rumus  Faktor  x  gaji pokok terakhir.

(5)   Besarnya manfaat THT adalah 0,55 x Masa Iuran x gaji pokok terakhir.
Masa iuran bagi karyawan meninggal dunia dianggap sampai mencapai batas usia pensiun dikurangi dengan usia ketika masuk menjadi karyawan.

(6)   Selain Manfaat THT, karyawan dan pensiunan yang usia pensiun minimal 50 tahun dan masa iuran minimal 15 tahun memperoleh pula manfaat Asuransi Kematian (AK), besarnya manfaat ditentukan sebagai berikut :
  1. Peserta sebagai karyawan meninggal dunia dihitung dengan rumus :               2 x gaji pokok terakhir.
  2. Isteri/suami karyawan meninggal dunia dihitung dengan rumus :                  1,5 x  gaji pokok terakhir.
  3. Anak karyawan meninggal dunia dihitung dengan rumus 0,75 x  gaji pokok terakhir.
  4. Peserta sebagai pensiunan meningal dunia dihitung dengan rumus  :
2 x {1 + (0,1 x C/12)} x  gaji pokok terakhir.
  1. Isteri/Suami pensiunan meninggal dunia dihitung dengan rumus :
1,5 x ({1 + (0,1 x C/12)} x  gaji pokok terakhir.
  1. Anak pensiunan meninggal dunia dihitung dengan rumus :
0,75 x ({1 + (0,1x C/12)} x  gaji pokok terakhir.
C adalah jumlah bulan yang dihitung dari tanggal karyawan diberhentikan sampai tanggal terjadinya meninggal dunia

(7)   Gaji pokok terakhir adalah gaji pokok sebulan yang menjadi dasar potongan iuran.

Pasal 122
Optimalisasi Program Manfaat Asuransi
         
Perusahaan bersama-sama dengan serikat pekerja akan berupaya mengoptimalkan program manfaat asuransi sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih baik kepada karyawan maupun Perusahaan dengan mendahulukan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku tentang Jamsostek, dengan cara :
a       Kepesertaan karyawan pada program asuransi THT Multiguna pada PT Taspen, THT Kumpulan Jaminan Lengkap dan Asuransi Dwiguna Kumpulan pada PT Asuransi Jiwasraya dihentikan secara bertahap terhitung 1 Januari 2012, dengan ketentuan iuran dialihkan kepada program pada PT Jamsostek, yang dilakukan melalui kajian secara mendalam dengan memperhatikan kepentingan karyawan dan perusahaan.
b       Terhadap karyawan yang masih terdaftar pada PT Taspen dan PT Asuransi Jiwasraya (iuran belum dialihkan ke PT Jamsostek), apabila terjadi kenaikan gaji pokok yang berdampak kepada kekurangan pendanaan untuk kewajiban Past Service Liability agar tidak memberatkan Perusahaan maka manfaat THT, THT Multiguna, THT Kumpulan Jaminan Lengkap akan dilakukan perubahan rumus manfaat, dengan ketentuan kenaikan manfaat THT, THT Multiguna, THT Kumpulan Jaminan Lengkap berdasarkan hasil perubahan  rumus manfaat yang disesuaikan dengan kenaikan iuran yang dibayarkan.
c        Dalam hal perubahan rumusan manfaat sebagaimana dimaksud dalam butir b di atas belum dapat diimplementasikan kepada karyawan yang diberhentikan terhitung mulai 1 Agustus 2011, akan dibayarkan sesuai dengan rumus manfaat yang berlaku dari PT Taspen dan PT Asuransi Jiwasraya dikalikan gaji pokok lama sebelum PGP 2011.  
d       Perubahan rumus manfaat yang dimaksud pada butir b tersebut di atas terlebih dahulu dikoordinasikan dengan PT Taspen (Persero) dan PT Jiwasraya (Persero).

Pasal 123
Prinsip Dasar Pensiun

Untuk memberikan kesinambungan penghasilan bagi karyawan pada saat pensiun,  Perusahaan mengikutsertakan karyawan dalam program pensiun sebagai berikut :
1)   Bagi karyawan yang masuk bekerja sampai dengan 31 Desember 2009, diikutsertakan dalam program pensiun manfaat pasti kepada Dapenpos.
2)   Bagi karyawan yang masuk bekerja terhitung mulai 1 Januari 2010, diikutsertakan pada program pensiun iuran pasti yang akan diatur dengan keputusan direksi.

Pasal 124
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pensiun Pada Dapenpos

(1)    Iuran pensiun terbagi atas iuran normal dan iuran tambahan (Past Service Liability atau PSL).

(2)    Iuran normal merupakan tanggungan karyawan dan Perusahaan dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. Iuran karyawan ditetapkan sebesar 5 % x  Penghasilan Dasar Pensiun.
  2. Iuran Perusahaan ditetapkan sebesar 13,50 % x  Penghasilan Dasar Pensiun, yang besarnya dapat berubah tergantung kepada hasil valuasi aktuaria Dapenpos.

(3)    Iuran tambahan (PSL) seluruhnya merupakan tanggungan Perusahaan.

(4)    Besarnya Penghasilan Dasar Pensiun karyawan bujangan adalah : 130 % x Gaji pokok,  dan karyawan berkeluarga adalah : 146 % x Gaji pokok.

(5)    Jenis-jenis manfaat pensiun terdiri dari Manfaat Pensiun Normal, Manfaat Pensiun Dipercepat, Hak Pensiun Ditunda, Manfaat Pensiun Cacat, Manfaat Pensiun Janda/Duda  dan  Anak.
  1. Manfaat  Pensiun  Normal (MPN)
1)   Manfaat Pensiun Normal diberikan kepada peserta yang telah mencapai batas usia pensiun normal (usia 56 tahun).
2)   Besar manfaat pensiun sebulan :
     MPN = 2,50 % x masa kerja x Penghasilan Dasar Pensiun.
3)   Maksimum Manfaat Pensiun adalah 80 % dari Penghasilan Dasar Pensiun per bulan.
  1. Manfaat Pensiun Dipercepat (MPD)
1)   Manfaat Pensiun Dipercepat diberikan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun dipercepat (usia 46 tahun).
2)   Besar manfaat pensiun sebulan :
                MPD = Nilai Sekarang (Aktuaria)  x 2,50 % x masa kerja x Penghasilan     Dasar Pensiun.
  1. Hak Pensiun Ditunda  (PD)
1)   Hak atas Pensiun Ditunda diberikan kepada peserta yang berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun dipercepat dan telah mempunyai masa kerja   sekurang-kurangnya  3  (tiga)  tahun,  yang  ditunda   pembayarannya sampai pada saat peserta sekurang kurangnya mencapai usia pensiun dipercepat atau setelahnya berdasarkan pilihan peserta.
2)   Besar hak atas Pensiun Ditunda (PD) :
     PD = Nilai Sekarang (Aktuaria) x 2,50 % x masa kerja x Penghasilan Dasar Pensiun.
3)   Berdasarkan pilihan peserta, hak atas Pensiun Ditunda dapat dilaksanakan :
  • tetap dibayarkan oleh Dapenpos,
  • dialihkan ke Dana Pensiun Pemberi Kerja lain ditempat kerja yang baru, atau
  • dialihkan kepada Dana Pensiun Lembaga Keuangan dengan ketentuan peserta bekas karyawan harus mengajukan surat permohonan pengalihannya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berhenti bekerja atau setelahnya berdasarkan pilihan peserta.
  1. Manfaat Pensiun Cacat (MPC)
1)   Manfaat Pensiun Cacat dibayarkan kepada peserta bila peserta berhenti bekerja karena cacat.
2)   Besar manfaat pensiun sebulan :
     MPC = 2,50 % x masa kerja x Penghasilan Dasar Pensiun.
3)   Masa kerja yang diakui untuk menghitung Manfaat Pensiun Cacat diperhitungkan sampai peserta mencapai usia pensiun normal dan Penghasilan Dasar Pensiun dihitung pada saat peserta dinyatakan cacat.
  1. Manfaat Pensiun Janda/Duda dan Anak  (MP Jd/Dd/A)
1)   Penerima Manfaat Pensiun Janda/Duda/Anak adalah istri, suami atau anak yang telah didaftarkan  oleh peserta sebelum meninggal dunia atau pensiun.
2)   Besar manfaat pensiun sebulan :
  • Dalam hal peserta pensiunan meninggal dunia :
MP Jd/Dd/A =  60 % x  MP terakhir yang diterima pensiunan.
  • Dalam hal peserta karyawan meninggal dunia :
Ăž    Telah mencapai usia sekurang-kurangnya 46 tahun :
MP Jd/Dd/A =   60 % x  MP yang seharusnya diterima
Ăž    Belum mencapai usia 46 tahun :
     MP Jd/Dd/A = 75 % x  MP yang seharusnya diterima peserta.
Ăž    Dalam hal peserta karyawan tewas :
                          MP Jd/Dd/A = 100 % x MP yang seharusnya diterima oleh peserta yang tewas.
Ăž    MP/Jd/Dd/A = MP yang seharusnya diterima oleh peserta karyawan pada saat yang bersangkutan meninggal dunia dengan batas minimal  Rp 137.000,00 (seratus tiga puluh tujuh ribu rupiah) per bulan.  

3)      Apabila janda/duda  yang telah menerima manfaat pensiun menikah lagi atau  meninggal dunia, maka hak atas manfaat pensiun janda/duda  tersebut menjadi hak anaknya sampai mencapai usia 21 tahun atau         25 tahun apabila masih sekolah dan belum kawin.

(6)    Pembayaran Manfaat Pensiun Secara Sekaligus.
  1. Dalam hal besarnya manfaat pensiun bulanan sama dengan besarnya manfaat pensiun yang dapat dibayarkan secara sekaligus sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Keuangan, maka berdasarkan pilihan peserta/pensiunan atau janda/duda atau anak, pembayaran atas manfaat pensiun, nilai sekarang dari manfaat pensiun dapat dibayarkan secara sekaligus.
  2. Dalam hal peserta meninggal dunia dan tidak mempunyai janda/duda/anak maka nilai sekarang atas manfaat pensiun dibayarkan secara sekaligus kepada pihak yang ditunjuk.
  3. Karyawan yang berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun dipercepat dan memiliki masa kerja kurang dari 3 (tiga) tahun kepadanya dibayarkan secara sekaligus jumlah iuran peserta sendiri ditambah bunga yang layak yaitu bunga deposito Bank Pemerintah yang paling menguntungkan bagi peserta.
  4. Pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus dapat dilakukan dalam hal besarnya manfaat pensiun bulanan jenis-jenis manfaat pensiun dimaksud pada ayat (5) Pasal ini yang dibayarkan oleh Dapenpos, jumlahnya seperti yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan R.I yaitu kurang dari atau sama dengan     Rp 750.000,00 sebulan.
  5. Besar pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus dimaksud  pada butir d ayat  ini, adalah sebagai berikut :
1)   Besar Manfaat Pensiun Normal  (MPN) sebulan kurang dari atau sama dengan Rp 750.000,00 maka  MPN Sekaligus = Nilai Sekarang Sekaligus (Aktuaria) x 12 bulan x MPN bulanan.
2)   Besar Manfaat Pensiun Dipercepat (MPD) sebulan kurang dari atau sama dengan   Rp 750.000,00  maka MPD  Sekaligus = Nilai  Sekarang  Sekaligus (Aktuaria) x 12 bulan x MPD bulanan.
3)   Besar Hak Pensiun Ditunda (PD) sebulan kurang dari atau sama dengan   Rp 750.000,00  maka  PD Sekaligus = Nilai Sekarang Sekaligus  (Aktuaria) x 12 bulan x PD bulanan.
4)   Besar Manfaat Pensiun Cacat  (MPC) sebulan kurang dari atau sama dengan Rp 750.000,00 maka  MPC Sekaligus = Nilai Sekarang Sekaligus (Aktuaria) x 12 bulan x MPC bulanan.
5)   Besar    Manfaat    Pensiun   janda/duda/anak   (MP  Jd/Dd/A)   sebulan   kurang dari atau sama dengan Rp 750.000,00  maka Mp Jd/Dd/A  Sekaligus  = Nilai Sekarang  Sekaligus  (Aktuaria) x 12 bulan x MP Jd/Dd/A bulanan.

Pasal 125
Pemberian Manfaat Pensiun Tambahan

(1)   Selain Manfaat Pensiun Pokok, Perusahaan akan memberikan Manfaat Pensiun Tambahan kepada pensiunan, dengan syarat :
  1. Sumber dana dari hasil usaha investasi Dapenpos dan tidak mengganggu kekayaaan Dapenpos.
  2. Tidak membebani Perusahaan selaku Pendiri Dapenpos.
  3. Tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang Dana Pensiun.

(2)   Ketentuan lebih lanjut tentang Manfaat Pensiun Tambahan, akan diatur dalam Peraturan Dana Pensiun dari Dana Pensiun Pos Indonesia.

Pasal 126
Kenaikan Manfaat Pensiun
           
Setiap 2 (dua) tahun sekali, besar manfaat pensiun dari Dapenpos yang diterima oleh pensiunan/janda/duda dan anak pada bulan Januari tahun genap meningkat sebesar 6% (enam per seratus) dari manfaat pensiun pokok bulan Desember tahun sebelumnya.

Pasal 127
Sumbangan Bagi Pensiunan

(1)   Selain manfaat pensiun dari Dapenpos, kepada penerima manfaat pensiun (MPN, MPD, MPC, MP Jd/Dd/A), diberikan sumbangan sesuai dengan kemampuan keuangan Perusahaan berupa:
  1. Sumbangan pangan sebesar Rp 50.000,00/jiwa/bulan.
  2. Sumbangan perbaikan penghasilan sebesar Rp 100.000,00/bulan.

(2)   Sumbangan dimaksud ayat (1) Pasal ini tidak diberikan kepada karyawan yang diberhentikan karena :
  1. Atas permintaan sendiri dan usianya di bawah usia pensiun dipercepat (di bawah  umur 46 tahun) atau penerima hak atas Pensiun Ditunda  (PD).
  2. Pelanggaran disiplin (PHK karena pelanggaran tata tertib dan disiplin kerja dan PHK karena tindak pidana).

BAB XVI
TATA TERTIB DAN DISIPLIN KERJA

Pasal 128
Maksud dan Tujuan Penyelenggaraan Hukuman Disiplin

(1)   Maksud penyelenggaraan Peraturan Disiplin adalah sebagai berikut:
  1. Preventive, yaitu untuk mencegah terjadinya perbuatan atau perilaku yang bertentangan dengan norma-norma, kepentingan hukum Perusahaan dan kepentingan karyawan.
  2. Corrective, yaitu hukuman disiplin yang dijatuhkan sebagai upaya pembinaan agar karyawan yang dikenakan hukuman disiplin untuk selanjutnya tidak lagi melakukan pelanggaran disiplin.
  3. Maintainance, yaitu pelaksanaan peraturan disiplin sebagai bagian dari upaya pemeliharaan tertib hukum, kelancaran dinas dan peningkatan kualitas pelayanan.

(2)   Tujuan penyelenggaraan Peraturan Disiplin yaitu sebagai berikut:
  1. Menciptakan ketertiban di Perusahaan.
  2. Melindungi kepentingan Perusahaan.
  3. Melindungi kepentingan karyawan secara keseluruhan.
  4. Melindungi kepentingan individu karyawan.

Pasal 129
Azas/Prinsip Peraturan Disiplin

(1)    AZAS LEGALITAS, yaitu karyawan hanya dapat dijatuhi hukuman disiplin karena melakukan perbuatan yang melanggar peraturan disiplin yang telah ada dan berlaku sebelum pelanggaran dilakukan. Apabila terjadi perubahan peraturan disiplin setelah pelanggaran dilakukan, maka pelaku dikenakan hukuman disiplin yang paling menguntungkan baginya.

(2)   NON DISCRIMINATION, yaitu hukuman disiplin yang dijatuhkan tidak boleh berdasarkan pada perbedaan ras, asal usul, agama maupun keyakinan, jenis kelamin, dan warna kulit.

(3)   EQUAL TREATMENT BEFORE LAW,  yaitu setiap karyawan harus diperlakukan sama di depan hukum. Hal ini berarti dalam proses penerapan peraturan disiplin harus dilakukan dengan adil, transparan tanpa membedakan grade, jabatan, status sosial maupun keturunan, ikatan darah/keterkaitan keluarga/kerabat karyawan.

(4)   PRESUMPTION OF INNOCENT, yaitu setiap karyawan yang dalam menjalani pemeriksaan karena diduga melakukan pelanggaran peraturan disiplin tidak boleh dianggap, dinyatakan telah bersalah kecuali dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan sebagaimana tertuang dalam surat keputusan yang diterbitkan pejabat yang berwenang menghukum.

(5)   Melindungi kepentingan Perusahaan  dan kepentingan karyawan secara keseluruhan.

(6)   Dalam rangka penegakan hukum yang adil dan berkepastian hukum, penerapan peraturan disiplin harus mempertimbangkan motif pelanggaran selain modus operandi.

(7)   Karyawan dikualifikasikan sebagai pelaku pelanggaran disiplin  adalah karyawan yang melakukan, menyuruh melakukan, turut melakukan dan atau membantu melakukan perbuatan pelanggaran disiplin.

(8)   Karyawan yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya hanya dikenakan satu jenis  hukuman disiplin yang paling berat.

(9)   Hukuman disiplin tidak dapat dikenakan kepada karyawan yang melakukan suatu perbuatan untuk melaksanakan suatu perintah jabatan yang dengan itikad baik telah diberikan sesuai dengan kewenangannya dan pelaksanaan perintah jabatan tersebut terletak di dalam ruang lingkup pekerjaannya dan sesuai dengan  prosedur operasi baku Perusahaan.

Pasal 130
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin

(1)   Tingkat Hukuman Disiplin terdiri atas :
  1. Hukuman Disiplin Tingkat Surat Peringatan Pertama.
  2. Hukuman Disiplin Tingkat Surat Peringatan Kedua.
  3. Hukuman Disiplin Tingkat Surat Peringatan Ketiga.
  4. Hukuman Disiplin Tingkat Kesalahan Berat.

(2)   Jenis Hukuman Disiplin terdiri atas:
  1. Jenis Hukuman Disiplin Tingkat Surat Peringatan Pertama adalah Pernyataan Tidak Puas.
  2. Jenis Hukuman Disiplin Tingkat Surat Peringatan Kedua adalah Penurunan Gaji Pokok.
  3. Jenis Hukuman Disiplin Tingkat Surat Peringatan Ketiga adalah Penurunan Grade atau Kelompok Jabatan atau pembebasan dari jabatan.
  4. Hukuman Disiplin berupa PHK karena melakukan Kesalahan Berat atau melalui Surat Peringatan Ketiga

(3)   Pada karyawan yang bersalah dan dikenakan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini dapat juga dikenakan sanksi tambahan yang ditetapkan dalam peraturan lainnya yang berlaku di Perusahaan.

Pasal 131
Jangka Waktu Hukuman Disiplin

(1)   Hukuman disiplin penurunan gaji pokok paling lama 6 (enam).

(2)   Hukuman disiplin penurunan grade, penurunan kelompok jabatan atau pembebasan dari jabatan paling lama 6 (enam). 

Pasal 132
Surat Peringatan

(1)   Surat Peringatan adalah Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Perusahaan dan disampaikan kepada karyawan yang telah melakukan pelanggaran peraturan tata tertib dan disiplin kerja di luar kesalahan berat, yang terdiri dari :
  1. Surat peringatan pertama.
  2. Surat peringatan kedua.
  3. Surat peringatan ketiga.

(2)   Surat Peringatan dapat dikeluarkan baik secara berturut-turut (berjenjang) maupun secara tidak berturut-turut :
  1. Surat Peringatan yang dikeluarkan secara berturut-turut (berjenjang) merupakan Surat Peringatan yang dikeluarkan berkaitan dengan terjadinya pengulangan perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan yang sejenis atau perbuatan pelanggaran lain yang dapat dikenakan Surat Peringatan yang sama.
  2. Surat Peringatan yang dikeluarkan secara tidak berturut-turut merupakan Surat Peringatan yang dikeluarkan berkaitan dengan terjadinya pelanggaran disiplin yang dapat dikenakan Surat Peringatan sesuai dengan tingkat hukuman disiplin.

(3)   Surat Peringatan memiliki masa berlaku :
  1. Surat Peringatan Pertama maksimal selama 6 (enam) bulan
  2. Surat Peringatan Kedua dan Surat Peringatan Ketiga maksimal 6 (enam) bulan.

(4)   Apabila hukuman disiplin Surat Peringatan Kedua dan Surat Peringatan Ketiga telah selesai dijalani, maka gaji pokok atau grade atau kelompok jabatan karyawan yang bersangkutan dikembalikan pada posisi semula.

(5)   Apabila masa berlaku Surat Peringatan belum selesai dijalani,  karyawan melakukan kembali pelanggaran disiplin yang dapat dikenakan Surat Peringatan yang sama atau lebih tinggi, maka kepada yang bersangkutan dikenakan Surat Peringatan yang lebih tinggi dari Surat Peringatan yang sedang dijalani.

(6)   Apabila masa berlaku Surat Peringatan belum selesai dijalani,  karyawan melakukan kembali pelanggaran disiplin yang dapat dikenakan Surat Peringatan yang lebih rendah tingkatannya, maka kepada yang bersangkutan dikenakan Surat Peringatan yang sama dengan Surat Peringatan yang sedang dijalani.

(7)   Apabila masa berlaku Surat Peringatan dimaksud ayat (5) Pasal ini adalah Surat Peringatan Ketiga dan karyawan melakukan kembali pelanggaran disiplin yang dapat dikenakan Surat Peringatan Ketiga, maka kepada yang bersangkutan dikenakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

(8)   Surat Peringatan yang sedang dijalani berikut sanksinya sebagaimana dimaksud ayat (5) dan ayat (6) Pasal ini dinyatakan telah selesai dijalani dengan dijatuhkannya Surat Peringatan yang sama atau yang lebih tinggi.

Pasal 133
Perbuatan yang Dapat Dikenakan Surat Peringatan Pertama

(1)   Karyawan dikualifikasikan sebagai telah melakukan perbuatan yang dapat dikenakan Surat  Peringatan Pertama, apabila  terbukti :
  1. Berpenampilan tidak sebagaimana mestinya seperti berambut gondrong dan atau mengenakan pakaian kerja yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan Perusahaan.
  2. Terlambat hadir di tempat kerja tanpa alasan yang dapat diterima.
  3. Meninggalkan pekerjaan pada jam kerja tanpa mendapat izin dari atasan.
  4. Tidak hadir di tempat kerja sehari penuh tanpa alasan yang sah.
  5. Tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perintah atau petunjuk atasan yang secara dinas merupakan kewenangannya.
  6. Dengan sengaja memperlambat penyelesaiaan pekerjaaan yang menjadi kewajiban/tanggung jawabnya.
  7. Membuat dan mengirimkan surat kedinasan dengan melanggar peraturan tentang tata hirarki.
  8. Melakukan pertengkaran dengan sesama karyawan atau orang lain sehingga mengganggu suasana kerja yang baik.
  9. Tidak mau bekerja sama dengan rekan sekerja/bawahan sehingga menghambat penyelesaiaan pekerjaan/kelancaran dinas tepat pada waktunya.
  10. Berutang melampaui batas kemampuan bayar sehingga tidak dapat membayar kembali.
  11. Tidak menggunakan dan atau tidak memelihara dengan baik barang milik Perusahaan yang berada dalam penguasaan atau tanggung jawabnya.
  12. Tidak memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan sesuai dengan kewajiban dan tanggung jawabnya.
m.Lalai melakukan tugas pengawasan kepada bawahan sebagaimana mestinya sehingga menurunkan kualitas pelayanan.
  1. Lalai melakukan tugas pemeriksaan sebagaimana mestinya sehingga menurunkan kualitas pelayanan.
  2. Tanpa alasan yang sah menolak memberikan keterangan dan atau kesaksian berkaitan dengan terjadinya perbuatan yang melanggar peraturan disiplin.
  3. Terbukti melahirkan anak pada usia perkawinan dibawah 7 (tujuh) bulan, kecuali dinyatakan kelahiran prematur oleh dokter atau bidan yang mempunyai surat izin praktek.
  4. Menolak mutasi karena alasan pribadi yang tidak dapat diterima Perusahaan bagi karyawan yang berstatus non transferabel.

(2)    Karyawan yang baru pertama kali melakukan pelanggaran disiplin yang diancam hukuman disiplin Surat Peringatan Pertama (khusus untuk perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, b, j, o Pasal ini), sebagai upaya pembinaan dapat diberikan Teguran Tertulis terlebih dahulu.

(3)    Apabila setelah diberikan teguran tertulis karyawan yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin, maka karyawan tersebut dikenakan hukuman disiplin sesuai dengan tingkatannya.

Pasal 134
Perbuatan yang Dapat Dikenakan Surat Peringatan Kedua

Karyawan dikualifikasikan sebagai telah melakukan perbuatan yang dapat dikenakan Surat Peringatan Kedua, apabila terbukti :
  1. Tetap melakukan atau melakukan kembali perbuatan yang sama dalam jangka waktu sedang menjalani Surat Peringatan Pertama.
  2. Melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang ditetapkan Perusahaan, yang diketahui atau patut diduga bahwa pelanggaran tersebut akan menghambat kelancaran dinas atau kelancaran operasional Perusahaan.
  3. Lalai melakukan tugas pengawasan/pemeriksaan terhadap bawahan sehingga menimbulkan kerugian keuangan bagi Perusahaan.
  4. Karena kelalaiannya menyebabkan barang atau uang milik Perusahaan yang dibawah kekuasaan atau pengawasannya menjadi rusak berat atau hilang
  5. Melakukan perbuatan sewenang-wenang kepada bawahan tanpa alasan yang sah sehingga menimbulkan keresahan.
  6. Melakukan praktik-praktik rentenir di lingkungan Perusahaan.
  7. Meminta imbalan secara tidak sah atas jasa atau pekerjaan yang menjadi kewajibannya.
  8. Melakukan suatu tindakan atau dengan sengaja tidak melakukan tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani dan atau Perusahaan.
  9. Tanpa alasan yang sah, dengan sengaja tidak melakukan serah terima jabatan pada waktu yang telah ditetapkan.
  10. Dengan sengaja tidak memproses pelanggaran disiplin yang menjadi tanggung jawabnya.
  11. Menolak mutasi karena alasan pribadi yang tidak dapat diterima Perusahaan bagi karyawan yang berstatus transferabel.

Pasal 135
Perbuatan Yang Dapat Dikenakan Surat Peringatan Ketiga

Karyawan dikualifikasikan sebagai telah melakukan perbuatan yang dapat dikenakan Surat Peringatan Ketiga, apabila terbukti :
  1. Tetap melakukan atau melakukan kembali perbuatan yang sama dalam jangka waktu sedang menjalani Surat Peringatan Kedua.
  2. Mengadakan hubungan kerja dengan perusahaan lain atau untuk kepentingan negara asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi Negara/Perusahaan.
  3. Memiliki saham  mayoritas, menjadi direksi/komisaris/pengurus suatu badan usaha/hukum, baik yang kegiatan usahanya sejenis maupun tidak, yang dengan kedudukan tersebut  patut diketahui atau patut diduga dapat menimbulkan kerugian bagi Perusahaan atau akan mempengaruhi secara negatif baik seluruh ataupun sebagian keputusan kedinasan yang menjadi tanggung jawabnya.
  4. Karyawan bekerja di perusahaan lain atau pesaing yang bidang usahanya sama atau sejenis dengan Perusahaan.
  5. Tanpa alasan yang sah menetapkan atau memungut porto atau bea lebih besar atau lebih kecil daripada ketentuan tarif yang ditetapkan/diizinkan Perusahaan guna memperoleh keuntungan pribadi.
  6. Dengan sengaja melepaskan secara tidak sah perangko dari suratpos yang dikirimkan.
  7. Menggunakan, menjual dan atau mengedarkan perangko, meterai  atau bendapos lainnya yang patut diketahui atau patut diduga adalah palsu atau dipalsukan.
  8. Menggunakan, menjual dan atau mengedarkan perangko atau  meterai bekas pakai yang telah dipersiapkan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk pemerangkoan atau pemeteraian sehingga merugikan Perusahaan.
  9. Tanpa alasan yang sah menunda atau tidak meneruskan/menyampaikan/ mengirimkan suratpos atau kirimanpos lainnya kepada kantor tujuan/ penerima.
  10. Mengadakan/membuat perjanjian  dengan mitra kerja yang patut diketahui atau patut diduga bahwa perjanjian tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi Perusahaan.
  11. Menyebarkan fitnah sehingga mencemarkan nama baik Perusahaan atau karyawan lain.
  12. Dengan sengaja tidak melapor kepada atasan tentang suatu hal yang patut diketahui atau patut diduga dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah/Perusahaan terutama berkaitan dengan masalah keamanan, keuangan dan harta benda.
  1. Dalam kedudukannya sebagai pejabat Perusahaan, menerima pemberian berupa uang atau barang dari karyawan maupun orang lain, yang dengan pemberian tersebut patut diketahui atau patut diduga mempengaruhi secara negatif baik seluruh ataupun sebagian keputusan kedinasan yang menjadi tanggungjawabnya.
  2. Tidak menjaga kerahasian dan atau membocorkan  password atau melanggar hak akses.
  3. Memberikan keterangan yang tidak benar pada waktu mengisi daftar hal ihwal.

Pasal 136
Perbuatan Yang Dikualifikasikan Sebagai Kesalahan Berat

Karyawan dikualifikasikan sebagai telah melakukan kesalahan berat, apabila terbukti telah memenuhi ketentuan sebagai berikut :
  1. Melakukan perbuatan yang menentang Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah.
  2. Menginvestasikan uang Perusahaan secara tidak sah dan atau melakukan rekayasa tingkat bunga atau keuntungan hasil investasi sehingga menimbulkan kerugian bagi Perusahaan.
  3. Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan barang dan/atau uang milik Perusahaan.
  4. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan Perusahaan.
  5. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau mengedarkan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja/Perusahaan.
  6. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja/Perusahaan.
  7. Menyerang, menganiaya, mengancam, mengitimidasi bawahan, rekan sekerja atau  atasan di lingkungan kerja/Perusahaan.
  8. Membujuk bawahan, rekan sekerja atau  atasan untuk bekerjasama melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
  9. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik Perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi Perusahaan.
  10. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan  bawahan, rekan sekerja atau  atasan dalam keadaan bahaya di tempat kerja.
  11. Membuka secara tidak sah surat atau kirimanpos dengan maksud menguasai seluruh atau sebagian dari isinya untuk kepentingan pribadi.
  12. Melakukan pemusnahan suratpos atau kirimanpos lainnya tanpa alasan yang sah.
  13. Memalsukan tandatangan pada bukti-bukti penerimaan dan atau penyerahan uang, barang dan atau dokumen laainnya sehingga merugikan perusahaan dan atau pihak lain.
  14. Bersama-sama dengan atasan, rekan sekerja, bawahan atau orang lain selain karyawan Perusahaan, melakukan perbuatan yang patut diketahui atau patut diduga dapat merugikan kepentingan negara/pemerintah/perusahaan.
  15. Dengan sengaja untuk kepentingan pribadi mengadakan/membuat perjanjian dengan mitra kerja yanga patut diketahui atau patut diduga bahwa perjanjian tersebut dapat menimbulkan kerugian dari perusahaan.
  16. Memanfaatkan untuk kepentingan pribadi titipan uang pihak ketiga atau pendapatan perusahaan yang akan dibukukan sebagai transaksi Perusahaan.
  17. Membongkar atau membocorkan rahasia Perusahaan yang seharusnya dirahasiakan, kecuali untuk kepentingan Negara.
  18. Menyebarkan fitnah sehingga mencemarkan nama baik Perusahaan atau karyawan lain.
  19. Tidak menyerahkan “source code”  yang merupakan Hak Atas Kekayaan Intelektual Perusahaan.
  20. Melakukan pelanggaran ketentuan hukum pidana di lingkungan Perusahaan yang diancam dengan hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pasal 137
Perumusan Perbuatan Lainnya Yang Diancam Sanksi
           
(1) Perusahaan akan merumuskan perbuatan-perbuatan lainnya  yang dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan yang melanggar ketentuan tata tertib dan disiplin kerja.

(2) Perumusan perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini akan diatur lebih lanjut dalam Keputusan Direksi.

Pasal 138
Pelanggaran Menyangkut Keuangan/Barang

(1)    Pelanggaran disiplin yang menyangkut keuangan/barang dan mengakibatkan kekurangan kekayaan Perusahaan/merugikan Perusahaan disebabkan karena kelalaian atau perbuatan melanggar hukum (kesalahan berat).

(2)   Penyelesaian kerugian Perusahaan akibat kelalaian :
  1. Apabila karyawan yang dianggap lalai menyatakan bertanggungjawab dan mengganti kerugian Perusahaan pada saat itu juga (pada saat ditemukan terjadinya kerugian Perusahaan), maka kerugian Perusahaan dianggap selesai dan kepada karyawan tersebut dapat dikenakan sanksi administratif berupa Surat Peringatan.
  2. Apabila kerugian Perusahaan tidak dapat diselesaikan saat itu juga, maka harus dibuatkan Surat Pernyataan Tanggungjawab (SPTJ) yang dibuat dan disahkan dihadapan Notaris dengan diberikan kesempatan untuk mengganti kerugian Perusahaan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan. Dalam hal selama 1 (satu) bulan kerugian Perusahaan belum dapat diselesaikan, maka kepada karyawan yang bersangkutan dikenakan pembebanan kerugian Perusahaan melalui Surat Keputusan Pembebanan Kerugian Perusahaan (SKPKP) sesuai dengan tata cara yang diatur diatur dalam Keputusan Direksi tentang Pedoman Penyelesaian Kerugian Perusahaan.
  3. Apabila karyawan yang dianggap lalai tidak bersedia mengganti kerugian Perusahaan dan tidak bersedia membuat SPTJ, maka persoalannya dilaporkan  kepada pihak berwajib untuk penyelidikan lebih lanjut.
  4. Apabila berdasarkan penyelidikan pihak berwajib/putusan pengadilan karyawan tersebut tidak terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum (dinyatakan tidak bersalah)  dan kerugian Perusahaan tersebut ternyata disebabkan oleh perbuatan pihak lain (diketahui pelakunya dan dihukum pidana), maka kepada karyawan tersebut dibebaskan dari penggantian kerugian Perusahaan namun dapat dikenakan sanksi administratif berupa Surat Peringatan apabila terdapat unsur kelalaian.

(3) Penyelesaian kerugian Perusahaan akibat perbuatan melanggar hukum (kesalahan berat)
  1. Terhadap karyawan yang melakukan kesalahan berat apabila mengganti kerugian Perusahaan pada saat itu juga, maka kerugian Perusahaan dianggap selesai dan kepada karyawan tersebut dikenakan sanksi administratif berupa PHK  (PHK atas permintaan sendiri melalui Perjanjian Bersama atau PHK kerena pelanggaran tatatertib dan disiplin kerja melalui ijin dari lembaga yang berwenang dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial).
  2. Apabila kerugian Perusahaan tidak dapat diselesaikan saat itu juga, maka harus dibuatkan Surat Pernyataan Tanggungjawab (SPTJ) dan Surat Kuasa Pengalihan Hak (SKPH) yang dibuat dan disahkan dihadapan Notaris dengan diberikan kesempatan untuk mengganti kerugian Perusahaan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.
    1. Dalam hal selama 1 (satu) bulan kerugian Perusahaan belum dapat diselesaikan tetapi karyawan tersebut telah membuat SPTJ dan SKPH, maka kepada karyawan yang bersangkutan dikenakan pembebanan kerugian Perusahaan melalui Surat Keputusan Pembebanan Kerugian Perusahaan (SKPKP) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Keputusan Direksi tentang Pedoman Penyelesaian Kerugian Perusahaan dan proses PHK (PHK atas permintaan sendiri melalui Perjanjian Bersama atau PHK kerena pelanggaran tatatertib dan disiplin kerja melalui ijin dari lembaga yang berwenang dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial) tetap dijalankan.
    2. Dalam hal karyawan pelaku tidak bersedia membuat SPTJ dan SKPH, atau nilai asset yang dijaminkan tidak dapat untuk mengganti kerugian Perusahaan, atau tidak dapat menyelesaikan kewajibannya dalam waktu yang ditetapkan di SKPKP, atau karyawan tersebut melarikan diri (buron), maka karyawan tersebut dilaporkan kepada pihak berwajib (kepolisian atau kejaksaan) dan proses PHK ditetapkan melalui PHK Karena Ditahan Pihak Berwajib atau PHK Karena Pelanggaran Tata Tertib Dan Disiplin Kerja.

Pasal 139
Proses Penjatuhan Hukuman Disiplin

(1)   Proses penjatuhan hukuman disiplin terdiri atas :
  1. Laporan kejadian.
  2. Pemanggilan.
  3. Pemeriksaan.
  4. Penyampaian usulan hukuman disiplin dalam Laporan Lengkap.
  5. Penetapan hukuman disiplin.
  6. Penyampaian hukuman disiplin.

(2)   Laporan Kejadian :
  1. Dalam hal telah terjadi peristiwa pelanggaran disiplin berdasarkan  alat bukti yang ada baik yang menimbulkan kekurangan kekayaan dan atau kerugian Perusahaan maupun tidak, dibuat laporan kejadian yang merupakan laporan sementara/singkat.
  2. Alat bukti sebagaimana dimaksud butir a ayat ini, sukurang-kurangnya 1 (satu) alat bukti utama, antara lain:
    1. Tertangkap tangan
    2. Pengakuan dari karyawan yang bersangkutan
    3. Laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang memeriksa di Perusahaan dan didukung sekurang-kurangya oleh 2 (dua) orang saksi
    4. Selain alat bukti utama sebagaimana tersebut dalam ayat (1) Pasal ini, dapat dilengkapi alat bukti pendukung berupa barang, dokumen, benda atau hal lainnya yang berhubungan dengan terjadinya suatu pelanggaran disiplin dan alat bukti saksi, yakni orang atau pihak yang memiliki keterkaitan kuat dengan terjadinya suatu peristiwa pelanggaran disiplin tetapi bukan orang atau pihak yang dapat dikualifikasikan sebagai pelaku pelanggaran disiplin yang berfungsi memberikan keterangan yang diperlukan dalam proses pemeriksaan untuk melengkapi syarat-syarat pembuktian dan dan tidak dapat diubah statusnya menjadi pelaku terkait dengan terjadinya pelanggaran disiplin yang proses pemeriksaannya sedang dilaksanakan, kecuali jika  berdasarkan bukti yang nyata dan kuat dapat dibuktikan sebaliknya.

(3)   Pemanggilan :
  1. Karyawan yang diduga melakukan pelanggaran  disiplin dipanggil secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memeriksa untuk diperiksa.
  2. Pemanggilan untuk diperiksa bagi karyawan yang menjadi anggota serikat pekerja ditembuskan kepada pengurus serikat pekerja setempat.
  3. Pemanggilan tidak perlu dilakukan apabila karyawan yang bersangkutan tertangkap tangan melakukan pelanggaran disiplin atau pelanggaran disiplin diketahui pada saat dilakukan pemeriksaan dengan mempertimbangkan jarak, waktu maupun keamanan.
  4. Apabila karyawan yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan pertama tanpa alasan yang sah, maka sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari dibuat panggilan tertulis kedua.
  5. Apabila karyawan yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan tertulis kedua dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari, maka hal tersebut tidak menghalangi dilanjutkannya proses penyampaian usulan hukuman disiplin berdasarkan bukti-bukti yang ada dan dikoordinasikan kepada serikat pekerja setempat bagi karyawan yang menjadi anggota serikat pekerja.

(4)   Pemeriksaan :
  1. Pemeriksaan dapat dilakukan secara lisan atau tertulis.
  2. Karyawan yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dan telah hadir untuk menjalani pemeriksaan, diperiksa secara tertutup oleh pejabat yang berwenang memeriksa.
  3. Pemeriksaan bagi karyawan yang menjadi anggota serikat pekerja, dilakukan dengan melibatkan pengurus serikat pekerja setempat sebagai advokasi dan pejabat/karyawan lain yang berkedudukan sebagai saksi pemeriksaan.
  4. Pemeriksaan harus dilakukan dengan seksama secara teliti dan obyektif dengan mempertimbangkan berbagai faktor dan motivasi yang mendorong atau menyebabkan karyawan yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin, sehingga hukuman disiplin yang dijatuhkan sesuai dengan kadar dan bobot pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan yang bersangkutan.
  5. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan ditandatangani oleh pemeriksa, karyawan yang diperiksa, dan pihak lain yang hadir dalam pemeriksaan.
  6. Apabila karyawan yang diperiksa tidak mau menjawab pertanyaan dari pemeriksa, maka pemeriksaaan dapat dinyatakan selesai, tetapi hal tersebut tidak menghalangi proses selanjutnya. Karyawan tersebut dianggap mengakui pelanggaran disiplin yang dituduhkan kepadanya sepanjang dikuatkan alat bukti yang lain.
  7. Apabila karyawan yang diperiksa menolak menandatangani BAP, maka cukup ditandatangani oleh pemeriksa,  pihak-pihak yang hadir dalam pemeriksaan dan pada BAP dibubuhi catatan seperlunya. Selanjutnya BAP dianggap sah.
  8. Apabila dipandang perlu, untuk melengkapi bukti-bukti pemeriksaan, maka pejabat yang berwenang memeriksa dapat meminta keterangan dan/atau penjelasan dari orang lain yang diduga mengetahui dan atau turut terlibat, mengalami, melihat, mengetahui dan atau menyaksikan terjadinya pelanggaran disiplin tersebut.
  9. Salinan BAP diberikan kepada karyawan yang bersangkutan dan pengurus serikat pekerja yang mendampingi karyawan tersebut dalam pemeriksaan.
  10. Atas dasar BAP tersebut dan bukti-bukti lainnya, terhadap karyawan yang bersangkutan dapat dijatuhi hukuman disiplin.
(5)   Pengiriman Usulan Hukuman Disiplin :
  1. Dalam hal pejabat yang berwenang memeriksa adalah pejabat yang berwenang menghukum maka setelah pemeriksaan dianggap cukup dan selesai, dapat melakukan penetapan hukuman disiplin kecuali hukuman disiplin berupa PHK karena Pelanggaran Tata Tertib dan Disiplin Kerja dan PHK Karena Tindak Pidana.
  2. Dalam hal pejabat yang berwenang memeriksa bukan pejabat yang berwenang menghukum maka setelah pemeriksaan dianggap cukup dan selesai, pemeriksa membuat laporan tertulis secara lengkap termasuk hal-hal yang meringankan dan memberatkan kepada pejabat yang berwenang menghukum disertai dengan usulan hukuman disiplin yang akan dijatuhkan.

(6)   Proses penetapan hukuman disiplin :
  1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan atau laporan lengkap yang diterima, maka pejabat yang berwenang menghukum dapat menetapkan hukuman disiplin dengan mempertimbangkan pelanggaran disiplin yang dilakukan, motivasi atau latar belakang pelanggaran yang dilakukan, kerugian/dampak yang ditimbulkan, serta rasa keadilan dan kemanfaatan bagi Perusahaan.
  2. Apabila pada BAP tidak terdapat jawaban dari  karyawan yang diduga telah melakukan pelanggaran disiplin atas pertanyaan dari pejabat pemeriksa, maka  penetapan hukuman disiplin ditetapkan berdasarkan bukti-bukti lain yang tersedia.
  3. Keputusan hukuman disiplin yang ditetapkan harus menyebutkan jenis pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh karyawan yang bersangkutan.
  4. Penetapan hukuman disiplin berupa PHK Karena Pelanggaran Tata Tertib dan Disiplin Kerja dan PHK Karena Tindak Pidana, dilakukan melalui pertimbangan dari Majelis Pertimbangan Hukuman Disiplin yang dibentuk oleh Perusahaan dalam hal PHK tidak dapat diselesaikan melalui Perjanjian Bersama (PB).

(7)   Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin :
  1. Surat keputusan hukuman disiplin disampaikan oleh Perusahaan kepada karyawan yang bersangkutan dan tembusannya kepada pengurus serikat pekerja setempat bagi karyawan yang menjadi anggota serikat pekerja.
  2. Karyawan yang dijatuhi hukuman disiplin dipanggil secara lisan atau tertulis untuk menerima Surat Keputusan Hukuman Disiplin.
  3. Apabila panggilan pertama tidak dipenuhi maka sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari, dikirim panggilan kedua dengan memperhatikan waktu yang diperlukan untuk panggilan itu. Apabila panggilan kedua tidak dipenuhi juga, maka ia dianggap telah menerima keputusan hukuman disiplin.
  4. Penyampaian Surat Keputusan Hukuman Disiplin dilakukan secara tertutup dan dapat dihadiri oleh pejabat lain di bidang Sumber Daya Manusia dalam rangka pembinaan karyawan.

Pasal 140
Upaya Pembelaan Diri

(1)   Perusahaan memberikan kesempatan pembelaan diri kepada karyawan yang akan dikenakan hukuman disiplin termasuk hukuman disiplin berupa Pernyataan Tidak Puas.

(2)   Pengajuan pembelaan diri dari karyawan yang akan dikenakan hukuman disiplin, dilakukan setelah diterimanya Surat Pemberitahuan Akan Dijatuhi Hukuman Disiplin.

(3)   Pembelaan dilakukan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh hari) kalender setelah diterimanya Surat Pemberitahuan Akan Dijatuhi Hukuman Disiplin.

(4)   Apabila karyawan tidak melakukan upaya pembelaan diri atau menyerahkan surat pembelaan yang melebihi tenggang sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini, maka kepada karyawan yang bersangkutan dikenakan hukuman disipilin.

Pasal 141
Perjanjian Bersama Berkaitan dengan PHK

(1)   Perjanjian Bersama dalam kaitannya dengan pelaksanaan peraturan  disiplin ini adalah upaya penyelesaian secara musyawarah antara Perusahaan dengan karyawan yang melakukan pelanggaran disiplin dan akan dikenakan hukuman disiplin berupa PHK.

(2)   Perjanjian Bersama dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan dengan sepengetahuan serikat pekerja apabila karyawan yang bersangkutan adalah anggota serikat pekerja.

(3)   Serikat pekerja melaksanakan fungsi advokasi kepada  karyawan yang akan dikenakan hukuman disiplin dimaksud ayat (1) Pasal ini dengan cara mendampingi karyawan dalam proses pembuatan Perjanjian Bersama.

(4)   Dalam hal upaya penyelesaian melalui Perjanjian Bersama dapat diselesaikan dengan pengunduran diri secara sukarela maka Perjanjian Bersama dirumuskan bersama-sama oleh Perusahaan dan karyawan yang bersangkutan dengan mengindahkan ketentuan tentang PHK Atas Permintaan Sendiri di Perusahaan.

(5)   Apabila Perjanjian Bersama tidak dapat disepakati atau terjadi Perselisihan Hubungan Industrial (Perselisihan PHK), Perusahaan mengajukan permohonan izin PHK kepada lembaga yang berwenang menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. Apabila lembaga yang berwenang memutuskan tidak mengijinkan dilakukannya PHK terhadap karyawan yang dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran disiplin dan putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap, maka terhadap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh karyawan akan dijatuhkan putusan oleh Perusahaan sesuai dengan amar putusan lembaga yang berwenang. 
  2. Apabila lembaga yang berwenang tidak mengijinkan dilakukannya PHK tetapi juga tidak menyatakan jenis hukuman disiplin yang seharusnya dijatuhkan oleh Perusahaan, maka Perusahaan dapat menjatuhkan hukuman disiplin selain PHK.
Pasal 142
Skorsing

(1)   Perusahaan dapat melakukan skorsing kepada karyawan yang melakukan pelanggaran disiplin yang diancam dengan hukuman disiplin berupa PHK.

(2)   Skorsing dilakukan setelah adanya pemberitahuan akan dijatuhi hukuman disiplin berupa PHK, dan pelaksanaan PHK tersebut telah diproses untuk mendapatkan penetapan atau ijin PHK dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

(3)   Masa skorsing ditetapkan sampai adanya penetapan putusan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Pasal 143
Berlakunya Keputusan Penjatuhan Sanksi Hukuman

(1)   Hukuman disiplin berlaku sejak tanggal yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Hukuman Disiplin.

(2)   Apabila sebelum diberlakukannya hukuman disiplin atau dalam proses penjatuhan hukuman disiplin atau dalam masa ditahan oleh pihak yang berwajib, karyawan yang bersangkutan mengundurkan diri/berhenti atas permintaan sendiri atau meninggal dunia, maka proses hukuman disiplin dapat dianggap selesai/dihentikan.

(3)   Proses pengunduran diri/berhenti atas permintaan sendiri dimaksud ayat (2) Pasal ini, dapat dilakukan setelah karyawan bertalian memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151.

Pasal 144
Peninjauan Kembali dan Rehabilitasi

(1)   Karyawan yang telah dijatuhi hukuman disiplin bukan PHK dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada direksi apabila ada bukti baru (novum) atau kekeliruan dalam menerapkan peraturan.

(2)   Dalam hal karyawan setelah mengajukan peninjauan kembali dan dinyatakan tidak bersalah, maka Perusahaan wajib merehabilitasi hak-hak yang bersangkutan.

Pasal 145
Pengaruh Proses Hukuman Disiplin

(1)   Proses penjatuhan hukuman disiplin berpengaruh terhadap hak-hak karyawan dalam pemberian kenaikan gaji pokok, kenaikan grade, pemberian penghargaan, promosi jabatan dan pendidikan pembentukan dan pelatihan penjenjangan.

(2)   Pengaruh proses penjatuhan hukuman disiplin berlaku paling lama 6 (enam) bulan sejak usulan penetapan hukuman disiplin, dengan pengaturan sebagai berikut :
  1. Apabila laporan kejadian sudah dibuat tetapi laporan lengkap yang memuat usulan hukuman disiplin belum dibuat, maka hak-hak karyawan sebagiamana dimaksud ayat (1) Pasal ini tetap diberikan sejak tanggal peninjauan.
  2. Apabila laporan lengkap yang memuat usulan hukuman disiplin sudah dibuat, maka peninjauan pemberian hak-hak karyawan tersebut ditunda sampai ditetapkannya hukuman disiplin.
(3)   Apabila sampai dengan batas waktu 6 (enam) bulan Perusahaan belum menetapkan Surat Pemberitahuan Akan Dijatuhi Hukuman Disiplin sejak laporan lengkap dibuat, maka hak-hak karyawan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditinjau terhitung mulai berakhirnya batas waktu 6 (enam) bulan tersebut.

Pasal 146
Pengaruh Hukuman Disiplin

(1)   Pengaruh dijatuhkannya Surat Peringatan Pertama :
  1. Penyerahan Penghargaan Masa Karya pada tahun yang bertalian ditunda selama 6 (enam) bulan sejak tanggal peninjauan pemberian Penghargaan Masa Karya.
  2. Kenaikan gaji pokok diberikan setelah berakhirnya Surat Peringatan.
  3. Kenaikan grade diberikan setelah berakhirnya Surat Peringatan.
  4. Kenaikan kelompok jabatan dapat diberikan paling cepat 3 (tiga) bulan setalah berakhirnya Surat Peringatan.

(2)   Pengaruh dijatuhkannya Surat Peringatan Kedua :
  1. Tidak berhak atas Penghargaan Masa Karya pada masa yang bertalian.
  2. Kenaikan gaji pokok diberikan setelah berakhirnya Surat Peringatan.
  3. Kenaikan grade diberikan setelah berakhirnya Surat Peringatan.
  4. Kenaikan kelompok jabatan dapat diberikan paling cepat 1 (satu) tahun setelah berakhirnya Surat Peringatan.

(3)   Pengaruh dijatuhkannya Surat Peringatan Ketiga :
  1. Tidak berhak atas Penghargaan Masa Karya pada masa yang bertalian.
  2. Kenaikan gaji pokok diberikan setelah berakhirnya Surat Peringatan.
  3. Kenaikan grade diberikan setelah berakhirnya Surat Peringatan.
  4. Kenaikan kelompok jabatan dapat diberikan paling cepat 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya Surat Peringatan

BAB XVII
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Pasal 147
Prinsip Dasar PHK

(1)   Perusahaan, karyawan, dan serikat pekerja pada hakekatnya senantiasa menghindari tejadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)  kecuali ada sebab-sebab tertentu yang tidak dapat dihindarkan.

(2)   Dalam hal segala upaya telah dilakukan tetapi PHK tidak dapat dihindarkan, maka maksud PHK wajib dirundingkan oleh Perusahaan dengan serikat pekerja.

(3)   Perundingan PHK dimaksud ayat (2) Pasal ini adalah untuk PHK karena rasionalisasi.

(4)   Apabila perundingan sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, Perusahaan hanya dapat melakukan PHK terhadap karyawan setelah memperoleh penetapan dari pihak yang berwenang atau lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasal 148
Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terdiri dari :
  1. PHK Dalam Masa Percobaan.
  2. PHK Karena Berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
  3. PHK Atas Permintaan Sendiri (APS).
  4. PHK Karena Mangkir Tidak Sah (MTS).
  5. PHK Karena Pelanggaran Tata Tertib dan Disiplin Kerja.
  6. PHK Karena Meninggal Dunia atau Hilang.
  7. PHK Karena Karena Sakit Berkepanjangan.
  8. PHK Karena Karena Kecelakaan Kerja Dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja.
  9. PHK Karena Mencapai Batas Usia Pensiun.
  10. PHK Karena Ditahan Pihak Yang Berwajib.
  11. PHK Karena Rasionalisasi.

Pasal 149
PHK Dalam Masa Percobaan

(1)   PHK dalam masa percobaan diperuntukan bagi calon karyawan dan dapat dilaksanakan baik atas permintaan calon karyawan maupun atas kehendak Perusahaan dengan  memberikan alasan PHK tersebut.

(2)   PHK dalam masa percobaan atas permintaan calon karyawan dilakukan setelah calon karyawan memberitahukan secara tertulis kepada atasan langsung atau pejabat yang berwenang.

(3)   PHK dalam masa percobaan dilakukan karena :
  1. Dinyatakan tidak cakap oleh pejabat yang berwenang.
  2. Melakukan pelanggaran tata tertib dan disiplin kerja.

(4)   PHK dalam masa percobaan dilakukan oleh Perusahaan tanpa harus mendapatkan persetujuan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau lembaga yang berwenang.

(5)   Dalam hal terjadi PHK dalam masa percobaan, calon karyawan tidak berhak atas uang pesangon dan atau tunjangan apapun selain upah yang belum dibayarkan yang menjadi hak calon karyawan.

Pasal 150
PHK Karena Berakhirnya PKWT
           
(1)   Perusahaan dapat melakukan PHK terhadap Tenaga Kerja Waktu Tertentu (TKWT) karena berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

(2)   Penetapan PHK sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dilakukan oleh Perusahaan tanpa harus mendapatkan persetujuan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau lembaga yang berwenang, kecuali PHK karena berakhirnya PKWT.

(3)   Akibat PHK sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, TKWT tidak berhak atas uang pesangon dan atau tunjangan apapun, kecuali perjanjian kerjanya menetapkan lain.

Pasal 151
PHK Atas Permintaan Sendiri

(1)   Karyawan yang berniat mengundurkan diri wajib mengajukan surat permohonan tertulis ditujukan kepada pejabat Perusahaan yang berwenang melalui atasan langsungnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari  sebelum tanggal mulai pengunduran diri.

(2)   Sebelum tanggal mulai pengunduran diri, karyawan yang bersangkutan berkewajiban menjalankan tugasnya dan kewajiban lainnya sebagaimana ketentuan yang berlaku.

(3)   Karyawan yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dapat dikenakan PHK Atas Permintaan Sendiri.

(4)   PHK APS dilakukan oleh Perusahaan tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau lembaga yang berwenang.

(5)   Karyawan yang sedang menjalani ikatan dinas dengan Perusahaan tidak dapat mengajukan pengunduran diri/PHK APS.

(6)   Karyawan yang sedang menjalani ikatan dinas dengan Perusahaan dan dikenakan PHK sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini, hak-haknya diperhitungkan dengan biaya pendidikan dan/atau biaya lainnya yang dikeluarkan Perusahaan setelah diperhitungkan masa wajib kerja yang dijalani.

(7)   Karyawan yang di PHK atas permintaan sendiri diberikan  hak-haknya  sebagai  berikut :
  1. Uang penghargaan masa kerja yang besarnya sebagaimana dimaksud           Pasal 159 ayat (3).
  2. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud    Pasal 159  ayat (4).
  3. Uang pisah sebagaimana dimaksud Pasal 159 ayat (5).
  4. Hak lainnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal terkait di  Bab   XV.

Pasal 152
PHK Karena Mangkir Tidak Sah

(1)   Karyawan yang mangkir tidak sah (Mts) selama 5 (lima) hari kerja atau lebih secara berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah secara formil dan materiil dan telah dipanggil secara patut/tertulis oleh Perusahaan sebanyak 2 (dua) kali, dapat dikenakan PHK oleh Perusahaan karena dikualifikasikan sebagai pengunduran diri.

(2)   PHK sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini tidak dapat dilakukan apabila dalam waktu paling lambat pada hari pertama masuk bekerja yang bersangkutan memberikan keterangan tertulis dengan bukti yang sah secara formil dan materiil tentang ketidakhadirannya.

(3)   Apabila alasan ketidakhadirannya sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini diterima, maka masa ketidak hadirannya diperhitungkan sebagai masa cuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Perusahaan.

(4)   Penetapan PHK karena mangkir tidak sah yang dikualifikasikan pengunduran diri atas permintaan sendiri, dilakukan oleh Perusahaan setelah ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau lembaga yang berwenang.

(5)   Karyawan yang sedang menjalani ikatan dinas dengan Perusahaan dan dikenakan PHK sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, hak-haknya diperhitungkan dengan biaya pendidikan dan atau biaya lainnya yang dikeluarkan Perusahaan setelah diperhitungkan masa wajib kerja yang dijalani.

(6)   Hak karyawan yang dikenakan PHK MTS sebagaimana ayat (1) Pasal ini adalah sebagai berikut :
  1. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud    Pasal 159  ayat (4).
  2. Uang pisah sebagaimana dimaksud Pasal 159 ayat (5).
  3. Hak lainnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal terkait di  Bab XV.

Pasal 153
PHK Karena Pelanggaran Tata Tertib Dan Disiplin Kerja

(1)    Perusahaan dapat melakukan PHK kepada karyawan karena melakukan pelanggaran peraturan tata tertib dan disiplin kerja sebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian Kerja Bersama ini.

(2)    PHK dimaksud ayat (1) terdiri atas PHK karena kesalahan berat dan PHK bukan karena kesalahan berat.

(3)    PHK karena kesalahan berat atau PHK karena pelanggran disiplin bukan kesalahan berat, dilakukan setelah mendapat persetujuan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial kecuali karyawan yang bersangkutan ditahan oleh pihak berwajib.

(4)    Karyawan yang dikenakan PHK karena kesalahan berat diberikan hak-haknya sebagai berikut :
  1. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud    Pasal 159 ayat (4) atau sesuai dengan keputusan lembaga yang berwenang.
  2. Hak lainnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal terkait di  Bab XV.

(5)    Karyawan yang dikenakan PHK karena pelanggaran disiplin bukan kesalahan berat berhak atas :
  1. Uang pesangon sebagaimana dimaksud Pasal 159 ayat (2).
  2. Uang penghargaan masa kerja yang besarnya sebagaimana dimaksud        Pasal 159 ayat (3).
  3. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud    Pasal 159  ayat (4).
  4. Hak lainnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal terkait di  Bab XV.
Pasal 154
PHK Karena Meninggal Dunia/Tewas Atau Hilang

(1)   Dalam hal karyawan meninggal dunia/tewas, maka hubungan kerja dengan Perusahaan putus dengan sendirinya.

(2)   Karyawan yang hilang, dianggap telah meninggal dunia pada akhir bulan keduabelas sejak yang bersangkutan dinyatakan hilang berdasarkan surat keterangan atau berita acara dari pihak yang berwajib.

(3)   Bagi karyawan yang sudah dinyatakan hilang dikemudian hari diketemukan kembali dalam keadaan hidup dan berkeinginan untuk bekerja kembali, maka yang bersangkutan diangkat kembali sebagai karyawan apabila ditemukan bukti-bukti bahwa yang bersangkutan tidak menghilangkan diri dan sepanjang memenuhi persyaratan serta ketentuan yang berlaku.

(4)   Hak-hak yang sudah dibayarkan kepada ahli waris karyawan sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini, diperhitungkan kembali sebagaimana mestinya.

(5)   Kepada ahli waris karyawan dimaksud ayat (1) dan (2) Pasal ini diberikan hak-­haknya, sebagai berikut :
a. Uang pesangon yang besarnya 2 (dua) kali uang pesangon sebagaimana dimaksud Pasal 159 ayat (2).
b. Uang penghargaan masa kerja yang besarnya sebagaimana dimaksud        Pasal 159 ayat (3).
  1. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud    Pasal 159 ayat (4).
d. Hak-hak lainnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 98 dan pasal-pasal terkait di Bab IX dan XV.

(6)   Hak-hak sebagaimana dimaksud ayat (5) Pasal ini, diberikan kepada ahli waris karyawan yang meninggal dunia atau tewas setelah diperhitungkan dengan seluruh kewajiban kepada Perusahaan.

(7)   Ahli waris sebagaimana dimaksud ayat (6) Pasal ini, urutannya adalah sebagai berikut :
  1. Janda/duda karyawan yang meninggal dunia.
  2. Apabila karyawan yang meninggal dunia tidak meninggalkan janda/duda, diberikan kepada anaknya.
  3. Apabila karyawan yang meninggal dunia tidak meninggalkan janda/duda ataupun anak, diberikan kepada orang tuanya.
  4. Apabila karyawan yang meninggal dunia tidak meninggalkan janda/duda, anak ataupun orang tua, diberikan kepada saudaranya, yakni kakak atau adik kandung.
  5. Apabila karyawan yang meninggal dunia tidak meninggalkan janda/duda/anak/orang tua/saudara, diberikan kepada ahli waris lainnya yang berhak menurut ketentuan hukum yang berlaku.

Pasal 155
PHK Karena Sakit Berkepanjangan

(1)   Dalam hal karyawan tidak mampu lagi untuk bekerja karena sakit jasmani maupun rohani yang berkepanjangan sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan lebih dari 2 (dua) tahun secara berturut-turut, maka kepada karyawan yang bersangkutan dapat di PHK karena sakit berkepanjangan.

(2)   PHK karena sakit berkepanjangan dapat dilakukan setelah karyawan yang bersangkutan melakukan pengujian kesehatan sesuai ketentuan dalam Pasal 31, dan berdasarkan hasil pengujian kesehatan tersebut dinyatakan karena sakitnya tidak memenuhi syarat atau tidak cakap untuk bekerja (uzur).

(3)   Hak-hak karyawan yang di PHK karena sakit berkepanjangan, adalah sebagai berikut :
  1. Uang pesangon yang besarnya 2 (dua) kali uang pesangon sebagaimana dimaksud Pasal 159 ayat (2).
  2. Uang penghargaan masa kerja yang besarnya 2 (dua) kali sebagaimana dimaksud Pasal 159 ayat (3).
  3. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud    Pasal 159 ayat (4).
  4. Hak lainnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal terkait di  Bab XV.

Pasal 156
PHK Karena Mencapai Batas Usia Pensiun

(1)   PHK karena mencapai batas usia pensiun dilakukan apabila karyawan telah mencapai usia pensiun normal yaitu telah berumur 56 tahun.

(2)   Hak-hak karyawan yang diberhentikan karena mencapai batas usia pensiun adalah sebagai berikut :
  1. Uang pesangon yang besarnya sebagaimana dimaksud Pasal 159 ayat (2).
  2. Uang penghargaan masa kerja yang besarnya sebagaimana dimaksud         Pasal 159 ayat (3).
  3. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud    Pasal 159 ayat (4).
  4. Hak lainnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal terkait di  Bab XV.

Pasal 157
PHK Karena Ditahan Pihak Yang Berwajib

(1)   PHK dapat dilakukan terhadap karyawan yang ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan  tindak pidana, baik karena pengaduan Perusahaan maupun bukan atas pengaduan Perusahaan dengan ketentuan :
  1. Setelah 6 (enam) bulan tidak melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena ditahan pihak yang berwajib akibat diduga melakukan tindak pidana.
  2. Sebelum 6 (enam) bulan masa penahanan pihak yang berwajib berakhir, karyawan telah dinyatakan bersalah dengan putusan berkekuatan hukum tetap oleh pengadilan yang dijatuhi pidana penjara,  kecuali dijatuhi pidana percobaan.

(2)     PHK sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Perusahaan tanpa harus mendapatkan persetujuan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau lembaga yang berwenang.

(3)   Karyawan yang diputuskan oleh pengadilan tidak bersalah dan telah berkekuatan hukum tetap, diatur sebagai berikut :
  1. Apabila putusan tersebut ditetapkan setelah melampaui batas waktu 6 (enam) bulan, maka keputusan PHK tetap berlaku.
  2. Apabila putusan tersebut ditetapkan sebelum batas waktu 6 (enam) bulan, maka karyawan yang bersangkutan dapat dipekerjakan kembali.

(4)   Dalam hal karyawan ditahan oleh pihak berwajib karena kecelakaan dalam dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, masa ketidakhadirannya selama penahanan sampai ada keputusan dari pengadilan, diatur sebagai menjalani cuti karena alasan penting sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k.

(5)   Kepada karyawan yang dikenakan PHK sebagaimana ayat (1) Pasal ini diberikan hak-haknya sebagai berikut :
  1. Uang penghargaan masa kerja yang besarnya sebagaimana dimaksud         Pasal 159 ayat (3).
  2. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud   Pasal 159 ayat (4).
  3. Hak lainnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal terkait di  Bab XV.

Pasal 158
PHK Karena Rasionalisasi

(1)   Dalam hal terjadi perubahan status Perusahaan, penggabungan, perubahan kepemilikan, tutup akibat rugi, keadaan memaksa (force majeur), pailit dan efesiensi, Perusahaan dapat melakukan PHK Karena Rasionalisasi.

(2)   Sebelum PHK karena rasionalisasi dilaksanakan, Perusahaan wajib melakukan perundingan dengan serikat pekerja atau karyawan.

(3)   Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini  benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, Perusahaan hanya dapat melakukan PHK setelah mendapat penetapan dari pihak yang berwenang .

(4)   Selama belum ada penetapan dari pihak yang berwenang, karyawan dipekerjakan terus atau dirumahkan dengan tetap mendapatkan gaji dan hak-hak kepegawaian lainnya yang biasa diterima.

(5)   Besar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak yang seharusnya diterima karyawan yang terkena PHK rasionalisasi, dirundingkan dengan serikat pekerja atau karyawan, sedangkan untuk hak lainnya diberikan sesuai dengan ketentuan dimaksud dalam Bab XIV dan XV.

Pasal 159
Hak-Hak Karyawan yang Terkena Pemutusan Hubungan Kerja

(1)   Dalam hal terjadi PHK, Perusahaan wajib membayar uang PHK berupa pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima dengan melihat latar belakang atau jenis PHK nya.

(2)   Besaran uang pesangon sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah sebagai berikut :
  1. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan gaji.
  2. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan gaji.
  3. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan gaji.
  4. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun,           4 (empat) bulan gaji.
  5. Masa kerja  4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun,         5 (lima) bulan gaji.
  6. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun,           6 (enam) bulan gaji.
  7. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun,          7 (tujuh) bulan gaji.
  8. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun,                  8 (delapan) bulan gaji.
  9. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan gaji.
(3)   Besaran uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah sebagai berikut :
  1. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan gaji.
b. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun,                3 (tiga)  bulan gaji.
  1. Masa kerja  9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (duabelas) tahun, 4 (empat) bulan gaji.
d. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (limabelas) tahun, 5 (lima) bulan gaji.
  1. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapanbelas) tahun, 6 (enam) bulan gaji.
  2. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan gaji.
g. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan gaji.
  1. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan gaji.

(4)   Uang pengganti hak (UPH) sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini  meliputi :
  1. Uang cuti tahunan dan cuti besar  yang belum diambil yang besarannya  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6) dan Pasal 30 ayat (7).
  2. Biaya atau ongkos pulang :
1)     Untuk karyawan dan keluarganya yang akan pindah menetap sesuai dengan rencana tempat menetap bagi karyawan yang dikenakan PHK karena kecelakaan kerja, sakit berkepanjangan, meninggal dunia atau pensiun normal.
2)     Untuk karyawan yang dikenakan PHK karena sebab lainnya diluar ketentuan ayat (4) huruf b angka 1)  Pasal ini diberikan ongkos pulang pindah menetap ke tempat pertama kali diterima bekerja atau penempatan pertama kali karyawan bekerja.
3)     Biaya atau ongkos pulang diberikan sebesar tarif transport perjalanan dinas Perusahaan dalam negeri.
  1. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan, dengan ketentuan sebagai berikut :
1)     Uang Perumahan :
  1. Bagi karyawan yang sudah mendapatkan uang perumahan tahap akhir tidak diberikan uang perumahan sebesar 7,5 % dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja.
  2. Bagi karyawan yang belum berhak atas uang perumahan tahap akhir diberikan uang perumahan sebesar 7,5 % dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.
2)     Bantuan Kesehatan :
  1. Bagi karyawan yang di PHK karena mencapai batas usia pensiun (56 tahun) diberikan bantuan pemeliharaan kesehatan secara berkala.
  2. Bagi karyawan yang telah di PHK terhitung mulai 1 Januari 2005 dan pada saat di PHK telah mencapai usia pensiun dipercepat (46 tahun) yang PHKnya disebabkan sakit berkepanjangan (uzur), diberikan kembali  bantuan pemeliharaan kesehatan secara berkala, sedangkan yang PHKnya karena meninggal dunia/hilang bantuan pemeliharaan kesehatan secara berkala diberikan kepada keluarganya.
  3. Bagi karyawan yang di PHK bukan karena meninggal dunia/hilang, atau  bukan karena sakit berkepanjangan dan usianya belum mencapai batas usia pensiun (56 tahun), diberikan bantuan pemeliharaan kesehatan dalam bentuk lumpsum yang besarnya dihitung dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat dengan penetapan sebagai berikut :
    1. PHK karena APS diberikan lumpsum kesehatan sebesar 7,50% dari uang penghargaan masa kerja.
    2. PHK karena kecelakaan kerja/sakit akibat kerja diberikan lumpsum kesehatan sebesar 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja.
    3. PHK karena pelanggaran tata tertib dan disiplin kerja bukan karena kesalahan berat atau PHK karena ditahan pihak berwajib diberikan lumpsum kesehatan sebesar 7,50% dari uang pesangon dan atau penghargaan masa kerja.

(5)   Uang pisah sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah)

(6)   Hak lainnya dari perusahaan asuransi, Dapenpos, dan dari Perusahaan sesuai dengan jenis-jenis PHK sebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian Kerja Bersama ini.

Pasal 160
Pengurang Pesangon PHK

(1)   Dikarenakan Perusahaan telah mengikutsertakan karyawan dalam program pensiun yang iurannya dibayar oleh karyawan dan Perusahaan, maka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pesangon bagi karyawan yang di PHK diperhitungkan dengan uang pensiun yang iurannya dibayar oleh Perusahaan.

(2)   Besaran uang iuran pensiun yang dibayar oleh Perusahaan diperoleh dari penentuan manfaat pensiun dinilai sekarang sekaligus pada saat karyawan berhenti berdasarkan rumus : Besarnya manfaat pensiun bulanan x 12 x faktor nilai sekarang sekaligus.

(3)   Besarnya prosentase iuran pensiun yang dibayar oleh Perusahaan sebesar 72,97 % (tujuh puluh dua koma sembilan puluh tujuh prosen) mengikuti hasil valuasi aktuaria Dapenpos yang terakhir.

(4)   Formulasi perhitungan untuk besaran prosentase dimaksud ayat (3) Pasal ini dihitung dengan cara  iuran Perusahaan dibagi (iuran Perusahaan ditambah iuran karyawan) dikalikan 100 atau (13,50 : (13,50 + 5 ) x 100)

(5)   Faktor nilai sekarang sekaligus dapat dilihat pada tabel nilai sekarang sekaligus yang berlaku pada Peraturan Dana Pensiun Pos Indonesia.

Pasal 161
Pengangkatan Kembali

Karyawan yang dinyatakan tidak bersalah dan berdasarkan penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau lembaga yang berwenang harus dipekerjakan kembali, maka karyawan tersebut dipekerjakan kembali oleh Perusahaan pada awal bulan berikutnya setelah putusan berkekuatan tetap diterima Perusahaan.

Pasal 162
Kewajiban Karyawan Yang Dikenakan PHK

(1)   Bagi karyawan yang dikenakan PHK berkewajiban :
a. Melunasi piutang karyawan kepada Perusahaan.
b. Memenuhi keputusan pembebanan kerugian Perusahaan sesuai penetapan Tuntutan Perbendaharaan atau Tuntutan Ganti Rugi  yang menjadi tanggung jawabnya.
  1. Mengembalikan inventaris Perusahaan yang dipergunakannya.
d. Menyerahkan tugas-tugas kepada pejabat pengganti atau atasannya.

(2)   Kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dipotong langsung oleh Perusahaan dari hak yang bersangkutan pada saat diberhentikan, dan sebelumnya diberitahukan kepada karyawan yang bersangkutan.

(3)   Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini melebihi hak-hak yang diperoleh karyawan, maka akan diperhitungkan kemudian atau sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Pasal 163
Perlakuan yang Adil dan layak

Pada dasarnya setiap karyawan berhak atas perlakuan yang adil dan layak dari tindakan Perusahaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.



BAB XVIII
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Pasal 164
Keluh Kesah

(1)      Dalam hal terjadi kesalahpahaman atau ketidaksesuaian pendapat dalam penafsiran atau pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama sehingga karyawan menganggap bahwa perlakuan terhadapnya tidak adil atau bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama ini, maka akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.

(2)      Penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini diselesaikan dengan atasan langsung karyawan yang bertalian dan jika keluh kesah tersebut tidak mencapai penyelesaiaan, maka permasalahan tersebut dibicarakan dengan atasan langsung dari atasan langsung karyawan yang bersangkutan.

(3)      Apabila dengan cara dan prosedur sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini tidak diperoleh penyelesaian, maka karyawan atau atasan langsung dari atasan langsung karyawan yang bersangkutan dapat meminta penyelesaiaan melalui perundingan bipartit sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4)      Dalam penyelesaian secara bipartit sebagaimana dimaksud ayat 4 pasal ini, masing-masing pihak dapat menunjuk kuasa hukumnya atau didampingi pengurus serikat pekerja bagi karyawan yang menjadi anggota serikat pekerja apabila karyawan menghendakinya.

Pasal 165
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

(1)      Perselisihan hubungan industrial dapat terjadi karena adanya perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara Perusahaan dan karyawan atau Serikat Pekerja.

(2)      Perselisihan hubungan indutrial di Perusahaan meliputi :
  1. Perselisihan Hak.
  2. Perselisihan Kepentingan.
  3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja.

(3)      Setiap perselisihan hubungan industrial wajib diselesaikan melalui perundingan bipartit terlebih dahulu.

(4)      Dalam pelaksanaan perundingan bipartit, wajib dibuatkan risalah perundingan.

(5)      Perundingan bipartit wajib dilaksanakan dengan itikad baik, santun dan tidak anarkis.

(6)      Apabila dalam perundingan bipartit tercapai kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama.

(7)      Apabila dalam perundingan bipartit tidak tercapai kesepakatan, maka risalah perundingan wajib dicatatkan kepada lembaga yang berwenang dalam ketenagakerjaan.

(8)      Pihak yang berkepentingan dapat meminta kepada lembaga yang berwenang dalam ketenagakerjaan untuk menyelesaikan perselisihan melalui mediasi.

(9)      Apabila penyelesaian dengan perantaraan mediator tidak dapat mencapai kesepakatan, maka  penyelesaian perselisihan dilakukan di pengadilan hubungan industrial setempat.

(10)   Perusahaan, karyawan atau Serikat Pekerja dapat mengkuasakan kepada kuasa hukum dalam perundingan bipartit, penyelesaiaan melalui mediasi dan penyelesaian di pengadilan hubungan industrial.

Pasal 166
Mogok Kerja

(1)      Perusahaan tidak akan menghalang-halangi hak karyawan dan atau serikat pekerja untuk melakukan mogok kerja.

(2)      Mogok kerja dapat dilakukan apabila terjadi kegagalan dalam perundingan.

(3)      Karyawan atau serikat pekerja wajib memberitahukan rencana mogok kerja selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja.

(4)      Pemberitahuan dimaksud ayat 3 pasal ini disampaikan kepada Perusahaan dan  lembaga yang berwenang dalam ketenagakerjaan setempat.

(5)      Perusahaan berhak memerintahkan karyawan untuk melakukan pekerjaan selama mogok kerja apabila mogok kerja tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 167
Lock Out

(1)      Perusahaan dapat melakukan penutupan (lock out) sebagai hak Perusahaan yang dilindungi undang-undang.

(2)      Penutupan Perusahaan dapat dilakukan apabila terjadi kegagalan dalam perundingan.

(3)      Penutupan Perusahaan tidak dapat dilaksanakan sebagai tindakan balasan sehubungan dengan adanya tuntutan hak-hak normatif dari karyawan dan atau serikat pekerja.

(4)      Perusahaan wajib memberitahukan rencana penutupan (lock out) selambat-lambatnya kerja 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan penutupan perusahaan.

(5)      Pemberitahuan dimaksud ayat (3) Pasal ini disampaikan kepada karyawan dan atau serikat pekerja dan lembaga yang berwenang dalam ketenagakerjaan setempat.

(6)      Lock Out hanya dapat dilakukan atas instruksi atau izin Direksi Perusahaan.

 Pasal 168
Lembaga Kerja Sama Bipartit(LKS Bipartit)

(1)   Perusahaan berkewajiban membentuk LKS Bipartit sesuai peraturan perundang-  undangan yang berlaku.

(2)   LKS Bipartit berfungsi:
  1. Sebagai sarana untuk melaksanakan komunikasi dan konsultasi antara Perusahaan dengan karyawan atau serikat pekerja.
  2. Sarana untuk membahas masalah hubungan industrial di Perusahaan guna meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan karyawan yang menjamin kelansungan usaha dan menciptakan ketenangan kerja.
  3. Menjamin pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama ini.

(3)   LKS Bipartit dibentuk di tingkat Pusat (LKS Bipartit Pusat), tingkat Wilayah (LKS Bipartit Wilayah) dan UPT (LKS Bipartit UPT) yang anggotanya terdiri dari wakil Perusahaan dan wakil karyawan, dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. Keanggotaan LKS Bipartit ditetapkan dari unsur Perusahaan dan unsur karyawan dengan komposisi perbandingan 1 : 1 yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan, dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) orang dan paling banyak 20 (dua puluh) orang.
  2. Dalam hal di Perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja, maka masing-masing serikat pekerja menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit secara proporsional berdasarkan jumlah karyawan yang diwakili.
  3. Dalam hal di Perusahaan terdapat karyawan yang tidak menjadi anggota serikat pekerja, maka ditunjuk wakilnya yang dipilih secara demokratis oleh para karyawan bukan anggota serikat pekerja.

(4)   Tugas LKS Bipartit adalah :
  1. Mengkomunikasikan kebijakan perusahaan dan aspirasi karyawan berkaitan dengan kelangsungan usaha dan ketenangan dalam bekerja.
  2. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada Perusahaan serta saran dan pendapat kepada serikat pekerja/karyawan untuk kelangsungan usaha dan ketenangan dalam bekerja serta produktivitas kerja.
  3. Melakukan deteksi dini, menampung dan mengkonsultasikan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama dan hubungan industrial di Perusahaan.
  4. Melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama.
  5. Khusus LKS Bipartit Pusat memberikan masukan atas perumusan ketentuan-ketentuan yang belum dilaksanakan pada saat dan setelah Perjanjian Kerja Bersama ditandatangani.

(5)   Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (4) huruf e Pasal ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Kerja Bersama ini.

(6)   Pengaturan lebih lanjut tentang tatacara pembentukan dan susunan keanggotaan LKS Bipartit akan ditetapkan oleh Perusahaan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XIX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 169
Karyawan yang Menjadi Pejabat Negara dan Pengurus/
Anggota Partai Politik

(1)   Setiap karyawan berhak untuk menjadi pejabat di luar Perusahaan yang dikategorikan oleh pemerintah sebagai Pejabat Negara atau menjadi pengurus/anggota partai politik.

(2)   Status kepegawaian, hak dan kewajiban karyawan yang menjadi Pejabat Negara atau pengurus/anggota partai politik diatur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 170
Pemenuhan Prasarana dan Sarana KerjaUntuk Meningkatkan Produktivitas Kerja Karyawan

(1)   Perusahaan menyadari bahwa karyawan adalah faktor sentral bagi tercapainya peningkatan produktivitas kerja dalam rangka mencapai tujuan Perusahaan.
                    
(2)   Sehubungan dengan ayat (1) Pasal ini, Perusahaan berkewajiban mendukung upaya peningkatan produktivitas kerja karyawan.

(3)   Peningkatan produktivitas kerja karyawan dilakukan antara lain melalui pemenuhan prasarana dan sarana kerja dengan azas penetapan prioritas yang tajam dan akurat atas alokasi anggaran tahunan guna tercapainya lompatan (quantum) bagi perbaikan proses kerja/operasi, pelayanan kepada pelanggan dan bagi terciptanya komitmen bersama seluruh lapisan karyawan.

(4)   Dalam pemenuhan prasarana dan sarana tersebut diatas dilakukan dengan memperhatikan azas akuntabilitas dan transparan, faktor kualitas, serta faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

(5)   Karyawan berkewajiban menjaga dan memelihara prasarana dan sarana kerja yang telah disediakan oleh Perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya.

Pasal 171
Penyesuaian Komposisi Upah

(1)     Penyesuaian komposisi upah sesuai dengan pasal 94 Undang-undang 13 tahun 2003 dilakukan secara bertahap dengan berbagai alternatif antara lain dengan mengalihkan tunjangan tetap kedalam gaji pokok dengan memperhatikan kemampuan keuangan Perusahaan.

(2)     Penerapan struktur dan skala upah sesuai pasal 92 Undang-undang 13 tahun 2003 junto Kepmenaker KEP. 49/MEN/2004 akan dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kemampuan keuangan Perusahaan.

Pasal 172
Ketentuan Peralihan

Dengan berlakunya Perjanjian Kerja Bersama ini, maka :
  1. Peraturan-peraturan Perusahaan yang diatur dalam Keputusan Direksi, Surat Edaran Direksi dan peraturan lainnya yang bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama dinyatakan tidak berlaku.
  2. Peraturan-peraturan Perusahaan yang tidak diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama ini berlaku sepanjang peraturan Perusahaan tersebut secara kualitas dan atau kuantitas mempunyai nilai yang sama atau lebih baik bagi Perusahaan maupun karyawan.
  3. Dalam hal peraturan Perusahaan sebagai penjabaran Perjanjian Kerja Bersama ini  yang dibuat oleh Perusahaan dengan memperhatikan masukan dari serikat pekerja melalui mekanisme LKS Bipartit materinya berbeda dengan Perjanjian Kerja Bersama maka yang berlaku adalah peraturan Perusahaan dan tidak perlu dilakukan amandemen dan atau addendum terhadap Perjanjian Kerja Bersama sepanjang materi dalam peraturan Perusahaan tersebut secara kualitas dan atau kuantitas mempunyai nilai yang sama atau lebih baik dari materi Perjanjian Kerja Bersama.
  4. Dalam hal terjadi perubahan peraturan perundang-­undangan yang mengakibatkan ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama ini nilainya menjadi lebih rendah atau tidak sesuai/bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama akan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 173
Penutup

(1)   Perjanjian Kerja Bersama ini didaftarkan oleh Perusahaan pada Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. dan dibukukan oleh Perusahaan untuk dibagikan kepada seluruh karyawan.

(2)   Perjanjian Kerja Bersama ini berlaku sejak ditandatangani dan mengikat kedua belah pihak sampai dengan 15 September 2013.

(3)   Dengan berlakunya Perjanjian Kerja Bersama ini maka Perjanjian Kerja Bersama periode 2008-2010 beserta amandemennya, dinyatakan tidak berlaku.

(4)   Perjanjian Kerja Bersama berikutnya  disepakati akan dibuat dalam Format dan Sistematika baru yang lebih padat, ringkas dan tegas serta lebih memberikan kepastian hukum bagi Perusahaan dan Karyawan.

(5)   Perubahan Perjanjian Kerja Bersama ini dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak yang akan dituangkan dalam addendum dan atau amandemen.

(6)   Apabila Perjanjian Kerja Bersama ini telah habis masa berlakunya dan salah satu pihak tidak memberitahukan secara tertulis tentang keinginan untuk mengadakan perubahan atau perundingan baru, maka Perjanjian Kerja Bersama ini dianggap disetujui untuk diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun.


PERJANJIAN KERJA BERSAMA INI DITANDATANGANI DI BANDUNG
PADA TANGGAL :  16 SEPTEMBER 2011


PIHAK – PIHAK YANG MENGADAKAN PERJANJIAN

A.N. DEWAN PENGURUS PUSAT
SERIKAT PEKERJA POS INDONESIA
KETUA UMUM



K O S W A R A
NIA. 61.00002
A.N. DIREKSI PT POS INDONESIA (PERSERO)
DIREKTUR UTAMA



I KETUT MARDJANA



MENYAKSIKAN

KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I.
DIREKTUR PERSYARATAN KERJA, KESEJAHTERAAN DAN ANALISIS DISKRIMINASI, 




R. IRIANTO SIMBOLON, SE, MM
NIP : 19610514198003 1 001